Langsung ke konten utama

37. Falsafah Pakaian Pangulu & Bundo Kanduang: Pendahuluan

PENDAHULUAN


Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28I mengamanahkan bahwa identitas budaya harus dihormati selaras dengan perkembangan zaman. Pakaian adat adalah salah satu identitas budaya sebuah suku bangsa yang harus dihormati dan dilestarikan. Tingginya peradaban dan kebudayaan sebuah suku bangsa terlihat dari corak, model, dan kualitas pakaian adatnya. Minangkabau, sebagai sebuah etnik besar, memiliki tradisi dan budaya berpakaian yang telah sangat lama dan berkembang sesuai dengan perkembangan peradabannya. Pada saat adat dan budaya Minangkabau disingkronkan dan diselaraskan dengan Ajaran Islam, maka corak dan model pakaian Minangkabau mengikuti Syari’at Islam. Dengan demikian, pakaian adat Minangkabau jelas mencerminkan identitas Minangkabau yang menjujung tinggi falsafah adat bersandi syara’-syara’ basandi Kitabullah.


Salah satu dari pakaian adat Minangkabau adalah Pakaian Pangulu. Pakaian Pangulu Minangkabau tidak sekadar alat penutup bagian-bagian tubuh, tapi memiliki makna simbolik terhadap orang yang memakainya—Pangulu. Semua bagian Pakaian Pangulu, mulai dari Deta sebagai penutup kepala, sampai ke tongkat memiliki makna simbolik yang mencerminkan kepribadian, karakter, budi-pekerti dan idealisme seorang Pangulu. Karena pakaian pangulu mencerminkan kemuliaan dan kebesaran seorang pangulu, pakaian adat pangulu sering pula disebut dengan Pakaian Kebesaran Pangulu. Dengan demikian, pakaian pangulu merupakan lambang kebesaran dan kepribadian seorang pangulu Minangkabau secaa ideal.


Pakaian pangulu terdiri dari 9 (sembilan) bagian:


1) salauk dan data bakaruik,
2) baju berlengan panjang tanpa saku (kantong),
3) Sarawa lapang,[1]
4) sisampiang,
5) cawek,
6) salempang,
7) karih (keris),
8) tarompa kalaf, dan
9) tungkek (tongkat).


Setiap bagian pakaian ini memiliki rancangan, bentuk, warna, dan ukuran tertentu yang tidak bisa dilanggar. Bahkan, cara pemakaiannyapun diatur secara khusus dan tidak bisa dilanggar seenaknya.


            Pakaian Bundo Kanduang terdiri dari 6 (enam) bagaian:


1) Tangkuluak Tanduak,
2) Baju Batanti atu Baju Batabua,
3) Saruang Lambak, atau Salempang,
4 Kaluang,
5) Galang, dan
6) Tarompa.


Pakaian ini merupakan pakaian kebesaan perempuan Minangkabau yang dipakai hanya pada acara-acara tertentu, seperti batagak pangulu atau malewakan gala datuak. Secara keseluruhan, pakaian Bundo Kanduang merupakan simbol kehormatan dan kemuliaan seorang perempuan Minangkabau.


______________________________


Catatan Kaki:


[1] Celana longgar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6...

Adat sopan santun orang Minangkabau

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Gambar: https://upload.wikimedia.org/wikipedia [/caption] Dalam suasana hari raya ini berkenankah engku, rangkayo, serta encik sekalian kami bawa melancong ke masa silam. Baru-baru ini kami mendapatkan sebuah kutipan pada sebuah buku dari tulisan seorang ahli perilaku (etiket) pada masa dahulunya di Minangkabau. Dikarang oleh B. Dt. Seri Maharajo dengan judul  Kitab 'Adat Sopan Santoen Orang Minangkabau  yang diterbitkan oleh Penerbit Merapi & Co  pada tahun 1922 di Bukit Tinggi. Kutipan tersebut memuat uraian pada halaman 75-80 sebagai berikut: 1. Apabila duduk bersama-sama tak boleh terkentut 2. Kalau menguap harus menutup mulut dengan tangan yang terkerucut 3. Apabila pergi ke jamban (untuk buang air besar) perlulah menutup kepala, memakai terompah, dan jangan terbuka aurat sebelum masuk jamban. Jangan bercakap-cakap, jangan pula menyahuti panggilan (seruan orang) melainkan dengan batuk kecil-keci...

SMP nan diperbaiki

[caption id="attachment_505" align="alignleft" width="300"] Keadaan SMP ketika beberapa masa yang lalu kami ambil gambarnya. [/caption] Pada saat pulang kampung nan dahulu, kami tak sengaja melihat pemandangan mengharukan yakni telah terjadi renovasi pada sekolah SMP yang terletak di perbatasan Kamang (Pintu Koto) dan Magek. Terkejut kami karena bangunan lama telah hilang dan sedangkan bangunan baru sedang dalam tahap pengerjaan. Mungkin saat ini telah selesai dikerjakan orang. Sungguh kami mengutuki diri sendiri, kenapa dahulu tak diambil gambar rumah sekolah ini. Sama kiranya ketika kami mendapati bahwa Pakan Salasa telah dirubuhi orang dan digantikan dengan bangunan baru. Kamipun tak memiliki gambar bangunan Pakan Salasa nan lama, hilang sudah salah satu sejarah di nagari kita. Terdapat dua sekolah menengah di kampung kita yakni SMP dan MTsN atau biasa kita sebut dengan Sanawiyah. Rumah Sikola SMP ini lebih dikenal dengan nama SMP Magek, karena meman...