Langsung ke konten utama

13. Sejarah Adat Minangkabau: Minangkabau tak-Tertaklukan

Kejayaan Masyarakat Hukum Adat di Minangkabau di samping hasil bumi yang melimpah juga adatnya yang secara sempurna berintegrasi dengan Islam dan teruji mampu mengatur tertib sosialnya. Hasil bumi yang melimpah di samping emas, kampher dan lada (merica) menarik perhatian dunia. Kerajaan Singhasari di bawah pemerintahan Raja Kartanegara dalam versi sejarah kolonial berniat menguasai Minangkabau setelah menaklukan Sriwijaya dan Jambi, karena ingin merebut emas dan hasil bumi. Disebutkan Wismarupa Kumara membawa pasukan Singhasari melakukan ekspansi menyisir wilyah Dharmasraya. Namun dalam perjalanan, pasukannya dihadang antar Sijunjung dengan Dharmasraya, sekitar Tanah Badantuang sekarang dan dihabisi di Padang Sibusuk, sehingga mayat membusuk tidak terkuburkan menjadi bagian monografi Padang Sibusuk Nagari Langgam Nan Tujuah Koto Piliang itu. Peristiwa itu disebut Ekspedisi Pa-Malayu I, tahun 1275 M.


 Dalam fakta sejarah di Dharmasraya, perintah Kartanegara untuk datang ke Minangkabau Timur di Kerajaan Melayu Sumatera (Swarnabhumi) di Dharmaraya, justru bukan untuk melakukan penaklukan, tetapi hendak mengantar patung Amoghapasa yang pada tahun 1286 ditempatkan di Padang Roco Siguntur – Dharmasraya. Patung itu sebagai hadiah dari Kartenegara kepada kepada Srimat Tribhuanaraja Mauliwarmadewa raja Kerajaan Melayu Swarnabhumi di Dharmasraya yang sedang naik daun. Ketika itu Sriwijaya yang sejak awal mengintegrasikan Dharmasraya dan Jambi sejak awal berdirinya 650 M, mengalami proses keruntuhanya akibat serang raja Chola dari India tahun 1025  dan bubar tahun 1377. Sejak akhir abad ke-13 seluruh kekuasaan Sriwijaya termasuk Jambi dengan seluruh aset kerajaan dipindahkan kembali ke Dharmasraya seperti semula berdiri abad ke-4 M. Karena Dharmasraya maju, maka hadiah Kartanegari berupa Amoghapasa tadi “ada udang di balik batu”. Sebenarnya Kartanegara ingin meminta bantuan Kerajaan Melayu Swarnabhumi di Dharmasraya dalam menghadapi agresi Mongol dari Cina yang hendak penaklukan Singasari di Jawa.


Kartanegara kemudian mengutus Mahesa Anabrang dan Wismarupa Kumara ke Dharmasraya. Mahesa yang karena ketokohanya mirip Adwaya Brahman atau Adwayawarman yakni ayah dari Adityawarman, disebut tadi hendak menaklukan Kerajaan Melayu Dharmasraya atas perintah Kartanegara, justru terjerat strategi kawin politik bagi perluasan kerabat Minangkabau. Artinya kedatangan Mahesa menjadi kunjungan persahabatan yang kemudian terjerat cinta gadis di sana, buktinya Dharmasrya merestui dua gadis cantiknya dibawa Mahesa ke Singosari menyusul hadiah patung Amoghapasa. Dua gadis itu Dara Jingga dan Dara Petak. Lebih irosnis lagi sampai di Singasari Raja Kartanegara yang mengutusnya tadi didapati sudah tewas, bahkan Singasari sudah dimusnah Raja Kediri Jayakatwang melalui pemberontakannya. Namun nasib Jayakatwang tak lebih baik, karena menggunting dalam lipatan ia sendiri tewas pula dibunuh tentara Mongol.


Adalah Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara memanfaatkan prajurit Mongol untuk menumpas pemberontakan Jayakatwang. Setelah pemberontakan berhasil ditumpas, Raden Wijaya berbalik arah mengusir Mongol dan mendirikan Kerajaan Mapahit pada tahun1293. Raden Wijaya mempersunting Dara Petak adik Dara Jingga dan Dara Jingga sendiri dinikahi ayah Adityawarman yakni Adwayawarman.


            Pada tahun 1343 M, Maharaja Majapahit ketiga (1328-1351) Dyah Gitarja (Tribhuwana Wiayajatunggadewi putri Raden Wijaya dan Gayatri) memerintahkan Adityawarman untuk menaklukan Nusantara bagian Barat yang dikenal juga dengan  Ekspedisi Pa-Melayu II. Setelah menaklukan Bali, Adityawarman yang dibantu oleh Gajah Mada pada tahun 1345, justru Adityawarman pulang ke Dharmasraya dan menjadi Raja di Kerajaan Melayu Sumatera itu. Kemudian memindahkan Kerajaan ke Saruaso dengan menggabungkan beberapa kerajaan lama (Bungo Setangkai dan Dusun Tuo) kemudian menamakan kerajaan itu dengan nama Kerajaan Malayapura pada tahun 1347, oleh Majapahit disebut menaklukkan Minangkabau. Kemudian Adityawarman mengkonsolidasi wilayah sampai ke Kesulthanan Kuntu Darussalam (sekarang di wilayah Riau) dan Kerajaan Aru Barumun (sekarang di wilayah Sumatera Utara).


Sekembalinya dari Kuntu dan Aru Barumun, Adityawarman dipandang arogan dan kejam serta tak disukai rakyat Minangkabau yang sudah memeluk Islam. Oleh karena itu ia dicegat di sebuah sungai dan dibawa ke meja perundingan. Perundingan itu disebut  oleh Asbir Dt. Mangkuto dengan Perjanjian Shahifah Atar (Perjanjian Bukit Atar) di Tanah Datar. Inti dari perjanjian tersebut adalah Niniak Mamak Minangkabau memberikan kewenangan kepada Adityawarman untuk menjadi Sri Maharaja Diraja hanya berkuasa di wilayah rantau Minangkabau. Sedangkan Nagari diatur oleh Masyarakat Hukum Adat dipimpin oleh penghulu. Adityawarman sebagai raja tidak boleh memasuki nagari tampa seizin penghulu. Sejak itulah Luhak bapangulu- Rantau Barajo.


Bagi Adityawarman pembatasan kekuasaan rajo hanya untuk rantau, bisa diterimanya, yang penting ia dapat menjadi Sri Maharaja Diraja. Tidak lama Kerajaan Malayapura di Saruaso dirubah menjadi Kerajaan Minangkabau dipusatkan di Ulak Tanjuang Bungo, kawasan Kerajaan Bukik Batu Patah dahulu, sekarang dikenal Pagaruyuang. Sistem pemerintahannya kombinasi sistem Majapahit dan sistem Kerajaan Melayu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum