Langsung ke konten utama

16. Undang & Hukum Adat Minangkabau: Filsafat, Ideologi, & Teologi Adat Minangkabau

Filsafat berasal adalah bahasa Arab falsafah artinya hubb al-hikmah (cinta hikmah/ kebijaksanaan, kebenaran). Asal katanya dari bahasa Yunani philosphia, terdiri dari dua katan(1) philein (mencintai) atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan (2) sophia (kebijaksanaan, kearifan, kebenaran). Jadi filsafat dari asal kata Yunani ini adalah cinta kebijaksanaan.


Aristoteles[1] mengatakan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang asli. Kebenaran yang asli adalah dari Allah (Tuhan). Orang Minangkabau menyebut kebenaran itu dengan bana (benar), yang bana itu tegak dengan sendirinya, tentulah kebenaran dari Tuhan.


Secara sederhana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, falsafah bermakna aggapan, gagasan dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang secara individu atau masyarakat yang menjadi pandangan hidup mereka. Kumpulan dari gagasan, pemikiran yang mendalam dan keyakinan yang  telah ditata dan disusun secara sistematis dikenal dengan istilah “ideologi” (ideologi). Ideologi juga berasal dari bahasa Yunani terdiri dari suku kata idea dan logos. Idea berarti mengetahui pikiran, melihat dengan budi. Logos artinya gagasan dan logika. Jadi Ideologi dapat diartikan kumpulan ide, gagasan, pemahaman, pendapat dan pengalaman. Dari pengertian ini bahwa falsafah dan ideologi merujuk isi dan inti yang sama. Kalau Ide melihat dengan budi, maka budi, bagi orang Minang, berada pada “ranahhakikat yang menempati posisi “adat nan diadatkan”. Normanya, hakikat landasan budi, lubuak aka tepian budi/ aka indak parnah tatumbuak/ budi indak parnah tajua (lubuk akal tepian budi/ akal tidak pernah mentok/ budi tidak pernah terjual). Norma ini menunjukkan teologi orang Minang yang didirikan di atas dasar ketuhanan dengan kekuata Iman Tauhid yang kuat dan kesalehan ibadat dan kesalehan sosial yang disebut ihsan. Teologi juga bahasa Yunani yang berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan. Dalam Islam disebut akidah iman tauhid yang di Minangkabau sudah menjadi dasar adatnya sejak masa kenabian.


Teologi adat yang benar, prakteknya menunjukan prilaku Ihsan. Prilaku ihsan dalam sikap berhubungan dengan Tuhan, di mana dan kapan saja Tuhan hadir dalam hidup dan dalam semua aspek kehidupannya. Prilaku ihsan dalam kehidupan Masyarakat Hukum Adat, “seseorang tidak hanya lagi memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi sudah memikirkan kepentingan temannya yang dalam pemenuhannya seperti pemenuhan kebutuhan dirinya sendiri itu bahkan mendahulukan kepentingan temannya dari kebutuhan dirinya sendiri secara ikhlas”. Terisrat dalam norma adat: Jikok cadik kawan barunding, jikok bodoh disuruh diarah (jika cerdik teman berunding, jika bodoh disuruh diarah). Artinya Sahabat yang tulus ikhlas dan suka membantu temannya seperti membantu dirinya sendiri. Praktek ini pastilah berdasarkan landasan Iman tauhid yang kuat. Iman tauhid yang kuat memberikan energi kendali dan kesalehan sosial mengangkat martabat yang nilainya bersumber dari filosofi ABS – SBK dilaksanakan dengan komitmen SM-AM (Syara’ Mangato Adat Mamakai), dan ATJG (Alam Takambang Jadi Guru) sebagai filasafat alam (kosmologi, kauniyah) yang mencirikan orang Minangkabau.


Secara utuh Filsafat adat Minangkabau dapat dilihat dalam dua bentuk:




  1. Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) yang diamalkan dengan komitmen: Syara’ Mangato-Adat Mamakai (SM-AM), Syara’ nan Qowi-Adat nan Lazim, Adat Nan Bapaneh/ Syara’ Nan Balinduang, adat tubuh dan syara’ nyawa/ roh.

  2. Alam Takambang Jadi Guru (ATJG), menawarkan kearifan-kearifan alam.


Sejak adat Minangkabau menyatu dengan Syari’at Islam, yang ditandai dengan deklarasi Sumpah Satie Bukik Marapalam, maka ideologi dan akidah (teologi) adat Minangkabau adalah Islam. Semua tatanan kehidupan, undang, hukum, dan prilaku kehidupan masyarakat Minangkabau harus mengacu ke akidah, syaria’t Islam dan akhlak karimah. Tidak satupun undang dan hukum adat Minangkabau yang bertentangan dengan ajaran Islam. Semua tatanan, udang, hukum adat, prilaku dan tradisi Minangkabau yang bertentangan dengan Islam harus perbaiki dan/ atau ditinggalkan sama sekali.


Udang dan hukum adat Minangkabau dibangun atas lima dasar, sehingga sering disebut dengan Kato Adat Nan Limo Rupo:




  1. Suri-Tauladan, adalah prilaku dan amal perbuatan yang sopan serta sikap dan buah tutur bahasa yang santun—budi baik, baso endah (katuju, rancak) yang dapat dijadikan contoh—ambiak contoh ka nan sudah, ambiak tuah ka nan manang.

  2. Ukua-jo-Jangko, adalah ketentuan yang menjadi ukuran (ukua) dan atau berjangka (jangko) yang seimbang dan berimbang. Ukua jo jangko kok indak tarang, susunan niniak moyang kito.

  3. Barih-Balabeh, adalah sesuatu yang telah digariskan dan ditentukan oleh pemimpin dari zaman dahulu yang nilainya terdapat dalam norma petatah berikut:


Niniak moyang di duo koto mambuek barih jo balabeh
 Bulek dek tuah lah sakato, nak tantu hinggo jo bateh.
Pulai batingkek naiak, maninggakan ruweh jo buku,
Manusia batingkek turun, maninggakan barih jo balabeh




  1. Cupak-Gantang, adalah norma pengukur. Gantang alat sukatan isinya8 kg; satu gantang setara dengan 4 cupak; cupak mengukur isi. Cupak terbuat dari tempurung, dan lazimnya terbuat dari batuang yang tebal. Pepatah Manangkabau mengungkapkan bahwa cupak sapanjang batuang. Artinya, cupak seukuran antara dua ruas bambu. Cupak usali (asli) berisi 12 tail. Diangkapkan bahwa gantang nan papek/ bungka nan piawai. Cupak yang diambil di antara dua ruas bentung tersebut adalah simbol kata mufakat (sepakat)—Tuah kato dek mufakat. Oleh karena itu, cupak usali (asli) disebut juga dengan cupak teladan. Diungkapkan dapal petatah-petitih “gantang nan papekbungka nan piawai, nan batiru-batuladan, nan balukih-balimbago.

  2. Bungo-Naraco, adalah norma pengukur yang menunjukan hukum adat Minangkabau cukup fleksibel, tidak kaku. Ibarat batang berbunga, tetapi tidak keluar dari ukurannya (naraco, seimbang dan berimbang). Artinya, batang atau pokok hukum sudah ditetapkan, jika ada pemahaman yang luas seperti menambah, babungo (berbunga), namun bungo tersebut tidak akan keluar dari batang atau pokok yang dapat diukur dengan neraca adat.


 


Sajak mulo nagari dihuni
Adaik nan lazim nan bapakai
Sauai syara’ nan kawi.


Nan satitiak jadikan lawik
Nan sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadikan guru.


Bungka ganok manahan cubo
Ameh batu manahan uji
 Naraco pantang bapaliang
 Anak nagari sakato hati
 Satapak bapantang suruik Salangkah pantang kembali.


_________________________

Catatan Kaki:

[1] Merupakan seorang filsuf Yunani Kuno, murid dari Plato (Plato ialah murid dari Socrates) dan merupakan guru bagi Alexander Agung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum