Langsung ke konten utama

Musik Dikia Rabano di Nagari Kamang[3]

MUSIK DIKIA RABANO: MUSIK PROSESI DALAM BUDAYA MASYARAKAT KAMANG KABUPATEN AGAM


Oleh: Martarosa


Dalam Buku Bunga Rampai DIALEKTIKA SENI DALAM BUDAYA MASYARAKAT, ISBN: 978-979-8242-53-3, Badan Penerbit ISI Yogyakarta 2013 



Abstract: Rabano dikia music as a musical procession culture in Agam regency Kamang, is a combination of tambourine percussion with vocal music that can not be separated. Both forms of music are linked in a single fabric of grain material. Arable poem music song used in the text as a musical procession dikia rabano entitled Shalawat, no rhyme form. This means that the sung text is fixed and not subject to change. Hence the interest in music, in addition to a distinctive melody trip, also recited poems that deal with idol-worship of the Prophet, Apostle, and gig guide from Allah SWT.


Keywords:  Music Dikia Rabano, Music Procession , Culture.


Lanjutan Bagian.2

2. Kegunaan dan Fungsi Musik Dikia Rabano Sebagai Musik Prosesi Dalam Budaya Masyarakat


Deketahui musik adalah sebagai bagian dari kebudayaan yang mempunyai kegunaan tersendiri, serta berfungsi untuk membentuk prilaku dalam kehidupan manusia. Lebih spesifik Merriam, secara tegas mengemukakan tentang perbedaan arti kata ”fungsi” dan ”guna” musik dalam suatu masyarakat. Apabila membicarakan fungsi akan berkaitan dengan sebab-sebab kenapa musik digunakan, sehingga akibat dari musik yang dihidangkan itu tercapai tujuan yang paling utama. Dalam artian apa yang diberikan musik untuk manusia, itulah fungsi musik baginya. Selanjutnya apabila membicarkan guna, akan berkaitan dengan penggunaannya dalam masyarakat, apakah musik untuk dirinya sendiri atau diperbantukan untuk kegiatan-kegiatan yang lain. [1]


Berkaiatan dengan musik dikia rabano sebagai musik prosesi adalah merupakan salah satu kelompok musik yang berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat norma-norma masyarakat. Lebih lanjut  Merriam juga menyatakan bahwa suatu seni dapat digunakan dalam berbagai upacara kemasyarakatan sebagai sarana menyampaikan pesan tentang aturan-aturan atau norma-norma sosial dalam masyarakat.[2] Hal ini norma-narma juga dapat dijumpai dalam pertunjukan musik dikia rabano sebagai musik prosesi yang syair dan nuansa musiknya disamping berisikan ajaran-ajaran Islam, selawat juga berupa nasehat-nasehat dan sebagainya.


Dapat dipahami bahwa kegunaan musik dikia rabano sebagai musik prosesi, hanya terbatas pada upacara adat khatam Al-Quran dan upacara adat perkawinan yaitu upacara maanta marapulai dalam budaya masyarakat kenagarian Kamang Mudik. Oleh karena itu, fungsi lebih ditekankan pada akibat yang ditimbulkan oleh kegunaan musik tersebut.


Dengan demikian teori fungsi yang dikemukakan di atas, dijadikan sebagai titik tolak untuk membahas kegunaan dan fungsi musik dikia rabano sebagai musik prosesi dari kedua bentuk upacara tersebut dalam budaya masyarakat kenagarian Kamang Mudik.


2.a.Kegunaan


Keberadaan musik dikia rabano sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat kenagarian Kamang Mudik dapat digunakan untuk kegiatan sosial masyarakat antara lain adalah untuk upacara adat khatam Al-Quran dan upacara adat perkawinan yang terdiri dari berbagai bentuk sebagai berikut.


2.a.1.Upacara Adat Khatam Al-Quran


Telah dijelaskan juga pada bahagian terdahulu bahwa Upacara khatam Al-Quran adalah merupakan acara puncak untuk anak-anak, sebagai pertanda sudah dianggap lulus  mahir membaca Al-Qur’an oleh para gurunya pada tempat-tempat ibadah seperti surau (mushalla) dan mesjid. Belajar membaca Al-Qur’an ini sebagai warga masyarakat kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek, khusus anak-anak adalah suatu kewajiban yang utama, dimulai bersamaan sejak anak-anak warga tersebut memasuki Sekolah Dasar.


Ditinjau dari sudut pandang sosial budaya upacara ini tidak hanya dirayakan oleh anak-anak saja, akan tetapi juga kaum kerabat dan warga masyarakat sekitarnya, disamping juga merupakan tanggungjawab masing-masing orang tua mereka dan kaum kerabat terdekatnya. Kegiatan ini dirayakan di surau atau mesjid, dan juga di rumah-rumah para peserta khatam Al-Qur’an, secara adat dinamakan baralek khatam kaji (perhelatan khatam Al-Qur’an).


Tata cara perhelatan tersebut tak ubahnya seperti mengadakan perhelatan perkawinan, dimana semua kaum kerabat dan warga masyarakat diundang ke tempat perhelatan yang akan dilaksnakan. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya sebagai peserta upacara khatam Al-Qur’an sampai mencapai empat puluh orang, secara adat ke empat puluh peserta tersebut, dalam minggu yang sama harus pula melaksanakan baralek khatam kaji di rumah mereka masing-masing.  Nyaris warga masyarakat setempat dalam rangka merayakan perhelatan tersebut, mendapat undangan dari para peserta khatam Al Quran, baik berbentuk  saruan (diundang secara lisan) maupun berbentuk undangan tertulis. Hal demikian adalah merupakan kegiatan adat-istiadat, betapapun sebagai warga harus ikut berpartisipasi untuk merayakannya, serta membawa buah tangan seperti: ayam, makanan, kado dan  uang menurut tingkatan keakrapannya dengan yang punya perhelatan.


Tak dapat dipungkiri dalam perhelatan upacara khatam Al-Qur’an kadangkala untuk satu orang warga masyarakat yang diundang, harus mengunjungi enam buah rumah perhelatan bahkan lebih dengan waktu   yang bersamaann sekaligus. Sebaliknya tak mengherankan juga terjadinya kesenjangan sosial bagi kaum kerabat terdekat yang tidak mampu,  apabila tidak ada sama sekali memberi buah tangan kepada masing-masing peserta khatam Al-Quran tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktifitas mahir membaca Al-Qur’an ini, sudah menjadi suatu kebiasaan adat secara turun-temurun sejak dahulu, diawali sejak generasi nenek moyang mereka  masuk agama islam yang sampai sekarang membudaya dan berkembang  dalam masyarakatnya.


Selanjutnnya kegunaan musik prosesi dikia rabano untuk upacara khatam Al-Quran adalah mengiringi para peserta khatam Al-Quran yang diprosesikan dari rumah orang tua mereka ke berbagai tempat ibadah seperti: Surau, Mushala atau Mesjid yang menjadi pusat tempat acara dilaksanakan. Kegitan ini dilaksanakan sekitar jam 8.00 pagi, sebagaimana masing-masing peserta khatam Al Quran diprosesikan dari rumah orang tuanya ke muhsala atau ke mesjid wajib dihadiri oleh para ninik mamak dan kaum kerabat serta masyarakat yang ada disekitar kampung tersebut. Keseluruhan tamu yang datang pada pagi tersebut adalah diundang oleh yang punya perhelatan disertai persetujuan kepala kaumnya. Tak mengherankan pelaksanaan khatam al-quran di samping tanggung jawab masing-masing orang tua dan ninik mamak pada kaum mereka, juga merupakan tanggung jawab  ninik mamak secara keseluruhan yang ada di kenagarian tersebut.


Dalam pelepasan acara tersebut, para ninik mamak juga melakukan persembahan atau mencari kata sepakat dari kepala kaum yang punya perhelatan kepada kepala kaum suku lain atau kepada para tamu yang datang untuk melepas anak mereka yang akan di prosesikan ke Mesjid sebagai peserta khatam Al-Quran. Sesudah perbincangan atau mencari kata sepakat melalui petatah petitih adat, barulah para undangan  dipersilahkan makan. Setelah itu anak yang ikut khatam Al-Quran dipersilahkan ke ruangan tamu para ninik mamak berada, atau undangan, lalu diprintahkan anak tersebut menyalami seluruh tamu yang hadir. Para tamu membalas salamnya dan secara adat sudah merupkan kewajibannya pula para tamu yang hadir memberi hadiah berupa uang sekedarnya kepada anak yang ikut khatam tersebut, sebagai pertanda rasa kasih sayang. Dengan demikian disamping acara khatamnya sudah selesai dilaksanakan di Mushala atau di Mesjid barulah dapat dikatakan bahwa anak yang ikut khatam Al Quran tersebut secara adat sudah mendapat legitimasi dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya dalam tingkat mahir membaca Al Quran. Bentuk pertunjukan prosesi khatam Al Quran tersebut dapat terlihat pada gambar 2 berikut ini.



Gambar 2.
Bentuk pertunjukan musik dikia rabano sebagai musik prosesi khatam Al-quran diprosesikan dari masing-masing rumah peserta khatam Al-quran menuju mushala tempat penyelenggara khatam Al-Quran dilaksanakan (Foto Martarosa, 2010).


Setelah berkumpul bersama-sama peserta khatam Al-Quran di mushala atau di mesjid barulah peserta khatam Al-Quran secara keseluruhan diprosesikan bersama-sama dengan musik drum band ke berbagai lokasi kampung yang dikelola oleh panitia penyelenggara khatam Al-Quran yang telah ditunjuk dan disepakati oleh para orang tua dan para ninik mamak dimana pesta itu dilakukan. Pelaksanaan khatam Al-Quran seperti ini, nyaris dilakukan oleh seluruh anak-anak peserta khatam Al-Quran dalam budaya masyarakat  kenagarian Kamang Mudik.


2.a.2. Upacara Adat Perkawinan Maanta Marapulai.


Dalam kehidupan sosial masyarakat kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek musik dikia rabano juga disebut musik tradisional, disamping digunakan sebagai musik prosesi khatam Al-Quran juga digunakan dalam musik prosesi upacara adat perkawinan yang disebut dengan upacara adat maanta marapulai.


  Musik dikia rabano sebagai musik prosesi dalam upacara adat maanta marapulai,  merupakan musik prosesi satu-satunya yang diperbolehkan oleh para ninik mamak mereka untuk dapat mengiringi upacara tersebut. Tidak memungkinkan upacara adat maanta marapulai di kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek musik iringan prosesinya diiringi oleh jenis musik prosesi yang lain. Dalam artian pada satu sisi kegunaan musik dikia rabano betul-betul terklasifikasi digunakan dalam budaya masyarakat Kamang Mudik dalam bentuk upacara adatnya. Disisi lain juga membuktikan bahwa keberadaan musik dikia rabano sebagai musik prosesi betul-betul digunakan dan berfungsi bagi kehidupan masyarakatnya.


Dalam kebudayaan Minangkabau perkawinan adalah merupakan persoalan dan urusan kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan pernikahan, bahkan sampai kepada  segala urusan akibat perkawinan tersebut. Pada hakikatnya perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangga saja, tetapi hal ini sesuai dengan falsafah  Minangkabau yang telah menjadikan semua orang hidup bersama-sama, maka rumah tangga menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami isteri juga tidak terlepas menjadi masalah bersama.


Acara puncak dari upacara adat maanta marapulai adalah melaksanakan upacara prosesi sebelum pengantin laki-laki melaksanakan akad nikah dirumah pengantin perempuan. Upacara ini dapat dilaksanakan ketika penganten laki-laki sudah dijemput oleh utusan dari pihak penganten perempuan. Pihak yang menjeput tersebut ada kalanya salah satu dari mamak pengantin perempuan atau sumenda yang diiringi oleh seorang pemuda pembawa carano yang berisikan sirih serta syarat-syarat lainnya menurut ketentuan daerah tersebut. Untuk merayakan upacara tersebut, sebelumnya keluarga pengantin laki-laki mengundang para kaum kerabat keluarga serta sahabat-sahabatnya. Sudah merupakan suatu kebiasaan dalam budaya masyarakat kenagarian Kamang Mudik, bahwa yang mengundang tersebut, adalah salah satu keluarga pengantin laki-laki bersama beberapa orang pengiringnya yang dianggap sahabat dekat dengannya secara lisan langsung mendatangi orang-orang yang akan diundang tersebut.


Selanjutnya di rumah pengantin laki-laki pihak yang menjeput tersebut dinanti oleh ninik mamak berserta para undangan dengan carano berisi sirih dan pinang sebagai tanda atau lambang berdirinya  adat dirumah tersebut. Upacara ini merupakan acara adu fasih lidah, mengungkap ujung kata dan bersahut-sahutan antara pihak pengantin perempuan yang datang dengan pihak pengantin laki-laki yang menunggu. Pada hakekatnya adalah menyampaikan maksud menjemput marapulai bersama anak muda yang diundangnya sebagai pengiring atau penggembira ke rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan akad nikah.


Setelah acara penjeputan selesai dengan waktu yang telah ditentukan barulah pengantin laki-laki ini diprosesikan ke rumah calon isterinya yang disemarakan dengan musik dikia rabano sebagai musik prosesi seperti terlihat pada gambar 3 sebagai berikut:



Gambar 3
Bentuk pertunjukan musik dikia rabano sebagai musik prosesi sedang memprosesikan mempelai laki-laki menuju rumah mempelai perempuan disebut upacara maanta marapulai (Foto, Martarosa, 2010)


Pelaksanaan kegiatan ini nyaris kadang-kadang bertabrakan dengan masuknya waktu shalat magrib, sehingga terasa risih dan menjadi tidak khitmad dan meresahkan bagi kedua kaum yang punya perhelatan terlihat suasana senja hari pada gambar 4 berikut ini.



Gambar 4 
Bentuk pertunjukan musik dikia rabano sebagai musik prosesi sedang memprosesikan mempelai laki-laki menuju rumah mempelai perempuan (Foto, Martarosa, 2010)


____________________________________


Catatan Kaki:


[1] Alan P. Merriam, 1980, The Anthropology of Music, Indiana Northewestern University Press, Burlington, p. 210


[2] Ibid, p. 224


Tulisan ini dapat di download di http://www.academia.edu


 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum