Langsung ke konten utama

Musik Dikia Rabano di Nagari Kamang [5]

MUSIK DIKIA RABANO: MUSIK PROSESI DALAM BUDAYA MASYARAKAT KAMANG KABUPATEN AGAM


Oleh: Martarosa


Dalam Buku Bunga Rampai DIALEKTIKA SENI DALAM BUDAYA MASYARAKAT, ISBN: 978-979-8242-53-3, Badan Penerbit ISI Yogyakarta 2013 



Abstract: Rabano dikia music as a musical procession culture in Agam regency Kamang, is a combination of tambourine percussion with vocal music that can not be separated. Both forms of music are linked in a single fabric of grain material. Arable poem music song used in the text as a musical procession dikia rabano entitled Shalawat, no rhyme form. This means that the sung text is fixed and not subject to change. Hence the interest in music, in addition to a distinctive melody trip, also recited poems that deal with idol-worship of the Prophet, Apostle, and gig guide from Allah SWT.


Keywords:  Music Dikia Rabano, Music Procession , Culture.


Lanjutan Bag. 4 

C. PENUTUP


Ditilik dari sudut pandang kehidupan sosial masyarakat kenagarian Kamang Mudiak kecamatan Kamang Magek musik dikia rabano disebut musik tradisional, disamping digunakan sebagai musik prosesi khatam Al-Quran juga digunakan dalam musik prosesi upacara adat perkawinan yang disebut dengan upacara adat maanta marapulai.  Musik dikia rabano sebagai musik prosesi dalam upacara adat maanta marapulai,  merupakan musik prosesi satu-satunya yang diperbolehkan oleh para ninik mamak mereka untuk dapat mengiringi upacara tersebut. Tidak memungkinkan upacara adat maanta marapulai di kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek musik iringan prosesinya diiringi dari berbagai jenis musik prosesi yang lain. Dengan demikian terbukti bahwa keberadaan musik dikia rabano sebagai musik prosesi berguna dan berfungsi sebagai kebutuhan utama dalam kehidupan sosial masyarakatnya.


Keberadan musik dikia rabano sebagai musik prosesi dalam budaya masyakat kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek adalah merupakan kesenian  gaya surau  yang berkembang sejak dulunya, dimana bagi kaum Nahdatul Ulama dijadikan sebagai media dakwah dalam mensyiarkan agama Islam disamping media pendidikan, hiburan dan acara seremonial lainnya yang berkembang sebagai budaya masyarakat pendukungnya.


Seni pertunjukan gaya surau adalah berfungsi sebagai media dakwah islamiah oleh para ulama pada masa dahulu, sehingga dapat dipertunjukan dalam rangka memeriahkan berbagai macam kegiatan yang bersifat keagamaan yang bertempat di surau-surau atau mesjid dan acara-acara seremonial lainya. Adapun yang lebih menarik adalah di kenagarian Kamang Mudik musik tersebut dapat berkembang menjadi musik prosesi dalam budaya masyarakatnya, disamping sebagai musik prosesi khatam Al Quran, juga di gunakan sebagai musik prosesi dalam upara adat perkawinan dalam rangka mengantarkan mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan untuk pelaksanaan upacara adat pernikahan.


Upacara khatam Al-Quran merupakan acara puncak untuk anak-anak, sebagai pertanda sudah mahir membaca Al-Qur’an pada tempat-tempat ibadah seperti surau (mushalla) dan mesjid. Belajar membaca Al-Qur’an ini sebagai warga masyarakat kenagarian Kamang Mudik kecamatan Kamang Magek, khusus anak-anak adalah suatu kewajiban yang utama, dimulai bersamaan sejak anak-anak warga tersebut memasuki Sekolah Dasar.


Berkaitan dengan keberadan Penghulu dalam satu kaum pada masyarakat Kamang adalah merupakan  pimpinan yang didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, kusut nan kamayalasaian, karuah nan kamampajaniah. Itupun tidak saja dalam lingkungan perut suku masing-masing, kewenangan juga meliputi wilayah kampung atau nagari dimana saja dia berada. Artinya keberadaan penghulu baik dikaumnya sendiri maupun masyarakat umum tak obahnya ibarat kayu gadang di tengah koto, tinggi tampak jauah, dakek jolong basuso, tampek maniru manauladan bagi anak kamanakan dan masyarakat banyak. Masyarakat Kamang termasuk masyarakat kenagarian Kamang Mudik adat yang dipakai adalah adat yang dirancang dan dipakai oleh nenek moyang mereka sejak dulu kala dengan sistem Koto Piliang.


Fungsi yang terjadi dalam musik dikia rabano sebagai musik prosesi, dalam budaya masyarakat kenagarian Kamang Mudik terjadinya jalinan kegiatan yang saling berhubungan. Menurut pengamatan penulis fungsi yang utama dalam pertunjukan musik dikia rabano adalah berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat peserta upacara tersebut. Hal ini dapat dirasakan melalui nilai-nilai estetik musikal yang disajikan oleh kelompok pemusik tersebut sebagai musik prosesi melalui musik perkusi rebana  dan vokal yang bernuansa religius dan agamis.


 Musik dikia rabano sebagai musik prosesi merupakan gabungan musik perkusi rebana dengan vokal yang tidak dapat dipisahkan. Kedua bentuk musik tersebut adalah merupakan satu jalinan terkait dalam materi sajiannya. Oleh karena itu yang menarik pada musik tersebut, disamping perjalanan melodinya yang khas, juga syair-syair yang dilagukan berkaitan dengan pujaan-pujaan Nabi, Rasul, dan pertunjuk-petunjuk dari Allah SWT.


Garapan syair yang digunakan dalam teks lagu musik dikia rabano sebagai musik prosesi berjudul Shalawat, tidak berbentuk pantun. Artinya teks yang dinyanyikan sudah tetap dan tidak berubah-rubah.


 

BIBLIOGRAFI


 Alan P. Merriam, 1980, The Anthropology of Music, Indiana Northewestern University Press, Burlington.

Sutan M. Indo, 1996, Kamang Dalam Pertumbuhan Dan Perjuangan Menentang Kolonialis, Percetakan “Rehevi”, Jakarta.

 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Desmawardi, Hajizar, 1996, “Salawat Dulang” Karya Ilmiah (Buku), Akademi Seni Karawitan Indinesia (ASKI) Padangpanjang.

Ediwar, 1997,  “Perubahan Seni Tradisi Dalam Perspektif Adat Bersendi Syarak Di Minangkabau”, dalam Jurnal Palanta Seni Budaya,  ASKI Padangang panjang.

Hugh M. Miller, Introduction to Music a guide good Listening, Penterjemah; Triyono Bramantyo PS, Pengantar Apresiasi Musik, Yogyakarta: ISI, tt).

Mulyadi. KS, 1994, “Tari Minangkabau Gaya Melayu Paruh Pertama abad XX: Kontuinitas dan Perubahan”,  Universitas Gajdah Mada.

Tulisan ini dapat didownload di: http://www.academia.edu

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum