Langsung ke konten utama

DAKWAH MENYELAMATKANNYA DARI GANTUNG DIRI*


DAKWAH MENYELAMATKANNYA DARI GANTUNG DIRI*


Salman al Kamangi
Ahad, 4 Oktober 2020
Hari itu, menjelang ashar di sebuah mesjid di California, beberapa orang pemuda dari negeri Arab baru saja tiba setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh dengan pesawat. Mereka datang ke dataran Amerika untuk menyampaikan risalah Islam.
Safari dakwah ini mereka lakukan hampir setiap tahun ke negara-negara yang berbeda, tujuannya hanya satu; mengajak manusia ke jalan Allah.
Setelah shalat Ashar berjamaah, mereka berkumpul. Salah seorang dari mereka yang ditunjuk menjadi pimpinan rombongan menemui pengurus mesjid. Pimpinan itu ingin bertanya tentang kondisi mesjid, jumlah jamaah mesjid dan orang-orang muslim yang tinggal di sekitar mesjid.

“Setahu saudara adakah orang muslim yang tinggal di daerah sini?” ia bertanya setelah sebelumnya memperkenalkan diri dan bercerita singkat tentang dirinya dan rombongannya.
“Ada”, jawab pengurus mesjid.
“Apakah saudara tahu rumahnya?”
“Insya Allah, saya tahu”
“Bisakah saudara mengantarkan kami ke sana?”
“Insya Allah bisa, kapan? “Selepas maghrib?”
“Baik”
“Kalau boleh, bisakah saudara ceritakan sedikit tentang orang itu?”
“Setahu saya ia seorang muslim pendatang dari negara teluk. Dia seorang pengusaha sukses yang kaya raya. Orang yang memiliki banyak asset, rumah dan mobil mewah. Sayangnya saya belum pernah melihatnya shalat disini.”

“Ada yang lain yang saudara tahu mengenai orang itu? “Hanya itu” “Baiklah kalau begitu, terima kasih atas kesediaan dan informasi saudara.”
“Sama-sama”
Selepas shalat Maghrib berjemaah, salah seorang dari mereka tampil di hadapan jemaah berbicara tentang kebesaran Allah, keagungan Allah dan nikmat-nikmat Allah.
Kata-katanya begitu menyentuh. Ia bercerita tentang perjuangan Nabi Nuh 'Alaihissalam yang tak kenal lelah mengajak manusia ke jalan Allah. Perjuangan yang begitu panjang. 950 tahun Nabi Nuh berdakwah. Beliau dicaci, diejek, tapi tak surut langkah dan tetap teguh di jalan Allah. Allah telah mengabadikan kisah perjuangan beliau dalam al-Quran.
Setelah ia berceramah, ia duduk kembali ke tempatnya semula. Kali ini pimpinan rombongan yang tampil ke depan. “Baiklah saudara-saudaraku, selepas ini kita akan mengunjungi saudara muslim kita. Rumahnya dekat dari mesjid ini. Insya Allah saudara pengurus mesjid akan mengantarkan kita ke rumahnya.”
Tak berapa lama berjalan kaki, mereka sampai di rumah yang dimaksud. Di halaman rumah berjejer mobil-mobil mewah dari berbagai merek dan model. Rumahnya dua tingkat. Rumah yang sangat mewah. Sesampai di depan pintu masuk, salah seorang dari rombongan memencet bel. Yang lain sibuk dengan berzikir dan berdoa kepada Allah. Ditunggu, tidak ada yang menyahut dari dalam. Bel kembali dipencet untuk kedua kalinya. Zikir semakin kencang, doa kian khusyuk. Lama mereka menunggu belum ada tanda.
“Baiklah, coba dibel satu kali lagi, jika masih tidak dibuka, barangkali pemiliknya lagi tidak di rumah”, kata pimpinan rombongan.

Kemudian bel kembali ditekan. Kali ini mereka menunggu cukup lama. Namun dari dalam belum ada tanda-tanda ada orang.
“Saudaraku, sepertinya orang ini sedang ke luar. Mungkin kita kunjungi besok pagi lagi”, ucap pengurus mesjid yang menemani rombongan itu.

“Apa tidak coba kita tunggu dulu, kan waktu Isya masih lama?” kata pimpinan rombongan sambil melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Baik. Silahkan.”
Setelah agak cukup lama, akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah itu.
“Saudara tahu lagi rumah orang muslim di sekitar sini?, tanya pimpinan rombongan.

“Insya Allah, tapi cukup jauh sedikit”
“Apakah anda semua tidak istirahat dulu, bukankah baru datang dari negeri yang jauh..?

“Tidak mengapa, insya Allah kami masih kuat berjalan”
“Saudara, kami datang ke sini bukan untuk beristirahat, kami datang jauh-jauh kesini hanya satu ujuan, mengajak manusia ke jalan Allah. Dunia, setan, kaum kafir bekerja siang malam menyesatkan manusia, tanpa ada sedetikpun beristirahat, akankah kami berhenti walau sejenak, sedangkan di berbagai belahan bumi masih banyak manusia yang belum beriman, yang terjebak dengan pesona dunia dan tipu daya setan serta nafsu.”
Belum beberapa langkah mereka berjalan pergi meninggalkan rumah itu, terdengar suara pintu dibuka. Seorang laki-laki setengah baya menyapa mereka dengan bahasa Inggris yang fasih menunjukkan ia sudah cukup lama berada di Amerika.
“Kalian siapa?”

“Kami saudara-saudara anda seIslam!”

“Mau apa datang kemari? Apa kalian mau minta sumbangan dana atau ingin menawarkan hubungan kerja?”

“Bukan, kami datang bukan dengan maksud itu, kami hanya ingin bersilaturahmi dan mengajak anda ke mesjid”

“Maaf, saya sangat sibuk”
“Kami hanya meminta waktu anda 10 menit saja untuk ikut dengan kami”
“Tapi kami akan tetap berdiri di tempat ini jika anda tidak ikut bersama kami.”

“Sudah saya katakan, saya tidak ada waktu”.
“Atau begini saja, kalian pergi saja duluan, saya datang menyusul saja nanti. Saya ingin siap-siap dulu. Saya tahu mesjid yang kalian maksud.”
“Tidak pak, kami ingin Anda ikut bersama kami sekarang juga. Kami akan tunggu anda. Dan selama anda tidak ikut dengan kami, kami akan tetap berada di sini!”

“Baiklah kalau kalian masih bersikeras, saya akan siap-siap dulu”
Akhirnya, laki-laki itu ikut rombongan ke mesjid. Sampai di mesjid, azan Isya berkumandang. Mesjid mulai dipenuhi oleh jamaah. Sebagian mereka tinggal dekat kawasan itu. Sebagian yang lain tinggal cukup jauh dari lokasi mesjid. Diantara mereka orang-orang yang baru masuk Islam dan yang lainnya, muslim pendatang dari berbagai negara Arab.
Usai shalat isya salah seorang dari rombongan tampail ke depan jemaah. Ia membacakan ayat-ayat tentang kebesaran Allah, nikmat-nikmat Allah, tujuan penciptaan manusia, hakekat kehidupan dunia dan pahala dan balasan di akhirat. Ia berbicara tentang keagungan Allah, keutamaan meneladani hidup rasulullah, tujuan hidup, kematian, alam kubur, sorga, neraka dan kisah-kisah rasul serta para sahabat.
Di tengah pembicaraan terdengar isak tangis, jamaah yang terdiri dari belasan orang itu mencari sumber suara, ternyata itu adalah tangisan laki-laki tadi. Ceramah itu rupanya telah menyentuh hatinya. Ceramah tetap dilanjutkan. Usai ceramah, mereka bertanya kepadanya.
“Kenapa anda tadi menangis?”
“Sungguh hati saya tersentuh ketika penceramah membacakan ayat-ayat dan hadits-hadits rasul. Seolah-olah baru pertama ini saya mendengarkannya. Saya merasakan kembali kedamaian yang selama ini telah hilang sekian tahun dari saya, saya merasakan kembali kesejukan islam, saya tergugah, saya tidak tahan, akhirnya air mata saya menetes..”
“Apa yang kalian lakukan di mesjid ini?”

“Kami berdakwah ke jalan Allah dari satu mesjid ke mesjid yang lain”, jawab pemuda yang berceramah tadi.

“Bolehkah saya ikut bersama kalian”
“Boleh.”, jawab mereka hampir serentak.
“Apa syaratnya”
“Tidak ada syarat apa-apa. Anda hanya perlu menyiapkan beberapa perbekalan untuk perjalanan”
Laki-laki itu pun pulang ditemani seorang anggota rombongan. Setiba di rumah ia menyiapkan beberapa keperluan, lalu kembali ke mesjid.
Sejak saat itu ia ikut berdakwah dengan mereka. Berpindah dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Dari satu daerah ke daerah yang lain. Bahkan dari satu negara ke negara yang lain. Melalui laki-laki itu telah banyak kaum muslimin yang kembali pada Islam, berIslam secara kaffah dan benar. Dan telah banyak pula manusia yang masuk Islam berkat usahanya.

Setelah sekian tahun ia telah menjadi seorang da`i terkenal di jalan Allah. Hartanya ia nafkahkan di jalan Allah; membangun mesjid, membantu fakir miskin, mendirikan yayasan-yayasan islam dan pusat-pusat keislaman.
Suatu hari, saat mereka berkumpul, laki-laki itu tiba-tiba melontarkan pertanyaan “Tahukah saudara-saudaraku semua, apa yang saya lakukan beberapa tahun yang lalu, saat kalian datang ke rumah saya?”

Spontan salah seorang dari mereka menjawab, “Hanya Allah dan anda yang tahu”
“Ketahuilah, saat itu adalah saat yang paling sengsara bagi saya. Saya telah putus asa menjalani hidup, harta yang berlimpah yang saya kumpulkan sekian tahun rupanya tidak membuat saya bahagia, hati saya semakin resah, saya tidak pernah tenang, begitu banyak beban masalah yang saya rasakan. Orang-orang melihat saya sukses, kaya raya. Tapi sejatinya saya sangat menderita. Saat itu saya juga jauh dari Allah. Saya tidak pernah shalat. Dunia begitu memperdaya saya. Saya tidak kenal lagi dengan al-Qur`an, dengan hadits-hadits rasul, dengan mesjid dan dengan kebaikan.
“Dan hari itu adalah puncaknya. Di sebuah kamar di rumah saya, saya berdiri di atas kursi dalam kondisi jiwa yang sudah sangat letih, dan di leher saya melingkar seutas tali. Saya ingin bunuh diri. Saya ingin mati saja! Barangkali itu lebih membuat saya tenang. Tapi, tatkala saya ingin menjatuhkan kursi, terdengar bunyi bel. Dalam hati saya berkata, “Siapa yang datang?”

“Ah tidak usah dihiraukan, lanjutkan saja”, sebuah bisikan muncul di ruang hati saya.
Di saat itu terjadilah perang dalam hati saya, antara melanjutkan bunuh diri dengan melepas tali dan membukakan pintu masuk. Tapi suara lain muncul di lubuk hati yang lain. “Coba dilihat dulu, barangkali ada tawaran bisnis bagus!”

Sampai akhirnya sebuah kekuatan memaksa saya melepaskan tali, turun dari kursi dan membukakan pintu.

Tanpa terasa pipinya basah, ia mengusap air matanya yang kian deras mengalir, ia kembali melanjutkan ceritanya. “Wahai saudara-saudaraku, andaikan saat itu Allah tidak menggerakkan kalian untuk datang ke rumah saya, sungguh saya mati dalam keadaan yang dimurkai dan tempat saya di neraka kelak.”

“Andai saat itu kalian pergi saat saya suruh dan saya menyusul di belakang, seperti kata saya, sungguh saat itu saya tidak akan pergi ke mesjid. Saya akan tetap melanjutkan bunuh diri. Tapi, Allah telah menggerakkan hati kalian untuk tetap menunggu saya sampai saya ikut bersama kalian ke mesjid.”

Ia tak sanggup lagi menahan tangisnya. Semua yang hadir ikut terharu dan menangis.
Setiap kali ia mengingat kisah itu, air matanya tak sanggup ia bendung, ia bersyukur pada Allah atas nikmat hidayah yang telah Allah berikan padanya.
Sebuah kisah yang menggetarkan hati. Semoga ada hikmah yang bisa kita ambil.
*Kisah nyata ini penulis dengar dari ceramah berbahasa arab Syekh Nabil 'Awadhi, sekitar lebih kurang 10 tahun yang lalu.
Gambar: Pinterest

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum