[caption id="attachment_907" align="alignleft" width="200"] Rumah Gadang di Simpang Kubang Putiah. Satu dari banyak Rumah Gadang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya di Nagari Kamang ini. Nan Lama Telah Usang.
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Kami pernah mendengar hadist nabi yang kira-kira bunyinya “di akhir masa kelak, para ibu akan melahirkan tuan-tuan mereka..”
Sebagian ahli hadist menafsirkan maksud dari hadist ini ialah bahwa pada masa itu para orang tua laksana budak di hadapan anak-anak mereka. Dimanja dan dituahkan, dipenuhi segala tuntutannya, dan dikerjakan apa yang dipinta. Sudah laksana budak belia para orang tua bagi anak-anak mereka..
Tampaknya hal tersebut sudah mulai pula terlihat oleh kita di Kamang ini. Banyak orang tua yang takut menyapa[1] anak-kamanakannya. Apa sebab? Takut kalau mereka marah, takut kalau mereka benci akan kita, takut kalau mereka menjauh dari kita, dan lain-lain sebab..
Maka kebanyakan orang tua sekarang memperturutkan kehendak anaknya. Walau bertentangan dengan bathin, walau tidak bersesuaian dengan pendirian diri, walau sudah jelas-jelas tidak patut menurut adat, dilarang oleh syara’. Semuanya itu ditahan dan dipendam dalam hati saja. Orang tua mana yang takkan sedih apabila dijauhi dan dibenci oleh anaknya. Mamak mana yang takkan hancur hatinya apabila kamanakan telah durhaka kepadanya..? katakan kepada kami engku dan encik sekalian..
Maka apabila ada diantara anak-kamanakan kita yang suatu masa pulang kampung, beserta menantu dan cucu. Maka alangkah besar hati orang tua di kampung, belahan hati- sibiran tulang, penawar duka dan nestapa dalam menjalani kehidupan ini. Hilanglah penat, hilanglah segala sakit, badan kembali sehat dan kuat layaknya orang berumur tigapuluhan.
Anak cantik dan rupawan, menantupun cantik dan tampan, sedangkan para cucu-alangkah manis-manisnya mereka. Hilang sudah rasa sakit selama ini, penawar sudah didapat. Muka yang selama ini bermuram durja telah kembali memerah dipenuhi semangat.
[caption id="attachment_908" align="alignright" width="300"] Suatu Pemandangan yang Menawan Hati. Diambil dari Bungo Tanjuang mengarah ke Taluak
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Namun, tidak semua anak-kamanakan yang pulang itu membawa bahagia. Ada juga yang membawa siksa. Anak dan Menantu perempuan yang berbaju tapi bertelanjang, rambut tergerai-gerai, diberi pula cat. Padahal selama ini, hanyalah rumah dan pagarlah yang dicat, tidak rambut ataupun anggota badan lainnya.
Sedangkan anak dan menantu lelaki lebih suka bersarawa pontong ke luar rumah, baju ketat pula memperlihatkan pangkal lengannya yang besar. Pakai kacamata, terkadang kamera disandang ataupun kalau tak ada kamera segala yang ada disandang. Kenapa tidang engku dan encik beri saja mereka kibang yang biasa dibawa induak bareh berbelanja ke Pakan Salasa..? Bahkan ada pula yang mencengangkan, ada pula lelaki memakai subang. Memanglah preman di kampung ada yang terlihat memakai subang. Akan tetapi kalau orang kota semacam mereka ini..?
Akan halnya dengan para cucu, betapa kurang ajarnya mereka. Berbicara sesukanya, berkelakuan tak terkendali. Ketika ditanyakan hal itu kepada anak dan menantu, maka dijawab oleh mereka “Biarkan saja ayah/ibu, memang begitulah adat anak-anak. Tak boleh ditegah, sebab kalau ditegah akan menghalangi kreatifitas mereka. Kenakalan (kekurang ajaran) mereka itu merupakan pertanda bahwa mereka anak-anak yang cerdas nantinya..”
Apa hendak dikata, terpaksa awak diam. Awak orang pandir, orang kampung sedangkan anak-menantu ialah orang pintar, mereka telah kita sekolahkan tinggi-tinggi tentulah pendapat mereka yang benar. Walau hati menolak, namun terpaksa diterima jua, makan ati berulum jantunglah jadinya. Khawatir memikirkan masa depan para cucu, akan serupa apakah mereka ini nantinya..
Selama di kampung, mereka tak hendak menghiraukan aturan adat dan agama. Berpakaian sesukanya (boleh dikata mereka tak pakai baju), berkelakuan tak hendak dibatas (kata mereka sekarang zaman bebas), berbicara tak pakai kato nan ampek (kata mereka kato nan ampek pertanda masyarakat feodal). Ya.. Allah.. Ya.. Rabbi..
Malu terhadap orang kampung? Memanglah benar demikian..
[caption id="attachment_909" align="alignleft" width="300"] Perumahan di Ampang. Satu dari banyak perumahan di Kamang ini.
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Tapi ada pula yang berlagak tak hendak mau tahu atau memang tak tahu kalau perilaku anak dan menantu serta kamanakan mereka telah melanggar nilai-nilai adat dan agama kita? Entahlah engku..
Kalau orang dahulu akan berkata “Kita kembalikan kepada didikan dari orang tuanya. Seperti apa anak-anaknya maka seperti itu pulalah orang tuanya, serupa itulah keluarganya. Maka dari itu, dalam menjalani hidup ini ada dua perkara yang tak boleh lepas yakni Al Qur’an dan Hadist, pelajari dan dalami. Yang kedua ialah Adat, pelajari pula dan teliti. Yang bersesuaian dengan Syara’ diamalkan yang bertentangan dibuang. Namun hendaknya untuk mempelajari keduanya ialah melalui guru supaya jangan sesat di jalan. Cintailah Islam, Cintailah Minangkabau, Cintailah dengan Mempelajari Keduanya dan Mengamalkan Ajarannya..”
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Kami pernah mendengar hadist nabi yang kira-kira bunyinya “di akhir masa kelak, para ibu akan melahirkan tuan-tuan mereka..”
Sebagian ahli hadist menafsirkan maksud dari hadist ini ialah bahwa pada masa itu para orang tua laksana budak di hadapan anak-anak mereka. Dimanja dan dituahkan, dipenuhi segala tuntutannya, dan dikerjakan apa yang dipinta. Sudah laksana budak belia para orang tua bagi anak-anak mereka..
Tampaknya hal tersebut sudah mulai pula terlihat oleh kita di Kamang ini. Banyak orang tua yang takut menyapa[1] anak-kamanakannya. Apa sebab? Takut kalau mereka marah, takut kalau mereka benci akan kita, takut kalau mereka menjauh dari kita, dan lain-lain sebab..
Maka kebanyakan orang tua sekarang memperturutkan kehendak anaknya. Walau bertentangan dengan bathin, walau tidak bersesuaian dengan pendirian diri, walau sudah jelas-jelas tidak patut menurut adat, dilarang oleh syara’. Semuanya itu ditahan dan dipendam dalam hati saja. Orang tua mana yang takkan sedih apabila dijauhi dan dibenci oleh anaknya. Mamak mana yang takkan hancur hatinya apabila kamanakan telah durhaka kepadanya..? katakan kepada kami engku dan encik sekalian..
Maka apabila ada diantara anak-kamanakan kita yang suatu masa pulang kampung, beserta menantu dan cucu. Maka alangkah besar hati orang tua di kampung, belahan hati- sibiran tulang, penawar duka dan nestapa dalam menjalani kehidupan ini. Hilanglah penat, hilanglah segala sakit, badan kembali sehat dan kuat layaknya orang berumur tigapuluhan.
Anak cantik dan rupawan, menantupun cantik dan tampan, sedangkan para cucu-alangkah manis-manisnya mereka. Hilang sudah rasa sakit selama ini, penawar sudah didapat. Muka yang selama ini bermuram durja telah kembali memerah dipenuhi semangat.
[caption id="attachment_908" align="alignright" width="300"] Suatu Pemandangan yang Menawan Hati. Diambil dari Bungo Tanjuang mengarah ke Taluak
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Namun, tidak semua anak-kamanakan yang pulang itu membawa bahagia. Ada juga yang membawa siksa. Anak dan Menantu perempuan yang berbaju tapi bertelanjang, rambut tergerai-gerai, diberi pula cat. Padahal selama ini, hanyalah rumah dan pagarlah yang dicat, tidak rambut ataupun anggota badan lainnya.
Sedangkan anak dan menantu lelaki lebih suka bersarawa pontong ke luar rumah, baju ketat pula memperlihatkan pangkal lengannya yang besar. Pakai kacamata, terkadang kamera disandang ataupun kalau tak ada kamera segala yang ada disandang. Kenapa tidang engku dan encik beri saja mereka kibang yang biasa dibawa induak bareh berbelanja ke Pakan Salasa..? Bahkan ada pula yang mencengangkan, ada pula lelaki memakai subang. Memanglah preman di kampung ada yang terlihat memakai subang. Akan tetapi kalau orang kota semacam mereka ini..?
Akan halnya dengan para cucu, betapa kurang ajarnya mereka. Berbicara sesukanya, berkelakuan tak terkendali. Ketika ditanyakan hal itu kepada anak dan menantu, maka dijawab oleh mereka “Biarkan saja ayah/ibu, memang begitulah adat anak-anak. Tak boleh ditegah, sebab kalau ditegah akan menghalangi kreatifitas mereka. Kenakalan (kekurang ajaran) mereka itu merupakan pertanda bahwa mereka anak-anak yang cerdas nantinya..”
Apa hendak dikata, terpaksa awak diam. Awak orang pandir, orang kampung sedangkan anak-menantu ialah orang pintar, mereka telah kita sekolahkan tinggi-tinggi tentulah pendapat mereka yang benar. Walau hati menolak, namun terpaksa diterima jua, makan ati berulum jantunglah jadinya. Khawatir memikirkan masa depan para cucu, akan serupa apakah mereka ini nantinya..
Selama di kampung, mereka tak hendak menghiraukan aturan adat dan agama. Berpakaian sesukanya (boleh dikata mereka tak pakai baju), berkelakuan tak hendak dibatas (kata mereka sekarang zaman bebas), berbicara tak pakai kato nan ampek (kata mereka kato nan ampek pertanda masyarakat feodal). Ya.. Allah.. Ya.. Rabbi..
Malu terhadap orang kampung? Memanglah benar demikian..
[caption id="attachment_909" align="alignleft" width="300"] Perumahan di Ampang. Satu dari banyak perumahan di Kamang ini.
Gambar: Maizal Chaniago[/caption]
Tapi ada pula yang berlagak tak hendak mau tahu atau memang tak tahu kalau perilaku anak dan menantu serta kamanakan mereka telah melanggar nilai-nilai adat dan agama kita? Entahlah engku..
Kalau orang dahulu akan berkata “Kita kembalikan kepada didikan dari orang tuanya. Seperti apa anak-anaknya maka seperti itu pulalah orang tuanya, serupa itulah keluarganya. Maka dari itu, dalam menjalani hidup ini ada dua perkara yang tak boleh lepas yakni Al Qur’an dan Hadist, pelajari dan dalami. Yang kedua ialah Adat, pelajari pula dan teliti. Yang bersesuaian dengan Syara’ diamalkan yang bertentangan dibuang. Namun hendaknya untuk mempelajari keduanya ialah melalui guru supaya jangan sesat di jalan. Cintailah Islam, Cintailah Minangkabau, Cintailah dengan Mempelajari Keduanya dan Mengamalkan Ajarannya..”
PS: Tentunya tidak semua orang rantau yang serupa ini. Ada juga yang bertambah bagus pengetahuan dan pengamalan agamanya. Ada juga yang pandai menjaga kelakuan selama di kampung walau dalam keseharian mereka berlainan. Dan Lain Sebagainya..
Komentar
Posting Komentar