Langsung ke konten utama

PPAM: SEBELUM ISLAM MASUK

Berdasarkan keterangan Tambo Alam Minangkabau, adat Minangkabu sudah dimulai sejak zaman Si Srimaharaja Diraja, salah seorang dari tiga titisan darah Iskandar Zulkarnain (ahlu l-bait). Dua orang lainnya juga disebut dalam Tambo Adat dan Tambo Alam Minangkabau, seperti keterangan terdapat dalam Tambo “Alam Surambi Sungai Pagu”[1] sbb:


Seorang bernama //12 Si Maharaja Alif, seorang bernama Si Maharaja Dipang nan seorang bernama //13 Si Maharaja Diraja, ialah anak raja Iskandar Zulkarnain // 14 Khalifatullah Makuta Alam Johan berdaulat  bi inayat Allāh. // 15 taslim bi Allāh ta’alā. ‘Alam dawam bi barakati Muhammad saiyidillāh bait ya rabb al-‘alamīn. Maka terkabarlah bau yang harum merasuk yang asli.


Dua saudara tadi Si Maharaja Alif dan Si Maharaja Depang menyebar ke Negeri Ruhun dan Cina, sementara Si Srimaharaja Diraja ke Minangkabau (ketika itu belum bernama Minangkabau, tetapi wilayahnya luas, seluas daerah Rumpun Melayu nusantara). Mereka ialah ahl l-bait (penguhuni baiti). Ahlu l-bait itu seperti tadi disebut.


Irwansyah Datuk Katumanggungan, berdasarkan Tambo menyebut Iskandar Zulkarnain dan keturunannya termasuk ahlu l-biat.  Mereka ialah mulai dari Adam A.S. Khlaifah Allah, diteruskan Zis (anak ke-39 Adam as) sampai akhirnya ke masa Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW ini ialah Rasul Allah nabi terakhir, penutup segala nabi. Pewarisnya ialah ulama. Tambo Alam Surambi Sungai Pagu tadi menyebut keberkatan “Muhammad saiyidillāh bait” (Muhammad ialah penghulu ahlu l-bait) atau istilah lain dalam Islam “Muhammad Saiyidu l-anam” (Muhammad itu penghulu segala manusia).


Keturunan ahlu l-bait lebih jauh melanjutkan Sako Pusako kaum Siti Hawa, turun ke Banuun sampai ke Puti Indo Jalito, induak dari Dt. Katumanggungan. Sejak itu orang Minangkabau sudah punya adat usali (asli) yang kuat. Sampai sekarang adat Minang disebut Inyiak DEER (DR.HAKA, ayah Buya Hamka) sebagai adat mu’tabarah (dapat dipegang). Inyiak DEER bekrata:


   العادة المعتبرة ماكانت في زمن النبوة والا فلا اعتبار لها


(Al-‘Adat al-mu’tabarah ma kanat fi zamani l-nubuwah wa illah fala i’tibarun laha, artinya: adat yang dipegang itu sudah pernah dipakai sejak masa kenabian, karenanya tidak ada alasan untuk tidak menjadikannya sebagai pedoman). Masa kenabian dimaksud adalah sejak masa Nabi Adam AS sampai kepada Nabi terakhir Nabi Muhammad SAW. Tegasnya sejak Nabi Adam disebut ahlu l-bait itu, adat usali yang dipakai ini sudah ada.


Dari substansi pemikiran ini pula satu sisi dapat diyakni, bahwa nama Minangkabau berakar dari kata keberimanan orangnya sejak masa Nabi Adam AS. Artinya nama Minangkabau berasal dari ungkapan: مؤمنا كنبوي (mukminan kanabawi, dibaca mukminangkanabawi), maknanya “orang beriman seperti umat pada zaman nabi-nabi”. Zaman nabi itu eranya sudah dimulai sejak Adam Khalifatullah sampai nabi/ rasul khatam al-anbiya’ (nabi terakhir) Muhammad SAW. Keturunan yang beradat sejak masa kenabian tersebut disebut ahli l-bait. Kemudian ucapan frasa mukminangkanabawi mengalami perubahan yakni menjadi “Minangkabau”.


_______________________________________


Catatan Kaki:


[1] Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu terletak di Solok Selatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan ...

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6...

Perihal Engku dan Encik

[caption id="attachment_894" align="alignleft" width="300"] Rumah Gadang yang telah Ditinggalkan di Nagari Kamang ini. Begitulah adat dan agama dianggap telah usang bagi yang muda-muda. Ditinggalkan dan dibenci. Taratik tak ada, kurang aja merajelala..[/caption] Beberapa masa yang lalu salah seorang anak bujang nan keren dan sangat gaul gayanya memberi pendapat terhadap tulisan kami di blog ini. Apa katanya “ engku encik tu ndak bahaso kamang tu doh tuan, tukalah jo nan labiah sasuai. .” Ah.. panas kepala ini dibuatnya, sesak dada kami dibuatnya, dan rusak puasa kami jadinya. Begitulah anak bujang sekarang, tak diajari oleh induaknya tak pula mendapat pengajaran dari mamaknya. Orang sekarang dalam mendidik anak ialah dengan mampalapehnya saja. Apalagi banyak orang tua yang mengidolakan ( tak e nyehan [1] ) anaknya, segala ucapan dan kelakuan anak ialah baik menurut keluarganya. Terlebih lagi bagi anak bungsu dan tongga babeleng [2] . Raso jo pareso, ...