Corona atau Covid-19 telah menjangkiti seluruh planet. Ketika akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020 virus ini bermula, tak ada nan menyangka bahwa wabah ini akan tersebar ke seluruh dunia. Para petinggi di negara ini menafikan akan ancaman dari virus ini. Pernyataan mereka pada awal tahun ini mencemooh virus tersebut akan sampai ke negeri ini.
Berbagai lakon yang membuat jemu dan gemas rakyat tanpa malu dipertontonkan. Sumatera Barat rusuh tatkala Tuan Gubernur menyambut dengan tari pasambahan para pelancong Cina disaat virus tersebut sedang mewabah di negara asal sang palancong, di negara asal Covid-19.
Cerita selanjutnya, kami yakin tuan sudah tahu semuanya..
Hari Senin pertengahan Maret tanggal 16, Jakarta dengan resmi memberlakukan "Semi Lockdown", kami tak perlu kiranya mengabarkan tentang reaksi para petinggi di negara ini. Namun rakyat faham, keadaan sudah gawat. Hal tersebut diumumkan pada hari Ahad.
Hari senin itu jua, Gubernur mengundang rapat para bupati/walikota se provinsi ini. Hasilnya ialah anak sekolah tak perlu diliburkan karena belum ada satupun yang positif Covid-19 di propinsi ini.
Namun rusuh di hati tak dapat dibendung, ajaran lama Sedia payung sebelum hujan tak lagi dikenal Mencegah lebih baik dari pada mengobati tak lagi menjadi pegangan. Beberapa hari kemudian, para bupati/walikota membuat keputusan sendiri, meliburkan anak sekolah.
Sepekan kemudian, tanggal 26 Maret diumumkan pasien positif pertama di republik ini. Maka gaduhlah semua orang, setiap lini masa di jejaring sosial mengabarkan hal tersebut. Grup percakapan instan saling membagikan kabar tersebut. Perlahan-lahan semuanya semakin terang.
Esoknya salah satu kota memberlakukan Work From Home, bekerja dari rumah. Keadaan semakin diliputi rasa takut, tapi tidak semua orang. Masih ada yang santai seperti biasa, bahkan terkadang mencemooh. Mereka lebih takut kepada Allah Ta'ala, katanya.
Semenjak pasien pertama diumumkan, maka angkanya selalu naik tiap hari. Para pejabat sibuk dengan penyemprotan. Usulan Lockdown untuk Sumbar ditolak, karena itu kewenangan pusat.
Para perantau mulai pulang kampung ke ranah, karena di rantau sana orang sudah sama dengan Lockdown, walau tak diumumkan. Penghidupan sulit, kalau tetap tinggal di rantau alamat akan mati kelaparan. Akibatnya angka PDP di provinsi ini akhirnya melebihi Jakarta, walau angka nan lain masih dibawah Jakarta.
Ketakutan berlebihan tidaklah baik, namun memandang remeh wabah ini juga sebuah kesilapan. Pola penyebarannya sungguh amat menakutkan, sesiapa dapat terjangkiti.
Malaysia dan Singapura telah jauh-jauh hari melakukan Lockdown. Namun entah apa nan malayang-layang di kepala pembuat keputusan. Orang-orang Cina masih terus berdatangan, pemerintah yang terkesan lamban, dan berbagai macam tontonan nan membuat gemas lainnya.
Kita tak pernah tahu sampai kapan akan seperti ini, kita juga tak pernah tahu apakah sudah sampai ke kampung kita atau tidak. Namun nan menakutkan dan membuat gemas ialah sikap tak mau tahu, abai, dan meremehkan. Karena sikap ini tak hanya mencelakai diri kita, melainkan orang lain, terutama orang-orang yang kita sayangi.
Jangan terlalu keras kepala tuan, engku, rangkayo, dan encik sekalian.
Komentar
Posting Komentar