Langsung ke konten utama

22. Limbago Adat Minangkabau: Rajo Tigo Selo

RAJO TIGO SELO


Walaupun istiah Rajo Tigo Selo lebih pupuler dikaitkan dengan struktur Kesulthanan Minangkabau (Kerajaan Pagaruyuang), namun prinsip dan konsep ini tetap berlaku dan diterapkan dalam sistem Limbago Adat Minangkau di nagari, baik yang ada di Luhak Nan Tigo maupun di Rantau. Dalam konteks Kesulthanan Miniangkabau, Rajo Tigo Selo adalah kepemimpinan kolektif antara Rajo Alam, sebagai pucuk pimpinan Kesulthanan, Rajo Adat sebagai pucuak pimpinan dalam urusan adat, dan Rajo Ibadat pucuak impinan dalam urusan agama (Islam). Untuk membuat keputusan tekait adat, Rajo Alam tidak bisa membuat keputusan sendiri tanpa konsultasi dan masukan dari Rajo Adat. Begitu pula dalam urusan agama, Rajo Alam harus mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari Rajo Ibadat sebelum mebuat keputusan. Dengan demikian, semua keputusan dibuat secara kolektif oleh tiga unsur dalam Limbago Rajo Tigo Selo.


Dalam konteks nagari, peran Rajo Alam berada pada tangan Pangulu, peran Rajo Adat dipegang oleh Manti yang membantu Pangulu dalam segala urusan adat, sedangkan peran Rajo Ibadat dilakukan oleh Malin. Namun dalam konteks nagari, fungsi pertahanan, pengamanan dan ketertiban nagari dilakukan oleh wadah tersendiri yang disebut dengan Dubalang. Dalam petatah-pentih adat diungkapkan bahwa Pangulu tagak di pintu adat-Manti tagak di pintu susah-Malin tangak dipuntu agamo-Dubalang tagak di pintu mati. Artinya semua urusan terkait adat di nagari berada ditangan Pangulu yang dibantu oleh Manti; semua urusan agama (Islam) diurus oleh Malin; sedangan urusan pertahanan, keamatan dan ketertiban adalah tanggung jawab Dubalang. Karena sub-sistemnya berjumlah 4 (empat) komponen, Limbago di nagari disebut dengan Urang Ampek Jinih.


Rajo Alam adalah pimpinan tertinggi dalam setiap tingkatan dalam adat Miangkabau yang dikatakan sebagai “rujukan alam”. Ia adalah Pangulu yang berbudi dan ‘alim yang sering disebut Pangulu Nan Babudi (‘alimun) yang memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas. Pangulu adalah pemimpin tertinggi dalam kelompok sosialnya yang bertanggung jawab memegang, menyimpan dan memelihara sagalo buek (kata mufakat). Pengulu juga merupakan muara seluruh urusan yang ada dalam kelompok sosialnya. Dalam sebuah kaum, yang berperan sebagai Rajo Alam adalah Pangulu Kaum; dalam kampung/ jorong, Raja Alam adalah Pangulu kampuang/ jorong, sementara dalam suku, Rajo Alam adalah Pangulu Suku, sedangkan dalam nagari, Rajo Alam adalah Pangulu Pucuak.


Rajo Adat adalah unsur pimpinan adat Minangkabau yang menjadi rujukan adat yang  perannya dimainkan oleh Manti. Disamping memiliki pengatahuan adat dan yang luas dan mendalam, Manti harus cerdas dan memiliki keterampilan teknis dalam urusan adat dan administrasi nagari. Sebagai Pasak Jalujua ia adalah pejabat adat yang bertugas memimpin dan mengurus urusan mu’alah dan aktivitas masyarakat sehari-hari. Dalam sebuah kaum peran Rajo adat dimainkan oleh Manti; pada tingkat kampung atau jorong, peran Rajao Adat dipegang salah seorang oleh Pengulu Kaum; pada tingkat suku peran Rajo Adat dipegang oleh seorang Pangulu Kampung; sedangkan pada tingkat Nagari, peran Rajo Adat dimainkan oleh salah seorang Pangulu dari Ampek Suku.


Rajo Ibadat adalah usur pimpinan adat Miangkabau yang menjadi rujukan syara’ (Syariat Islam). Karena fungsinya sebagai rujukan untuk semua urusan keagamaan, maka Rajo Ibadat mesti memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam dalam hal Syariat Islam. Peran Rajo Ibadat dipegang oleh Malin yang menjadi pasak kunci dari segala urusan agama. Dalam sebuah kaum yang memainkan peran Raja Iabadat adalah Malin. Pada tingkat kampung/ jorong peran Rajo Ibadat dipegang oleh salah seorang Pangulum Kaum. Pada tingkat suku, yang menjadi Rajo Ibadat adalah salah seorang Pangulu Kampuang, sedangkan pada tingkat nagari, Rajo Ibadat diperankan oleh salah seorang Pangulu dari Ampek Suku.


Dalam menjakankan tugas dan fungsinya, Rajo Ibadat yang diperankan oleh Malin dibantu oleh empat orang petugas fungsional yang disebut dengan istilah Urang Bajinih Nan Ampek. Meraka adalah Imam, Katik,[1] Bilal[2] dan Kadhi. Imam adalah petugas fungsional, Malin yang bertugas mengimami umat dalam berbagai praktek ibadah. Khatik adalah petugas fungsional Malin yang menjalankan tugas dalam hal pemberian fatwa, da’wah, pendidikan, dan pengembangan sumber daya manusia nagari. Bilal adalah petugas fungsional Malin yang bertugas melakukan seruan ibadah, khususnya yang mengumandang adzan. Sedangkan Kadhi adalah petugas fungsional Malin yang bertugas dalam hal pernikahan, perceraian (talak), dan rujuk.


Peranan Rajo Alam  yang dipegangoleh Pangulu baik pada tingkat kaum, kampuang, suku maupun nagari harus seorang Datuak. Sementara peran Rajo Adat yang dijabat oleh Manti, dan yang dipegang Rajo Ibadat (Malin) boleh seorang Datuk, namun dapat pula dijabat oleh orang yang bukan Datuak.  Sedangkan Dubalang yang bertugas dalam hal pertahanan, kemanan, dan ketertiban nagari bukan pemangku gelar Datuak.


Secara skematis, Limabgo Adat Miangkabau dapar digambarkan sebagai berikut



Dari skema diatas, terlihat bahwa Urang Ampek Jinih (Pangulu, Manti, Malin dan Dubalang) adalah urang nan bajinih. Seoang Pangulu dalam sebuah kaum adalah Datuak; seorang Manti dalam sebuah kaum bisa seorang Datuak, bisa bukan Datuak; seorang Malin bisa seorang Datuak bisa juga Datuak; dan seorang Dubalang bukan seorang Datuk. Seorang Pangulu dalam sebuah nagari mesti Datuak dalam sukunya; seorang Manti dalam sebuah nagari adalah Datuak dalam sukunya; Seorang Malin dalam nagari mesti Datuak dalam sukunya; sedangkan seorang Dubalang dalam nagari adalah Datuak dalam sukunya. Namun demikian, tidak semua Datuak dari sebuah suku menduduku jabat Pangulu, Manti, Malin, atau Dubalang dalam nagari.


            Berbeda dari Urang Ampek Jinih, Urang Jinih Nan Apek tidak harus seorang Pangulu (Datuak). Mereka adalah pejabat fungsional yang pembantu Malin pada tingkat nagari dalam urusan keagamaan (Islam). Secara umum, urusan keagamaan yang diurus oleh Urang Jinih Nan Ampek terdiri dari:


1) urusan Kepemimpinan umat dalam hal ibadah yang dijalankan oleh Imam,


2) urusan da’wah, pendidikan, dan penyampaian fatwa-fata agama Islam yang dilakukan oleh Katik,


3) urusan yang terkait dengan urusan seruan ibadah, khsusnya shalat yang dilakukan oleh Bilal, dan


4) urusan yang terkait dengan Pernikahan, Talaq (Cerai), dan Rujuk yang dilakukan oleh Kadhi.


__________________________


Catatan Kaki: 


[1] Khatib


[2] Bilal merujuk kepada sahabat nabi Bilal bin Rabah yang merupakan Mu’adzin pertama umat Islam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum