Langsung ke konten utama

Silat di Minangkabau dan asal usulnya

[caption id="" align="aligncenter" width="350"] Gambar: https://id.wikipedia.org[/caption]

Tulisan ini disalin dari: https://www.kaskus.co.id


Pendahuluan


Dalam Silat Tua Minangkabau dikenal prinsip: Tangkis Jurus satu, Serang jurus dua.


Jadi pada awalnya ilmu persilatan di Minangkabau ini mengajarkan pada anak Sasiannya (murid) untuk tidak memulai perkelahian.


Tangkis jurus satu mempunyai makna, bahwa tugas utama setiap anak sasian atau pesilat adalah menghindarkan perkelahian. Sedangkan Serang jurus dua mempunyai makna: Bila musuh datang setelah mengelakkan serangan baru boleh menyerang.


Dan ilmu ini memang diajarkan secara harfiah dalam Silek Tuo. Tidak pernah diberi pelajaran bagaimana caranya membuka serangan. Tetapi pelajaran selalu dimulai dari cara "menggelek". Yaitu menghindarkan perkelahian. Setelah serangan musuh ditangkis, barulah terbuka jurus untuk menyerang.


Adapun Silat Toboh di Pariaman, Pangian di Tanah Datar dan Starlak di Sawahluntp, adalah juga berasal dari Silek Tuo. Tetapi telah dikembangkan dan dirobah di sana sini. Ilmu itulah yang kini dipakai oleh Pandeka Sangek. Silek Tuo dianggap lemah karena tidak boleh memulai serangan, dalam perkalahian orang diwajibkan menanti orang lain menyerang. 

Berikut sejarah dan asal usul nya


Silat Minangkabau atau disingkat dengan "Silat Minang" pada prinsipnya sebagai salah kebudayaan khas yang diwariskan oleh nenek moyang Minangkabau sejak berada di bumi Minangkabau.


Bila dikaji dengan seksama isi Tambo Alam Minangkabau yang penuh berisikan kiasan berupa pepatah, petitih ataupun mamang adat, ternyata Silat Minang telah memiliki dan dikembangkan oleh salah seorang penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama "Datuk Suri Diraja" ; dipanggilkan dengan "Ninik Datuk Suri Diraja" oleh anak-cucu sekarang.[1]


Sultan Sri Maharaja Diraja, seorang raja di Kerajaan Pahariyangan (dialek: Pariangan). Sebuah negeri (baca: nagari) yang pertama dibangun di kaki gunung Marapi bahagian Tenggara pad abad XII (tahun 1119 M).[2]


Sedangkan Ninik Datuk Suri Diraja, seorang tua yang banyak dan dalam ilmunya di berbagai bidang kehidupan sosial. Beliau dikatakan juga sebagai seorang ahli filsafat dan negarawan kerajaan di masa itu, serta pertama kalinya membangun dasar-dasar adat Minangkabau; yang kemudian disempurnakan oleh Datuk Nan Baduo, dikenal dengan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang.


Ninik Datuk Suri Diraja itulah yang menciptakan bermacam-macam kesenian dan alat-alatnya, seperti pencak, tari-tarian yang diangkatkan dari gerak-gerak silat serta membuat talempong, gong [mungkin yang dimaksud penulis ialah; AGUANG], gendang, serunai, harbah, kecapi, dll ( I.Dt.Sangguno Dirajo, 1919:18)


Sebagai catatan disini, mengenai kebenaran isi Tambo yang dikatakan orang mengandung 2% fakta dan 98 % mitologi hendaklah diikuti juga uraian Drs.MID.Jamal dalam bukunya : "Menyigi Tambo Alam Minangkabau" (Studi perbandingan sejarah) halaman 10.


Ninik Datuk Suri Diraja (dialek: Niniek Datuek Suri Dirajo) sebagai salah seorang Cendekiawan yang dikatakan "lubuk akal, lautan budi",[3] tempat orang berguru dan bertanya di masa itu; bahkan juga guru dari Sultan Sri Maharaja Diraja. (I.Dt. Sangguno Durajo, 1919:22).


Beliau itu jugalah yang menciptakan bermacam-macam cara berpakaian, seperti bermanik pada leher dan gelang pada kaki dan tangan serta berhias, bergombak satu,empat, dsb.


Ninik Datuk Suri Dirajo (1097-1198) itupun, sebagai kakak ipar (Minang: "Mamak Rumah") dari Sultan Sri Maharaja Diraja ( 1101-1149 ), karena adik beliau menjadi isteri pertama (Parama-Iswari) dari Raja Minangkabau tersebut. Oleh karena itu pula "Mamak kandung" dari Datuk Nan Baduo.


Pengawal-pengawal Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Utan, dan Anjieng Mualim[4] menerima warisan ilmu silat sebahagian besarnya dari Ninik Datuk Dirajo; meskipun kepandaian silat pusaka yang mereka miliki dari negeri asal masing-masing sudah ada juga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa keempat pengawal kerajaan itu pada mulanya berasal dari berbagai kawasan yang berada di sekitar Tanah Basa (= Tanah Asal) , yaitu di sekitar lembah Indus dahulunya.[5]


Kucieng Siam, seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kucin-Cina (Siam); Harimau Campo, seorang pengawal yang gagah perkasa, terambil dari kawasan Campa ; Kambieng Utan , seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kamboja, dan Anjieng Mualim, seorang pengawal yang datang dari Persia/Gujarat.


Sehubungan dengan itu, kedudukan atau jabatan pengawalan sudah ada sejak nenek moyang suku Minangkabau bermukim di daerah sekitar gunung Merapi di zaman purba; sekurang-kurangnya dalam abad pertama setelah timbulnya kerajaan Melayu di Sumatera Barat.


Pemberitaan tentang kehadiran nenek moyang (Dapunta Hyang) dimaksud telah dipublikasikan dalam prasasti "Kedukan Bukit" tahun 683 M, yang dikaitkan dengan keberangkatan Dapunta Hyang dengan balatentaranya dari gunung Merapi melalui Muara Kampar atau Minang Tamwan ke Pulau Punjung / Sungai Dareh untuk mendirikan sebuah kerajaan yang memenuhi niat perjalanan suci missi. Dimaksud untuk menyebarkan agama Budha. Di dalam perjalanan suci yang ditulis/ dikatakan dalam bahasa Melayu Kuno pada prasasti tsb dengan perkataan : " Manalap Sidhayatra" (Bakar Hatta,1983:20), terkandung juga niat memenuhi persyaratan mendirikan kerajaan dengan memperhitungkan faktor-faktor strategi militer, politik dan ekonomi. Kedudukan kerajaan itupun tidak bertentangan dengan kehendak kepercayaan/agama, karena di tepi Batanghari ditemukan sebuah tempat yang memenuhi persyaratan pula untuk memuja atau mengadakan persembahan kepada para dewata. Tempat itu, sebuah pulau yang dialiri sungai besar, yang merupakan dua pertemuan yang dapat pula dinamakan "Minanga Tamwan" atau "Minanga Kabwa".


Akhirnya pulau tempat bersemayam Dapunta Hyang yang menghadap ke Gunung Merapi (pengganti Mahameru yaitu Himalaya) itu dinamakan Pulau Punjung (asal kata: pujeu artinya puja). Sedangkan kerajaan yang didirikan itu disebut dengan kerajaan Mianga Kabwa dibaca: Minangkabaw.


Asal usul Silat Minangkabau


Minangkabau secara resmi sebagai sebuah kerajaan pertama dinyatakan terbentuknya dan berkedudukan di Pariangan, yakni di lereng Tenggara gunung Merapi.


Di Pariangan itulah dibentuk dan berkembangnya kepribadian suku Minangkabau. Pada hakikatnya kebudayaan Minangkabau bertumbuhnya di Pariangan; bukan di Pulau Punjung dan bukan pula di daerah sekitar sungai Kampar Kiri dan Kampar kanan.


Bila orang mengatakan Tambo Minangkabau itu isinya dongeng itu adalah hak mereka, meski kita tidak sependapat. Suatu dongeng, merupakan cerita-cerita kosong. akan tetapi jika dikatakan Tambo Minangkabau itu Mitologis, hal itu sangat beralasan, karena masih berada dalam lingkungan ilmu, yaitu terdapatnya kata "Logy". Hanya saja pembuktian mitology berdasarkan keyakinan, yang dapat dipahami oleh mereka yang ahli pula dalam bidang ilmu tersebut. Ilmu tentang mitos memang dewasa ini sudah ditinggalkan, karena banyak obyeknya bukan material; melainkan "SPIRITUAL". walaupun demikian, setiap orang tentu mempunyai alat ukur dan penilai suatu "kebenaran" , sesuai dengan keyakinan masing-masing. Apakah sesuatu yang dimilikinya ditetapkan secara obyektif, misalnya ilmu sejarah dengan segala benda-benda sebagai bukti yang obyektif dan benar; sudah barang tentu pula mitologi juga mempunyai bukti-bukti yang obyektif bagi yang mampu melihatnya. Bukti-bukti sejarah dapat diamati oleh mata lahir, sedangkan mitologi dapat diawasi oleh mata batin. Contoh: Pelangi dapat dilihat oleh mata lahir, sedangkan sinar aureel hanya bisa dilihat oleh mata batin. demikian juga bakteri yang sekecil-kecilnya dapat dilihat oleh mata lahir melalui mikroskop, akan tetapi "teluh" tidak dapat dilihat sekalipun dengan mikroskop; hanya dapat dilihat oleh mata batin melalui "makrifat".


Karenanya mengukur dan menilai Tambo tidak akan pernah ditimbang dengan ilmu sejarah dan tak akan pula pernah tercapai. Justeru karena itu mengukur Tambo dan sekaligus menilainya hanya dengan alat yang tersendiri pula, yaitu dengan keyakinan yang berdasarkan kenyataan yang tidak dapat didustakan oleh setiap pendukung kebudayaan Minangkabau.


https://www.kaskus.co.id/show_post/000000000000000402532758/137


List:


https://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000007693114/ranah-minangkabau-dalam-mistis-dan-mitos/


Catatan : Keterangan dalam kurung [] dibuat oleh Kamang Darussalam.


________________________________


Catatan Kaki:


[1] Sultan Maharajo Dirajo, Datuak Suri Dirajo
[2] Perkiraan tahun yang acap kita temui dalam pembahasan mengenai Tambo, tarikh, ataupun sejarah Minangkabau baiknya kita sikapi dengan arif dan bijak. Sebab beberapa orang berpandangan bahwa umur atau usia dari Kebudayaan Minangkabau jauh lebih tua dari yang diperkirakan oleh beberapa orang ahli tersebut. Ada yang berpandangan Kebudayaan Minangkabau telah ada, berkembang, dan berjaya di abad sebelum Masehi. Bahkan ada yang lebih jauh berpandangan bahwa Kebudayaan Minangkabau bermula dari penyebaran anak-anak Nabi Nuh A.S selepas banjir besar melanda seluruh permukaan bumi.
[3] Lubuak Aka, Lautan Budi maksudnya orang yang dalam, luas ilmu pengetahuannya serta arif lagi bijaksana
[4] Kuciang Itam, Harimau Campo, Anjiang Mu'alim, & Kambiang Utan
[5] Sekali lagi kita harus arif dan bijak dalam menyikapi makna dari "Tanah Basa" yang merupakan tanah (negeri) asal Orang Minangkabau yang saat ini masih dilingkupi misteri. Karena menduga dan beranggapan bahwa Minangkabau pada masa dahulunya mendapat pengaruh yang kuat dari agama dan kebudayaan Hindu-Budha maka banyak diantara para ahli menafsirkan Tanah Basa ialah India yang pada saat itu kebudayaannya sudah sangat maju yang mana merupakan negeri asal dari kedua agama tersebut. Namun beberapa yang lain berpandangan karena mengingat asal usul dari orang Minangkabau tak lepas dari Sulthan Iskandar Zulkarnain yang sangat luas kekuasaannya maka orang Melayu yang kemudian bernama Minangkabau ini merupakan percampuran keturunan dari berbagai bangsa yang menjadi laskar (tentara) Sulthan Zulkarnain. Ada yang beranggapan bahwa daerah asal orang Minangkabau ialah Timur Tengah sekarang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum