Maninjau padi lah masak
Batang kapeh batimba jalan
Hati risau di baok galak
Bak paneh manganduang hujan
Pantun tersebut terucap dari mulut inyiak[1] kami tatkala berkisah mengenai kenangan masa bujangnya dahulu. Semula ia melihat telpon genggam nan sedang kami pegang tatkala mengawani beliau berkisah. Lalu terucaplah rasa kagum dari mulut beliau "Sungguh ada-ada sahaja orang sekarang, sampai ke Amerika orang tersambung dibuatnya.."
Lalu mulailah beliau menyenandungkan pantun tersebut "Dahulu telah ada kawat nan melintang di kampung kita. Kawat itu digantungkan di Batang Kapeh[2] di sisi kiri dan kanan jalan. Itulah ia nan disebutkan dalam pantun itu.."
Kami cukup takjub dengan penjelasan inyiak kami itu. Pertama, Orang Belanda menanam Batang Kapas di kiri kanan jalan sebagai pengganti tiang telpon, bukan menebangnya lalu menancapkannya di tempat yang hendak mereka pasangi kawat. Terkenang kami dengan salah satu gerakan yang mengambil Tajuk: Bersahabat dengan Alam.
Kedua, Karena negeri kami ini hanyalah sebuah kampung di pedalaman Pulau Andalas, tak terfikirkan oleh kami telah ada pula telpon masuk semenjak zaman kolonial. Setahu kami, baru pada tahun 1990an jaringan telpon masuk secara terbatas ke kampung kami.
Kata inyiak kami, telpon itu dipakai di kantor pemerintah masa itu. Salah satunya ialah Kantor Polisi nan terdapat di kampung kami.
Adakah tuan mendapat kisah perihal jaringan telpon di kampung kita masa kolonial, serta letak kantor polisi itu?
______________________________________
Catatan Kaki:
[1] Inyiak berarti kakek, orang Minangkabau memiliki beragam panggilan selain inyiak yang banyak dipakai di Luhak Agam juga ada Datuk atau Atuak yang banyak dipakai di Luhak Limo Puluah Koto. Juga ada antan dan entah apa lagi..
[2] Batang Kapas
Komentar
Posting Komentar