UPACARA KEMATIAN
Sebagaimana upara-upacara adat lainnya, upacara kematian dalam adat Minangkabau dilakukan menurut Syariat Islam. Bila mendengar berita salah seorang dari warga sakit berat, maka semua warga berkewajiban datang menjenguk atau melayat—Kaba elok baimbauan, kaba buruak bahambuan; Sakik basilau-mati bajanguak
Apa bila seorang warga diberitakan telah meninggal dunia, salah satu upaca adat harus dilakukan adalah Maanta Kapan. Upacara ini dilakukan secara sederhana, dimana bako[1] datang dengan rombongannya mengantarkan dan menyerahkan kain kafan yang akan dipakaikan kepada simayat. Setelah pelayat dan keluarga dekat datang, maka ucara berikutnya adalah Mancabiak Kapan dan Mandi Minyak. Upacara ini adalah penyiapan kain kafan yang dipimpin oleh imam, kadhi atau orang seorang ulama. Pada saat yang bersamaan dilangsungkan pemandian mayat yang biasanya dilakukan oleh keluarga terdekat, seperi anak dan kamanakan. Setelah selesai upacara pemandian mayat, dilakukan pengapanan[2] sesuai dengan kententuan Syariat Islam.
Sebelum jenazah diantarkan bersama-sama ke perkuburan untuk dimakamkan, selalu dilakukan upacara pelepasan jenazah yang berintikan meminta khalayak yang hadir memberikan maaf atas kesalahan almarhum/ah dan penyelesaian hutang-piutang. Upara pemakaman jenazah ditutup dengan pembacaan do’a diatas kubur yang dipimpin oleh imam, kadhi atau, ulama.
Setelah selesai melakukan pemakaman, selama beberapa hari, warga melakukan ta’ziyah[3] dalam rangka menghibur keluarga yang tertimpa musibah dan mendo’akan almarhum/ah agar diampuni segala dosa dan ditempatkan disisi-Nya. Kegiatan ini dilakukan oleh warga secara bersamaan dan bergantian dari berbagai kelompok. Pada upacara ini dilakukan pembacaan al-qur’an, dan ceramah agama untuk mengambil hikmah kematian.
________________________________
Catatan Kaki:
[1] Keluarga Ayah
[2] Memasang kain kafan
[3] Dalam Bahasa Minangkabau manjanguak yang dapat diterjemahkan menjenguk atau melihat/menyilau orang yang sedang ditimpa kemalangan
Komentar
Posting Komentar