Mangana Maso Ketek, Filosofi dari Main Layang Layang
Tulisan asli dapat dilihat di: http://www.anakminang.com
Semasa kanak-kanak mungkin untuk yang lahir minimal tahun 1993 ke bawah, tempat bermain kita ialah di alam. Berpanas-panas, agak berlainan dengan kanak-kanak masa kini. Bermain mungkin sudah dengan hanphone sahaja, berinstagram atau facebook, chating, kalau tidak bergalau atau sibuk dengan status. Dari sini mungkin bisa dikatakan bahwa angkatan 1990an agak lebih senang hidupnya. Bagaimanakan tidak? masa itu mana ada bergalau-galau. Malahan tahunya “galau” itu dari lagi Anroys[1] “galau hati nan luko” sahaja, selebihnya bermain-main dengan kawan.
Sekarang, baru kelas empat esde, sudah macam-macam statusnya; Aku sayang kamu lah, ya ampun.. belanja (jajan) hari-hari masih menampung tangan dari orang tua sudah pandai pula memanggil mama anak gadis orang. Sama tahu sajalah kita keadaan masa kini.
Bahagian dari bermain-main itu yang paling diingat ialah main alang alang.[2] Coba kita uji daya ingat kita agak sedikit, adakah ingat tuan dengan macam-macam alang alang itu?
[caption id="" align="aligncenter" width="443"] Gambar: http://www.anakminang.com[/caption] | Keterangan: Gambar ini usah dicemooh tuan, ini gambar asli kami buatan tangan sendiri. Usah kami beri tahu, pasti sudah tahu sendiri tuan nilai menggambar kami semasa bersekolah dahulu |
Yang sebelah kiri ialah alang alang Maco[3] atau beberapa daerah di Minangkabau menamainya dengan Alang alang Ketek. Biasa dibeli saja di lepau[4], sesudah itu diberi taraju,[5]apakah itu taraju ciek (hanya diikatkan dibagian tengah dan pangkal kerangka atau bagian atas dan tengah) atau taraju duo (diikat pada kiri dan kanan kerangka atas dan satu pada bagian bawah). Terkadang diberi ekor dengan kertas minyak atau koran yang dgunting lalu disambung sampai panjang.
Yang kanan merupakan Alang alang Darek, beberapa daerah di Minangkabau menyebutnya dengan Alang alang Gadang. Alang alang jenis ini dibuat, dicari (bambu. Pnj) dahulu, kemudian diraut, dan direkatkan ke kerangka yang telah dibuat itu kertas minyak. Selepas itu diberi ekor empat helai. Ekor papek (pepat) namanya kalau sama panjang keempat ekornya tersebut. Atau hanya dua ekor nan di tengah saja yang dipanjangkan. Berlainan warna kertasnya (kertas ekor), agar lebih cantik. Disinilah letak kreativitas jo seni kami-kami angkatan 90an ke bawah. Alang alang serupa ini pula yang sering dijadikan pertandingan oleh Engku-engku pecandu alang alang.
Sebenarnya, terdapat satu jenis alang alang lagi, yakni Alang Alang Danguang yang apabila diterbangkan akan menimbulkan bunyi berdengung. Oleh karena itulah sehingga diberi nama Alang alang Danguang. Membuatnya lebih sulit, sudah mulai jarang yang memainkan alang alang ini.
Sudah ingatkah tuan dengan berbagai macam jenis alang alang ini? Kini, sebenarnya banyak hal tentang kehidupan yang kita pelajari dari alang alang ini. Istilah orang hebat kita pinjam “Falsafah main alang alang”. Sadar ataupun tidak, bermain alang alang telah memberi kita banyak pengajaran. Masak iya begitu, kok bica ci? Cobalah tuan renungkan.
Falsafah Alang Alang
- Pertama ialah mulai dari mencari buluh (bambu) untuk dijadikan alang alang. Terdapat beberapa ketentuan buluh nan dapat dijadikan bahan baku dari alang alang, yakni yang agak tua dan direndam dahulu dalam air agar lebih kuat. Maknanya, serupa itulah hidup, takkan ada yang akan datang dengan sendirinya, mesti dicari, dan ditumpahkan usaha. Uang serta jodoh mesti dicari dan diusahakan. Dicari yang cantik (tak hanya cantik pada rupa saja tuan), kalau bersua dengan jodoh. Bukankah demikian tuan? Lepas itu, agar lebih kuat perlu bersabar, itulah perumpamaannya merendam buluh tersebut.
- Kedua ialah diraut sampai halus buluh tersebut. sudah bersua dengan nan disukai, untuk mendapatkan yang lebih, mesti diraut. Serupa kata perumpamaan”Hendak cerdik mesti diraut” otak dengan bersekolah. Hendak pandai diraut dengan belajar, hendak kaya diraut dengan berhemat. Tak ada nan instan tuan, kecuali mi rebus yang dapat disajikan dengan menuangkan air panas dari dalam termos dan selepas itu dimasukkan bumbu yang telah disediakan dan siaplah ia untuk dilahap.
- Ketiga ialah ditimbang baru kemudian diikat. Supaya seimbang alang alang itu mesti ditimbang dahulu (agar sama berat kedua sisinya). Dikira (dirasa-rasakan) yang diraut tadi kemudian diikat, digantung, setelah itu ditimbang apakah seimbang atau tidak. Kalau sudah, barulah diikat dengan pasangannya. Apa gerangan maknanya? Sebelum mengambil keputusan, sebelum mengerjakan suatu perkara, mesti ditimbang elok-elok. Ditimbang baik buruknya, sudahkah adil atau belum keputusan nan hendak diambil. Inilah bagian nan mengajarkan kita untuk teliti dan berhati hati
- Keempat ialah merekatkan alang alang. Kerangka alang alang yang telah diraut dan diikatkan dengan benang tadi direkatkan dengan kertas minyak atau yang lebih kekinian (serta yang banyak uangnya) direkatkan dengan plastik tipis. Merekatkan alang alang ke bingkainya ini tak boleh terlalu tegang atau sebaliknya terlalu kendur melainkan harus pas. Serupa itulah hidup ini tuan, usah terlalu tegang dan usah terlalu kendur dalam menghadapi setiap persoalan. Maksudnya ialah usah terlalu serius namun sebaliknya usah pula terlalu lengah.
- Kelima ialah membuat taraju. Untuk Alang alang Darek biasanya dibuat taraju dua, bagian atas bercabang, letaknya harus pas, kalau tidak maka akan berat sebelah alang alang itu tatkala diterbangkan. Maknanya ialah hidup ini mesti seimbang tuan, dunia dikejar dan akhirat dikejar pula. Atau serupa nasehat dari inyiak[6] “Asal engkau dari satu (ikatan bagian bawah alang alang) yakni dari kedua orang tua, jangan sampai putus ikatan yang disana. Semakin ke atas maka ikatan bercabang, maknanya mesti adil dalam hidup, jika hendak bahagia maka naik hidup engkau itu.”
- Keenam ialah memberi ekor. Kenapa mesti diberi ekor? Sama tahu sajalah tuan, sebab akan liar alang alang itu apabila tidak diberi ekor, melayang kekanan atau kekiri dengan liarnya. Maknanya ialah beban tanggung jawab dalam hidup ini sudah suratan, harus malah. Dengan adanya tanggung jawab serta beban ini maka manusia bisa mengendalikan diri. Kalau tidak, mencari lawan saja ia dalam hidup. Ambil contoh kepada anak bujang, tidak berumah tangga, maka berkelahi mencari lawan saja ia sebab tak ada nan akan difikirkannya. Coba tuan banding-bandingkan dengan laki-laki yang sudah beristeri dan mempunyai anak? Apabila terjadi silang sengketa, pastilah dengan tenang menyelesaikannya. Sebab ada beban, kita memiliki badan mesti bertanggung jawab, tak dapat memperturutkan hati nan panas itu. Maafkan kami bagi nan masih Atau dalam contoh yang lain bagi yang agak siak[7], kemanapun kita pergi mesti ingat bahwa apapun yang kita perbuat akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta’ala kelak. Kalau sudah dipakai prinsip serupa itu, Insya Allah tak kan liar perangai tuan.
- Ketujuh ialah Dianjung hingga dapat naik. Harus berdua menaikkan layangan itu, yang satu menganjung yang seorang lagi memegang benang. Dilepas (yang menganjung) dan dihela (bagi yang memegang benang). Sama dengan hidup itu tuan, kita ini pasti membutuhkan orang lain. Bergaullah, karena apabila hendak naik dalam penghidupan itu kita memerlukan kawan ataupun dukungan. Takkan dapat oleh diri kita saja.
- Kedelapan ialah naiknya alang alang itu melawan angin. Karena melawan arah angin maka naiklah alang alang itu, bukankah demikian tuan? Artinya, supaya kita dapat naik ke tempat yang tinggi maka mesti dilawan arah angin itu. Masalah yang kita temui dalam hidup ini bukan alasan membuat kita berputus asa. Malahan sebaliknya, semakin termotivasi kita untuk mendapat yang lebih.
- Kesembilan ialah pandai-pandai dengan keadaan hembusan angin. Ada masanya mengulur benang, ada waktunya menahan benang, serta ada pula masanya menarik benang. Apabila kencang angin itu maka diulurlah benang tersebut, tak ada angin ditarik benang itu. Maknanya ialah mesti pandai membaca keadaan, ada masanya kita mesti bersabar dahulu, ada masanya kita bersikap tegas. Ambillah contoh apabila sedang dikuasai amarah, mesti dikendurkan terlebih dahulu, diulur benang itu, apabila sudah datang hembusan angin nan tepat maka baru kembali digulung (ditarik). Tentunya maksudnya dalam berbagai bidang lain, kami yakin tuan pastilah faham.
Itulah falsafah bermain alang alang dari masa kanak-kanak dahulu, Alam Terkembang Jadi Guru, bukankah demikian tuan? Kalau ada nan silap dalam penyampaian, mohon tuan maafkan kami sebelumnya.
__________________________
Disalin dari blog http://www.anakminang.com, dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu oleh Tuanku Bajangguk Itam. Terdapat penambahan dan pengurangan dalam penyaduran namun tidak mengurangi makna. Apabila terdapat kesalahan dari penerjemahan kami mohonkan maaf, baik itu kepada Penulis maupun kepada pembaca nan budiman.
___________________________________________
Catatan Kaki:
[1] Penyanyi Minang
[2] Layang layang
[3] Ikan asin, kebanyakan didapati dijual orang di pekan-pekan kampung ialah Maco Sapek yakni ikan asin dari ikan Sepat berbentuk serupa dengan layang layang yang dimaksud
[4] Warung
[5] Benang yang diikat pada kerangka layang-layang sebagai tempat menautkan benang kendali
[6] Kakek, pada beberapa daerah lain di Minangkabau digunakan panggilan Nyiak Aki, bagi nan di Payakumbuah dan sekitarnya terbiasa memanggil “Datuk”
[7] Siak merupakan nama salah satu negeri di Riau Daratan. Pada masa dahulu tempat mengaji bagi orang Minangkabau sehingga banyak para mubalig lahir dari madrasah disana. Bagi yang lebih religius hidupnya maka dijuluki dengan julukan Siak.
Komentar
Posting Komentar