POPULERNYA PAHLAWAN PERANG KAMANG
Oleh: Hirwan Saidi
Hanya bangsa yang menghargai jasa pahlawannya menjadi bangsa yang besar, itulah yang selalu diucapkan oleh Presiden Sukarno untuk menghargai para pahlawan bangsa. Untuk merealisasikan hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Agam melalui dinas terkait (dalam hal ini Dinas Sosial) dengan segala upaya dan dana sejak 2015 telah berusaha untuk mengusung 3 (tiga) orang Pahlawan Anti Belasting, yaitu H.Abdul Manan, Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu dan Siti Manggopoh, diusulkan untuk diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Usulan ketiga tokoh tersebut telah diseminarkan di Hotel Pusako bukittinggi pada tanggal 10 s/d 11 Maret 2016. Dalam perjalanannya proses tersebut telah sampai ditingkat Propinsi Sumatera Barat. Setelah dibahas di tingkat Propinsi, bahan tersebut masih mengalami kekurangan yaitu belum adanya Biografi bersangkutan yang ditulis dalam bentuk buku. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Agam juga sungguh serius untuk melengkapi bahan tersebut. Melalui kerja sama dengan Prof. Mestika Zed, guru besar sejarah dari UNP telah berhasil menyelesaikan biografi tersebut. Beriringan dengan hal tersebut, dari Kabupaten Agam ada usulan baru untuk pahlawan nasional yaitu Rohana Kudus. Alhasil ada 4 (empat) calon pahlawan nasional yang dibahas ditingkat propinsi.
Melalui sidang TP2GD[1] pada tanggal 09 April 2018 akhirnya diputuskan bahwa yang diusulkan ke Presiden melalui Menteri Sosial hanya 1 (satu) orang yaitu atas nama Rohana Kudus. Keputusan sidang TP2GD tersebut telah disampaikan oleh Kepala Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat kepada Dinas Sosial Kabupaten Agam melalui surat nomor : 469/906/K2KRS/Dayasos/2018 tanggal tanggal 14 Mei 2018 perihal Pengusulan Calon Pahlawan Nasional Tahun 2018. Dimana dalam surat tersebut disebutkan bahwa dari 4 (empat) orang yang disidangkan yang layak dan memenuhi persyaratan hanya 1 (satu) orang yaitu atas nama Rohana Kudus untuk diusulkan ke Kementerian Sosial RI, sedangkan Siti Manggopoh, H.Abdul Manan dan M.Saleh Dt.Rajo Pangulu belum memenuhi persyaratan atas kepopuleran dan perjuangannya masih bersifat kedaerahan.
Kalau kita berbicara tentang kepopuleran dari pahlawan Perang Belasteng/Perang Pajak (disebut juga dengan Perang Kamang). Panglima Perang Kamang, Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu, menurut hemat kami beliau sangat populer. Dengan analisa sebagai berikut.
“Peristiwa historis (Perang Kamang) yang terjadi lebih satu abad silam tidak bisa dilepaskan dari aktor manusia yang berada dibaliknya. Menyebut Perang Kamang tidak mungkin terlepas dari pemimpinnya. Nama Muhammad Saleh Datuk Rajo Pangulu tidak mungkin dilepaskan dari peristiwa historis itu dan sebaliknya, ingat Perang Kamang orang dengan sendirinya ingat akan peran yang dimainkan oleh tokoh yang satu ini. Dengan kata lain Perang Kamang dan Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu adalah merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan”.
Jika kita menoleh kembali kebelakang 111 tahun yang silam, kita pelajari apa yang terjadi di Sumatera Barat setelah diberlakukannya belasteng[2] mulai tanggal 1 Maret 1908. Kita baca laporan resmi pemerintah pada waktu itu (laporan Kontrolir oud Agam, J.Westennenk dan laporan Gubernur Suamatera Barat, FA Heckler). Dalam laporan J.Westennenk jelas sekali disebutkan bahwa sejak awal Maret 1908 M.Saleh Dt.Rajo Pangulu bersama pemimpin Kamang lainnya dengan tegas menolak belasteng. Mereka mulai menggalang kekuatan untuk menentang pemerintah Kolonial Belanda. Sehingga terjadilah penyerangan pasukan rakyat dari Kamang dibawah pimpinan Muahammad Saleh Dt.Rajo Pangulu terhadap tentara Belanda yang tenngah berada di Kampung Tangah.[3]
Dalam laporan tersebut juga disebutkan perlawan rakyat yang begitu sengit dan gigih yang membuat pasukan belanda kucar kacir membuat serdadu belanda ada yang mundur menghadapi pasukan rakyat yang begitu berani. Apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu dan kawan-kawan adalah cerminan kehidupan bangsa secara keseluruhan, yaitu anti terhadap penjajahan. Kegigihan pasukan rakyat ini melawan tentara Belanda diakui oleh pemerintah kolonial pada waktu itu. Untuk mengenang pahit getirnya menghadapi Pasukan Rakyat Kamang melawan belanda, pemerintah Kolonial pada waktu itu mengabadikannya dalam bentuk monument (Kamang dan Manggopoh Opstand 1908), yang didirikan di dekat Tangsi Militernya di Birugo Bukittinggi yang masih terpelihara dengan baik sampai saat ini.
Dalam laporan Gubernur Sumatera Barat FA Hecker kepada Gubernur General Van Heutsz, bagaimana pertempuran di kala itu, yang disebut pertama kali dari pihak rakyat yang melakukan perlawanan adalah M.Saleh Dt.Rajo Pangulu. Tidak mungkin seorang Heckler akan menyebut Dt.Rajo Pangulu kalau beliau tidak populer. Nama Dt.Rajo Pangulu dikenal oleh pemerintah colonial mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Mulai dari Kontrolir Oud Agam (waktu itu dijabat oleh LC Westennenk), Asisten Residen Padang Darat (waktu itu dijabat oleh Th JH Van Drissche, Sekretaris GAN Scheltema de Heere), Gubernur (dijabat oleh) FA Heckler) sampai kepada Gubernur General (yang dijabat oleh Van Heutsz).
Sesuai dengan fakta sejarah yang ada, Dt.Rajo Pangulu adalah pembuka perang. Pasukan rakyat yang beliau pimpin dari Kamang untuk menyerang pasukan Belanda bukan hanya penduduk Nagari Kamang, melainkan banyak yang berasal dari daerah lain, seperti, Magek, Tilatang, Kurai, Suayan, Pandai Sikek. Bahkan ada yang berasal dari luar Luhak Agam seperti, Malalo Solok dan Indra Pura (Pesisir Selatan). Semua pejuang yang tewas ini dapat dilihat pada prasasti Makam Pahlawan Perang Kamang 1908 di Kampuang Taluak Jorong Ampek Kampuang Nagari Kamang. Setelah adanya Perang Kamang 15 juni 1908 maka meletus jua perang di daerah lain di Sumatera Barat, seperti Manggopoh, Nanggalo, Lintau dan lain-lain.
Perang Kamang sangat populer. Awalnya diperingati di tingkat pusat (di Jakarta) pada tahun 1962, yang dihadiri oleh Ketua MPRS, dan beberapa orang Menteri Kabinet Gotong Royong. Pada upacara tersebut Wampa Bidang Khusus/Menteri Penerangan Dr.H.Ruslan Abdul Gani dalam sambutannya menyampaikan
“..... peristiwa di Kamang dan Manggopoh dulu itu bersifat lokal dan daerah, tetapi hal ini adalah sekedar ukuran geografis saja. Adapun jiwa yang mendukungnya adalah Jiwa nasional, karena ia dengan perlawanan dulu itu menunjukan anti- kolonialisme serta watak anti-imperalisme...,“
Selanjutnya pada tahun 1963 peringatan dipusatkan di Bukittinggi dengan dihadiri oleh Wampa Bidang Pertahanan dan Keamanan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jendral AH Nasution; Deputi Menteri Panglima Angkatan Darat untuk Wilayah Sumatera, Brigadir Jendral RA Kosasih; Panglima Daerah Militer III/17 Agustus, Kolonel R Soryosoempono; Ketua Panitia Pusat, Drs Mohammad Kemal. Pada peringatan tersebut Jendral Nasution meresmikan makam pasukan rakyat yang tewas dalam pertempuran 15 Juni 1908 dengan nama Makam Pahlawan Perang Kamang 1908 yang terletak di Taluak Kamang. Pada saat itu Jendral Nasution juga meresmikan 2 (dua) buah monument yaitu yang terletak di Bukittinggi dekat RS Achmad Muchtar sekarang dan yang teletak di Simpang Pintu Koto Kamang. Dan untuk mengabadikan lokasi pertempuran tersebut, di Kampung Tangah dibangun tugu Perang Kamang yang diresmilkan oleh Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas pata tahun 1982.
Semenjak tahun 1962 sampai sekarang, Perang Kamang diperingati setiap tahunnya yang dihadiri oleh Pemerintah Daerah Propinsi/petinggi militer, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam beserta Muspida-nya, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Nagari (pernah dalam perintahan desa) dan masyarakat luas. Setiap tahun pula pejabat (sipil dan militer) dari Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam datang menziarahi, menaburkan bunga dan berdoa di Makam Dt.Rajo Pangulu dalam komplek Makam Pahlawan Perang Kamang di Taluak Kamang.
Selanjutnya, kepopuleran Dt.Rajo Pangulu dengan Perang Kamangnya sudah disajikan dalam bentuk buku (Pemberontakan Pajak yang membahas Perang Kamang), dususun oleh Rusli Amran. Jika kita jujur dan berfikir logis, sepanjang fakta sejarah yang telah disampaikan diatas jelaslah bahwa Dt.Rajo Pangulu dengan Perang Kamangnya sangat populer dan perlawanannya bukan bersifat kedaerahan melainkan sebuah gerakan yang didukung oleh jiwa nasional.
Mengapa Tim TP2GD Propinsi Sumatera Barat menyebutkan Dt.Rajo Pangulu belum populer? Dt.Rajo Pangulu sebagai Panglima Perang Kamang jika dibandingkan dengan Rohana Kudus dengan Gerakan Amai Setianya, maka dalam hal ini timbul beberapa pertanyaan yang mendasar: [Pertanyaan ini bukan untuk menafikan peranan Rangkayo Rohana Koedoes sebagai Tokoh Pers Perempuan, Pendidik, dan Wiraswasta. Kami sangat menghormati Rohana Koedoes dan mendukung pengajuan beliau sebagai Pahlawan Nasional]
- Apakah ada Gerakan Amai Setia diperingati ditingkat pusat?
- Adakah Gerakan Amai Setia diperingati setiap tahun?
- Mana yang banyak monument Perang Kamang dibanding monument Gerakan Amai Setia?
- Adakah para pemimpin yang terlibat Gerakan Amai Setia dihukum/dibuang/diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda seperti para pemimpin Perang Kamang lainnya yang dihukum/dibuang/diasingkan?
- Apakah makam Rohana Kudus sudah diresmikan menjadi Makam Pahlawan seperti Makam Pahlawan Perang Kamang?
- Adakah Pejabat Pemerintah Daerah (Propinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Agam) beserta Petinggi Militernya menziarahi, menabur bunga dan berdoa di makam Rohana Kudus setiap tahun seperti di makam Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu?
Untuk semua pertanyaan di atas, jika TP2GD Propinsi Sumatera Barat mempelajari dan menjawabnya dengan jujur sesuai dengan fakta dan data yang ada, maka tim tersebut tidak akan membuat kesimpulan keliru “tokoh Perang Kamang (Muhammad Saleh Dt.Rajo Pangulu) belum memenuhi persyaratan atas kepopulerannya dan perjuangannya masih bersifat kedaerahan”. Semoga ini menjadi perhatian kita semua, terutama TP2GD Sumatera Barat dan Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat. Terima kasih.
___________________________
Catatan Kaki:
[1] Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah
[2] Pajak dalam Bahasa Belanda
[3] Kampung Tangah terletak di perbatasan Kamang Hilia dengan Kamang Mudiak sekarang.
Komentar
Posting Komentar