[caption id="attachment_713" align="alignleft" width="300"] Batubaraguang[/caption]
Dahulu tatkala mendengar nama jorong ini sering kami berkata sendiri “Apakah tidak mungkin kalau nama jorong ini terdiri dari dua kata yakni “Batu” dan “Baraguang”?”
Kalau batu, kami telah tahu dengan benda keras ini. sering diumpamakan kepada orang-orang yang tak hendak surut dengan pendapatnya, tak hendak pula mendengar pendapat orang lain. Orang yang menganggap yang di “dia” ialah yang benar sedangkan orang lain salah semuanya.
Nama apa itu “baraguang”?
[caption id="attachment_712" align="alignright" width="300"] Persawahan, pabila dipandangi dari atas Gunuang Haru[/caption]
Mungkin berasal dari kata aguang yang diberi awalan ba. Kalau menurut pemahaman orang sekarang baraguang atau aguang itu ialah “agung” mulia atau sesuatu yang berharga dan tinggi nilainya. Jadi Batu Baraguang ialah Batu Mulia atau sebuah batu yang disucikan dan tinggi nilainya (bukan nilai materinya) dalam pandangan orang kampung kita. Seperti batu keramat, batu warisan turun temurun dari ninik-ninik yang menaruko[1] kampung kita, ataupun sejenisnya.
Namun sesungguhnya tidak demikian engku dan encik sekalian. Baraguang atau aguang ialah nama sejenis alat musik yang kira-kira sama dengan gong di Tanah Jawa. Memanglah kata ini dapat memiliki dua makna yakni “agung” dan “gong”.
Menurut cerita orang tua-tua di kampung kita. Pada masa dahulu di jorong ini memanglah terdapat sebuah batu yang berfungsi sebagai aguang atau gong bagi kita orang Kamang. Pada masa dahulu sebelum ada mikrofon, media penyempai pesan ialah aguang atau gong, tabuah,[2] dan canang. Tabuah tentulah engku dan encik mengetahui, sebab masih dapat kita jumpai di surau-surau pada setiap kampung. Walau sekarang sudah jarang bahkan tidak pernah digunakan lagi kecuali pada bulan puasa. Namun tahukah engku dengan canang.
Batu Aguang ini apabila dipukul ataupun dilempari akan berbunyi serupa bunyi aguang (gong). Kata orang kampung kita "Serupa kiranya dengan batu yang terdapat di Gua Batu Biaro di Kamang Mudiak itu.."
Dahulu orang kampung kita yang tergabung dalam Kamang Saiyo pernah membuat sebuah majalahkah itu namanya atau tabloid dengan nama canang. Canang kalau kami tidak salah ialah sama dengan pentungan di Tanah Jawa. Terbuat dari bambu dan dibawa-bawa orang apabila sedang rundo.
Kegunaan (fungsi) dari alat-alat ini berbeda-beda. Aguang hanya dapat digunakan oleh orang-orang tertentu seperti orang berdarah putih[3] ataupun para Datuk Pucuk. Namun untuk pastinya kami tidak pula tahu.
Di Jorong ini terdapat beberapa kampung kecil seperti payobada sama dengan nama salah satu suku di kampung kita, langgudi, jambak, pisang (keduanya juga sama dengan nama suku di kampung kita), gunuang aru, luak surau, dan kami rasa masih ada yang lain yang kami tidak tahu. Mungkin diantara engku dan encik dapat memberitahu kami.
Begitulah engku dan encik sekalian asal nama Jorong Batu Baraguang. Kami tidak mengatakan kalau cerita kami ini ialah benar, sebab yang namanya sejarah selalu memiliki beragam versi. Apabila engku dan encik mengetahui versi lain, atau ada yang kurang ataupun berlebih dalam penjelasan kami ini. Kami akan sangat sekali menerima masukan dari engku dan encik sekalian. Namun engku dan encik sekalian jangan lupakan pula raso jo pareso sarato kato nan ampek.
Dahulu tatkala mendengar nama jorong ini sering kami berkata sendiri “Apakah tidak mungkin kalau nama jorong ini terdiri dari dua kata yakni “Batu” dan “Baraguang”?”
Kalau batu, kami telah tahu dengan benda keras ini. sering diumpamakan kepada orang-orang yang tak hendak surut dengan pendapatnya, tak hendak pula mendengar pendapat orang lain. Orang yang menganggap yang di “dia” ialah yang benar sedangkan orang lain salah semuanya.
Nama apa itu “baraguang”?
[caption id="attachment_712" align="alignright" width="300"] Persawahan, pabila dipandangi dari atas Gunuang Haru[/caption]
Mungkin berasal dari kata aguang yang diberi awalan ba. Kalau menurut pemahaman orang sekarang baraguang atau aguang itu ialah “agung” mulia atau sesuatu yang berharga dan tinggi nilainya. Jadi Batu Baraguang ialah Batu Mulia atau sebuah batu yang disucikan dan tinggi nilainya (bukan nilai materinya) dalam pandangan orang kampung kita. Seperti batu keramat, batu warisan turun temurun dari ninik-ninik yang menaruko[1] kampung kita, ataupun sejenisnya.
Namun sesungguhnya tidak demikian engku dan encik sekalian. Baraguang atau aguang ialah nama sejenis alat musik yang kira-kira sama dengan gong di Tanah Jawa. Memanglah kata ini dapat memiliki dua makna yakni “agung” dan “gong”.
Menurut cerita orang tua-tua di kampung kita. Pada masa dahulu di jorong ini memanglah terdapat sebuah batu yang berfungsi sebagai aguang atau gong bagi kita orang Kamang. Pada masa dahulu sebelum ada mikrofon, media penyempai pesan ialah aguang atau gong, tabuah,[2] dan canang. Tabuah tentulah engku dan encik mengetahui, sebab masih dapat kita jumpai di surau-surau pada setiap kampung. Walau sekarang sudah jarang bahkan tidak pernah digunakan lagi kecuali pada bulan puasa. Namun tahukah engku dengan canang.
Batu Aguang ini apabila dipukul ataupun dilempari akan berbunyi serupa bunyi aguang (gong). Kata orang kampung kita "Serupa kiranya dengan batu yang terdapat di Gua Batu Biaro di Kamang Mudiak itu.."
Dahulu orang kampung kita yang tergabung dalam Kamang Saiyo pernah membuat sebuah majalahkah itu namanya atau tabloid dengan nama canang. Canang kalau kami tidak salah ialah sama dengan pentungan di Tanah Jawa. Terbuat dari bambu dan dibawa-bawa orang apabila sedang rundo.
Kegunaan (fungsi) dari alat-alat ini berbeda-beda. Aguang hanya dapat digunakan oleh orang-orang tertentu seperti orang berdarah putih[3] ataupun para Datuk Pucuk. Namun untuk pastinya kami tidak pula tahu.
Di Jorong ini terdapat beberapa kampung kecil seperti payobada sama dengan nama salah satu suku di kampung kita, langgudi, jambak, pisang (keduanya juga sama dengan nama suku di kampung kita), gunuang aru, luak surau, dan kami rasa masih ada yang lain yang kami tidak tahu. Mungkin diantara engku dan encik dapat memberitahu kami.
Begitulah engku dan encik sekalian asal nama Jorong Batu Baraguang. Kami tidak mengatakan kalau cerita kami ini ialah benar, sebab yang namanya sejarah selalu memiliki beragam versi. Apabila engku dan encik mengetahui versi lain, atau ada yang kurang ataupun berlebih dalam penjelasan kami ini. Kami akan sangat sekali menerima masukan dari engku dan encik sekalian. Namun engku dan encik sekalian jangan lupakan pula raso jo pareso sarato kato nan ampek.
Jadi ingat kembali nama Batu Baraguang, Pak..Dulu nama nagari ini sering disinggung2 nenek kalau sedang mendongen malam hari. Jadi membaca batu baraguang ada kesan romantis di kepala saya. Sama satu lagi, Bukik Limau Kambiang..Juga ada dalam dongeng nenek..Kalau itu disebelah mananya Kamang, Pak?
BalasHapusKalau boleh kami tahu, seperti apakah kiranya dongeng yang dicuraikan oleh nenek ibu? Kami sangat penasaran dan berkeinginan sekali untuk mengetahuinya.
BalasHapusDongeng serupa itu sudah tidak pernah lagi tersua dalam kehidupan masa sekarang. APalagi orang tua zaman sekarang juga tidak mengetahuinya.
Limau Kambiang terletak di Kamang Mudiak, tepatnya berbatasan dengan Kampuang Rawang dan Anak Aia di Kamang Hilir Merupakan sebuah kampung perbatasan.
:-)
Nenek kami itu story tellernya kencang banget, Pak. Cerita Ramun Pamenan settingnya di Magek, Tilatang dan Kamang. Makanya batu Baraguang dan Bukik Lima Kambiang masuk ke dalam setting..Terus dia juga mampu mengarang cerita sekawanan anak-anak yang berasal dari langkok-langkok siriah. Sadah, gambir, biji pinang masuk ke dunia petualangan..Mengembara turun naik Gunung Merapi dan Singgalan...Sayangnya saya tak mewarisi bakat beliau :(
BalasHapusTak apalah bu. Pabila teringat oleh ibu akan cerita yang dicuraikan oleh beliau kepada ibu semasa kanak-kanak. Kami akan sangat senang dan berterimakasih sekali apabila diberitahu.. :-)
BalasHapus[…] ini telah kami kisahkan pada tulisan kami yang lalu. Silahkan engku dan encik kembali mencoba mengklik tautan ini. Kami hanya akan menambahkan yang terlupakan saja pada tulisan kami yang telah […]
BalasHapus