Langsung ke konten utama

24. Undang & Hukum Adat Minangkabau: Hukum Ilmu, Hukum Bayyinah, Hukum Kurenah, & Hukum Perdamaian

Hukum Ilmu


            Seorang penghulu (hakim) dalam penyelesaian suatu perselisihan atau sengketa harus berdasarkan kepada ilmu. Artinya harus mempunyai  pengetahuan (ilmu) tentang  Adat dan Syarak,  khususnya yang berkaitan dengan persoalan atau objek apa  yang disengketakan. Misalnya mengetahui seluk beluk  para pihak , begitu pula seluk beluk objek yang disengketakan serta aturan dan ketentuan-ketentuan adat yang berkaitan dengan sengketa tersebut.


 Hukum Bayyinah


            Seorang Penghulu (hakim) dalam menyelesaikan suatu  sengketa yang terjadi antara dua pihak, karena sulit untuk membuktikan kebenaran diantara pihak yang bersengketa maka penghulu (hakim) mewajibkan  kepada salah satu pihak yang bersengketa untuk bersumpah (Bayyinah).


 Hukum Kurenah


Seorang Penghulu dalam menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi diatara para pihak harus mengetahui tentang  kurenah atau perangai (fiil)  dari pihak-pihak yang bersengketa selama  mereka  hidup bermasyarakat. Karena dengan  mengetahui  kurenah seseorang akan diperoleh suatu petunjuk, bukti serta keterangan yang  dapat dijadikan dasar untuk   menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ketentuan adat tentang ini mengatakan “Kurenah manunjuakkan laku “.


 Hukum Perdamaian.


            Adalah cara penyelesaian suatu perselisihan yang khusus terjadi diantara para pihak yang mempunyai  hubungan kekeluargaan yang disebut dengan “ Urang nan  sa itiak sa ayam, Urang nan  sahino samalu. Urang nan Sabarek saringan. Kok malu alun babagi. Kok suku alun baranjak“ (badunsanak). Cara penyelesaiannya dengan mendamaikan diantara mereka yang bersengketa, tanpa mempersoalkan siapa yang benar dan siapa yang salah, karena mereka badunsanak. Ketentuan adat  tentang hal  ini mengatakan “ Kok  gadang dipaketek. Kok  ketek dihabisi. Kok bangkak di lampok. Kok luko di ubek “ dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum