[caption id="attachment_617" align="alignright" width="300"] Hari yang telah beranjak siang, tengoklah engku dan encik sekalian. Betapa indahnya pemandangan di pagi hari.[/caption]
DIDIKAN SUBUAH. Engku dan encik sekalian tentunya pernah mendengar kata ini, dan kami yakin pastilah pernah melaluinya pula. Bangun dengan berat pada perak siang, dogoncang-goncangkan badan oleh orangtua, disiram dengan air, dimarah-marahi, dan lain sebagainya. Maklumlah engku, kalau kata orang yang ahli dengan ilmu kesehatan dan ilmu hayat (biologi) mengatakan kalau pada usia kanak-kanak dan remaja ada semacam hormon yang menyebabkan kita sangat berat sekali untuk bangun pagi perak siang.
Oleh karena itu dalam agama kita, Allah sangat menghargai dan memberikan pahala yang besar kepada anak muda yang bangun subuh untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Allah sangat cintakan anak muda yang rajin beribadah, begitulah kaji yang terdengar oleh kami engku dan encik sekalian.
Sebelum didikan sebuh, Guru Mengaji terlebih dahulu membagi anak didiknya untuk susunan acara pada pagi Ahad esok. Siapakah protokolnya atau MC kata orang sekarang, siapa pula pembaca Al Qur’annya, siapa pembaca Janji Didikan Subuhnya (masihkah engku dan encik sekalian ingat dengan janji ini. kami tidak berhasil mengingatnya dengan sempurna. Dapatkah engku dan encik menolong kami?), pembaca Adzan dan Iqamah, Bacaan Shalat, Ayat-ayat Pendek, dan lain sebagainya. Terakhir ialah amanat dari Guru Mengaji.
Pada pagi Ahad itu, surau-surau telah ramai oleh anak-anak. Ada yang telah bangun sempurna, setengah sadar, dan lain-lain kelakuan mereka. Masih terkenang oleh kami ada beberapa orang anak yang tangkarnya[1] minta ampun, bergelut di surau. Ada pula yang tatkala semua orang sedang khusyuk mengikuti acara didikan subuh, kemudian tiba-tiba terdengar bunyi kentut. Ada-ada saja engku dan encik sekalian.
Surau sudah memekak (ribut) akibat ulah anak-anak mengaji yang tangkar-tangkar ini. suara yang serak, melengking, pecah, dan beragam jenis suara tak menyenangkan lainnya riuh rendah di seantero kampung. Sebab mereka menggunakan mikrofon untuk membantu mengeraskan suara mereka.
Kesal mendengarnya? Iya engku, kesal sangat. Namun itu dahulu, sekarang?
[caption id="attachment_613" align="alignleft" width="300"] Tengoklah engku/encik sekalian, Permadani Alam di pagi hari. Dapatkah engku/encik menerka dimana kiranya gambar ini diambil?[/caption]
Selepas Didikan Subuh, ada yang langsung pulang ke rumah, namun ada juga yang pergi berjalan-jalan dahulu sambil berolah raga pagi.
Begitulah engku dan encik sekalian, itulah kenangan yang terlintas di benak kami. Namun keadaan sungguh berlainan pada masa sekarang. Apa hal engku dan encik sekalian?
Kami dengar, kampung kita sudah sunyi-senyap pada Ahad pagi. Kenapa engku dan encik?
Dahulu kesal mendengar anak-anak mengaji memekak di surau-surau di kampung kita. Namun sekarang taragak[2] kami mendengar berbagai macam jenis suara tak menyenangkan itu. Sebab suara itu ialah nyanyian malaikat dari syurga. Engku pastilah gelak-gelak mendengar pernyataan kami tersebut. Tetapi memang benarlah demikian engku dan encik sekalian.
Apa yang terjadi pada masa sekarang di kampung kita engku? Kenapa demikian adanya?
Kami dengarpun beberapa surau di kampung kita ada yang tidak memiliki guru atau imam untuk shalat. Kenapa pula engku dan encik?
Memanglah sejauh penglihatan dan pemahaman kami. Jika suatu negeri sudah maju dalam bidang dunia, maka dalam perkara akhirat dia akan menurun. Orang kampung bertambah ramai, jalan-jalan di kampung bertambah bagus, kendaraan bertambah banyak pula, serta rezki orang kampungpun bertambah jua. Namun kenapa surau-surau banyak yang lengang dan bahkan ada yang tak memiliki guru?
Kenapa tak ada lagi anak-anak mengaji kami dapati pada beberapa surau di kampung kita?
Pada hal, dahulu setiap surau kalau kami tak salah memiliki guru dan murid mengaji. Hanya beberapa atau sebagian kecil saja yang tidak. Sedangkan sekarang, sebagian kecil saja yang memiliki guru mengaji dan sebagian besar sudah tak ada lagi anak mengaji.
[caption id="attachment_614" align="alignright" width="300"] Surau Pintu Koto, merupakan salah satu surau yang sudah tak memiliki anak mengaji. Namun Alhamdulillah, surau ini masih memiliki imam. Masih terdengar jua orang abang dari surau ini.[/caption]
Kemana perginya anak-anak di kampung kita?
Padahal kami tengok, jumlah kanak-kanak semakin bertambah di kampung kita. Sebab banyak yang kawin muda..
Namun engku jangan naik darah pula mendengar penjelasan kami semua itu. Sebab kami katakan kan hanya beberapa saja. Berarti tidak semuanya. Bisa saja di kampung engku dan encik sekalian surau-surau masih semarak dan anak-anak mengaji masih banyak.
Harapan kami ini semua menjadi bahan pemikiran kita bersama. Sebab kalau kita telah jauh dari agama, alamat badan akan sengsara. Bagaimana kiranya engku dan encik sekalian?
DIDIKAN SUBUAH. Engku dan encik sekalian tentunya pernah mendengar kata ini, dan kami yakin pastilah pernah melaluinya pula. Bangun dengan berat pada perak siang, dogoncang-goncangkan badan oleh orangtua, disiram dengan air, dimarah-marahi, dan lain sebagainya. Maklumlah engku, kalau kata orang yang ahli dengan ilmu kesehatan dan ilmu hayat (biologi) mengatakan kalau pada usia kanak-kanak dan remaja ada semacam hormon yang menyebabkan kita sangat berat sekali untuk bangun pagi perak siang.
Oleh karena itu dalam agama kita, Allah sangat menghargai dan memberikan pahala yang besar kepada anak muda yang bangun subuh untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Allah sangat cintakan anak muda yang rajin beribadah, begitulah kaji yang terdengar oleh kami engku dan encik sekalian.
Sebelum didikan sebuh, Guru Mengaji terlebih dahulu membagi anak didiknya untuk susunan acara pada pagi Ahad esok. Siapakah protokolnya atau MC kata orang sekarang, siapa pula pembaca Al Qur’annya, siapa pembaca Janji Didikan Subuhnya (masihkah engku dan encik sekalian ingat dengan janji ini. kami tidak berhasil mengingatnya dengan sempurna. Dapatkah engku dan encik menolong kami?), pembaca Adzan dan Iqamah, Bacaan Shalat, Ayat-ayat Pendek, dan lain sebagainya. Terakhir ialah amanat dari Guru Mengaji.
Pada pagi Ahad itu, surau-surau telah ramai oleh anak-anak. Ada yang telah bangun sempurna, setengah sadar, dan lain-lain kelakuan mereka. Masih terkenang oleh kami ada beberapa orang anak yang tangkarnya[1] minta ampun, bergelut di surau. Ada pula yang tatkala semua orang sedang khusyuk mengikuti acara didikan subuh, kemudian tiba-tiba terdengar bunyi kentut. Ada-ada saja engku dan encik sekalian.
Surau sudah memekak (ribut) akibat ulah anak-anak mengaji yang tangkar-tangkar ini. suara yang serak, melengking, pecah, dan beragam jenis suara tak menyenangkan lainnya riuh rendah di seantero kampung. Sebab mereka menggunakan mikrofon untuk membantu mengeraskan suara mereka.
Kesal mendengarnya? Iya engku, kesal sangat. Namun itu dahulu, sekarang?
[caption id="attachment_613" align="alignleft" width="300"] Tengoklah engku/encik sekalian, Permadani Alam di pagi hari. Dapatkah engku/encik menerka dimana kiranya gambar ini diambil?[/caption]
Selepas Didikan Subuh, ada yang langsung pulang ke rumah, namun ada juga yang pergi berjalan-jalan dahulu sambil berolah raga pagi.
Begitulah engku dan encik sekalian, itulah kenangan yang terlintas di benak kami. Namun keadaan sungguh berlainan pada masa sekarang. Apa hal engku dan encik sekalian?
Kami dengar, kampung kita sudah sunyi-senyap pada Ahad pagi. Kenapa engku dan encik?
Dahulu kesal mendengar anak-anak mengaji memekak di surau-surau di kampung kita. Namun sekarang taragak[2] kami mendengar berbagai macam jenis suara tak menyenangkan itu. Sebab suara itu ialah nyanyian malaikat dari syurga. Engku pastilah gelak-gelak mendengar pernyataan kami tersebut. Tetapi memang benarlah demikian engku dan encik sekalian.
Apa yang terjadi pada masa sekarang di kampung kita engku? Kenapa demikian adanya?
Kami dengarpun beberapa surau di kampung kita ada yang tidak memiliki guru atau imam untuk shalat. Kenapa pula engku dan encik?
Memanglah sejauh penglihatan dan pemahaman kami. Jika suatu negeri sudah maju dalam bidang dunia, maka dalam perkara akhirat dia akan menurun. Orang kampung bertambah ramai, jalan-jalan di kampung bertambah bagus, kendaraan bertambah banyak pula, serta rezki orang kampungpun bertambah jua. Namun kenapa surau-surau banyak yang lengang dan bahkan ada yang tak memiliki guru?
Kenapa tak ada lagi anak-anak mengaji kami dapati pada beberapa surau di kampung kita?
Pada hal, dahulu setiap surau kalau kami tak salah memiliki guru dan murid mengaji. Hanya beberapa atau sebagian kecil saja yang tidak. Sedangkan sekarang, sebagian kecil saja yang memiliki guru mengaji dan sebagian besar sudah tak ada lagi anak mengaji.
[caption id="attachment_614" align="alignright" width="300"] Surau Pintu Koto, merupakan salah satu surau yang sudah tak memiliki anak mengaji. Namun Alhamdulillah, surau ini masih memiliki imam. Masih terdengar jua orang abang dari surau ini.[/caption]
Kemana perginya anak-anak di kampung kita?
Padahal kami tengok, jumlah kanak-kanak semakin bertambah di kampung kita. Sebab banyak yang kawin muda..
Namun engku jangan naik darah pula mendengar penjelasan kami semua itu. Sebab kami katakan kan hanya beberapa saja. Berarti tidak semuanya. Bisa saja di kampung engku dan encik sekalian surau-surau masih semarak dan anak-anak mengaji masih banyak.
Harapan kami ini semua menjadi bahan pemikiran kita bersama. Sebab kalau kita telah jauh dari agama, alamat badan akan sengsara. Bagaimana kiranya engku dan encik sekalian?
Komentar
Posting Komentar