Langsung ke konten utama

Pakan & Perempuan

Beberapa waktu yang lalu kami bercakap-cakap bertukar cerita dengan inyiak kami. Jarang bersua menyebabkan kami sering menghabiskan waktu yang ada untuk bertukar cerita. Kali ini inyiak bercerita perihal Simpang Pintu Koto. Kami sendiri agak merasa heran sebab tak ada istimewanya simpang ini selain tugu, berada di perbatasan, dan perilaku paremannya nan takato di dalam nagari.

Inyiak menuturkan kalau disimpang itu pada masa dahulunya terdapat tugu yang jauh lebih kecil dari sekarang. Bentuknya hanyalah batu berbentuk persegi yang menjulang ke atas. Kira-kira mirip dengan obelix seperti yang terdapat di Mesir dan Washinton. Namun yang di Pintu Koto ialah obelix berukuran mini, atau sangat mini, entahlah engku.

Pada dasar tugu diberi coran sehingga berupa bangku yang melingkar dan diberi teras. Pada bangku dan teras inilah banyak orang kampung, apakah yang berasal dari Pintu Koto ataupun yang berasal dari sekitar Nagari Kamang duduk-duduk bergaul di kala petang hari. Kata inyiak kami, sebagian besar dari mereka kebanyakan ialah pareman. Walau ada juga yang beberapa tidak.

kartun33Nah pabila hari pekan di kampung kita, yakni pada hari Selasa dan Jum’at (Sebab itulah maka disebut dengan Pekan Selasa, bukan Pasa Magek) maka biasanya anak remaja laki-laki yang nakal-nakal banyak yang duduk-duduk di teras tugu sambil berkumpul. Tujuannya ialah tak lain dan tak bukan untuk mengamati atau istilah orang sekarang mencuci mata. Sebab banyak anak gadis yang berlalu –lalang pergi dan pulang dari Pakan Salasa.

Biasanya anak-anak gadis itu sudah mati ketakutan pabila lewat di depan tugu di tengah simpang. “Orangtuanya salah juga, kenapa anak gadis diperbiar ke Pakan..!” ujar inyiak kami.

“Memangnya dahulu siapa yang ke Pekan nyiak..?” tanya kami.

“Kalau dahulu nan ke Pekan itu ialah orang tua. Sangat buruk sekali dipandang orang apabila ada anak gadis yang disuruh pergi ke Pekan…” jawab inyiak.

Wah..sungguh berlainan adat orang sekarang dengan orang dahulu. Perkara yang serupa namun tak sama juga berlaku di Timur Tengah. Dimana yang pergi berbelanja ke pasar ialah kaum lelaki bukan kaum perempuan. Bukannya mengekang kebebasan perempuan melainkan justeru melindungi kaum perempuan itu sendiri. Sebab pada perempuanlah kehormatan keluarga itu terletak.

Kami teringat pada salah satu ucapan ustadz di surau “Sesungguhnya dosa itu berawal dari pandangan dan kemudian diteruskan ke hati. Apabila sudah sampai ke hati, dan orang yang bersangkutan tak tahu kalau itu dosa maka akan diperbuatnya dengan anggota badan..”

Sekarang kami baru paham, kenapa eloknya kaum perempuan itu di rumah saja. Sesungguhnya itu merupakan suatu pertanda, bagi orang-orang yang berfikir..

gambar ilustrasi: internet

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum