Langsung ke konten utama

27. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Kelahiran

HAKIKAT DAN FALSAFAH TATA UPUACARA ADAT


Pada dasar upacara ada yang dalam bahasa Minangkabau disebut alek  adalah ungkapan rasa syukur atas anugrah Allah S.A.W. Upacara-upacara tersebut terkait dengan berbagai keadaan yang dialami oleh anggota masyarakat sebagai sebuah siklus atau daur hidup yang sudah menjadi kententuan Allah S.W.T.


 


UPACARA KELAHIRAN


Upaca Kelahiran, dalam adat Minangkabau, tidak terlalu istimewa dibandingkan dengan Upaca Batagak Gala dan Upaca Perkawinan. Upacara kelahiran biasanya hanya melibatkan kelompok kecil, seperti kaum, dan suku, atau tetangga, tidak melibatkan masyarakat satu nagari. Dari sekian banyak rangkaian upacara adat kelahiran, ada beberapa yang paling menonjol dan sering dilakukan oleh masyarakat Minangkabau, antara lain: 1) Turun Mandi, 2) Aqiqah 3) Manjapuik Anak dan Maata Anak.


Turun Mandi (Bacungak) adalah upacara adat Minangkabau dalam rangka  mensyukuri anugrah Allah atas kelahirian seorang bayi dalam sebuah keluarga Minangkabau. Bentuk upacara yang diselenggarakan setelah anak berusia 40 hari ini adalah memandikan bayi di sungai dengan prosesi khusus. Ini adalah momen pertama seorang banyi dibawa keluar rumah setelah kelahirannya untuk diperlihatkan ke masyarakat ramai. Upacara Turun Mandi untuk anak laki-laki biasanya dilakukan pada hari genap usia bayi, sedangkan untuk anak perempuan diselenggarakan pada hari ganjil usia bayi.


Walaupun berbeda-beda dari satu nagari dengan nagari lainnya, upacara ini pada umumnya diselenggarakan pada pagi hari menjelang siang. Bako membawa kain balapak sebagai pembalut bayi, dan kaluang maniak-maniak untuk dipasangkan ke bayi, serta peralatan mandi lainnya untuk digunakan pada saat memandikan bayi. Pada saat bako memandikan bayi, ia menghanyutkan tampang kelapa yang sudah bertunas untuk diambil oleh ibu si bayi yang membawa tanguak. Bibit kelapa tersebut kemudian dibawa pulang dan ditanam ditempat yang telah ditentukan sebelumnya. Keluarga ibu si bayi biasanya membawa batiah bareh untuk dibagikan kepada masyarakat (khususnya anak-anak) yang menghadiri upacara Turun Mandi tersebut. Ada peralatan lain yang sering melengkapi upacara Turun Mandi: kain sigi buruk untuk dijadikan obor dan palo nasi, namun ini hanya perlengkapan untuk upacara Turun Mandi. Sebelum masuknya Islam, palo nasi yang dilumuri dengan darah ayam ini diletakkan pada beberapa di tempat jalan menuju sungai dengan keyakinan untuk memberi makan jin dan roh halus.


Aqiqah adalah upacara adat Minangkabau yang merupakan pelaksanaan sunnah Raullah S.A.W:


Semua anak bayi tergadai dengan aqiqahnya yang pada ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya” (Shahih HR Abu Daud: 2838; Tirmizi 1552, Nasa’i:7/166, Ibnu Majah: 3165; Ahmad: 5/7-8, 17-18,22).


Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkan semua gangguan darinya” (Shahih HR Bukhari:5472)


Bayi laki-laki diaqiqah dengan dua ekor kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing” (Shahih HR Ahmad:2/31, 158,251; Titmizi:1513; Ibnu Majah: 3163).


dan masih banyak lagi hadist yang menjelaskan tentang aqiqah.


Aqiqah biasanya diselenggarakan pada saat anak berusia 7 hari, atau 14 hari atau 21, atau 40 hari; namun ada juga yang melakukan aqiqah sebelum anak menikah. Upacara aqiqah dimulai dengan pemberitahuan kepada masyarakat (tetangga, kerabat dekat dan jauh) bahwa sebuah keluarga ingin melangsungkan aqiqah anaknya. Satu hari sebelum acara dilaksanakan dilakukan penyembelihan 1 ekor kambing untuk anak perempuan dan 2 ekor kambing  untuk anak laki-laki; kambing tidak boleh cacat atau sakit dan telah berusia 3 tahun.


Pada upacara aqiqah dilangsukan prosesi pemotongan rambut bayi (minimal 7 helai) dan pemberian nama untuk si bayi. Upaca yang dipimpin oleh pemuka agama (Ulama) ini dilanjutkan dengan makan bersama dan diakhiri dengan pembacaan do’a aqiqah sebagai pemohonan kepada Allah S.W.T agar anak menjadi anak sehat, shaleh/shalehah, mudah rezekinya, dan berbakti kepada orang tua, agama, dan bangsa. Pemotongan rambut ini ditafsirkan berkaitan dengan hadist diatas, “…dan hilangkan semua gangguan darinya”. Namun menaruh potongan rambut bayi diatas daun pisang yang penuh dengan bunga-bungaan, atau dimusukkan kedalam kelapa muda tidak kaitannya dengan nasib atau keberuntungan anak dikemudian hari.


Manjapuik jo Maanta Anak adalah tradisi adat Minangkabau yang memiliki nilai silaturahmim (jalinan kasih sayang), khsusnya dengan antara bako si bayi dengan anak pisanganya. Pada saat anak telah berusia 3 bulan, bako datang menjemput dan membawa bayi ke rumahnya. Biasanya dengan membawa kain balapak sebagai selimut bayi dan manik-manik dijadikan kalung bayi, sebagi ungkapan kasih sayang bako terhadap anak pisanganya. Bayi diinapkan di rumah bako 3 (tiga) hari untuk diperkenalkan dan didekatkan dengan keluarga bapak, khsusnya saudara-saudara perempuan bapak si bayi. Setelah tiga hari menginap di rumah bako, bayi diantarkan kembali oleh bako-nya ke rumah ibu sibayi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum