[caption id="attachment_1632" align="alignleft" width="300"] Gunuang Marapi diambil dari arah Jorong Batu Baraguang[/caption]
Beberapa hari nan lalu kami bersua dengan salah seorang orang yang dapat dikatakan “sekampung” dengan kita. Maksudnya sekampung disini tentulah asalkan sama-sama berasal dari Bukit Tinggi Salingka Agam maka sudah sekampung itu namanya. Kami ditanya dimana kampung kami, lalu kami jawab “Di Kamang engku..”
Si engku tampanya merasa kenal, lalu dilanjutlah untuk bertanya “Dimanakah Kamanya itu?”
“Kamang Ilia engku..” jawab kami.
Segera si engku membalas “O.. dekat Tarusan itukah..?”
Kami hanya tersenyum karena ini bukan kali pertama kami mendapat prasangka yang demikian “Bukan engku, itu Kamang Mudiak, nagari awak berbatasan dengan Nagari Salo dan Magek..”
Si engku rupanya tak hendak menyerah “O, dekat Magek itukah?” tanya si engku kembali.
“Ya engku, sesudah Magek itulah Nagari Kamang kampung kami engku..” jawab kami pasrah.
Dengan segera si engku kembali membalas “Bukankah itu Nagari Magek namanya?”
Untuk kesekian kalinya kembali kami menahan kesal “Bukan engku, itu ialah Kamang, Kamang Ilia sedangkan Tarusan itu di Kamang Mudiak..”
Kami kisahkan kejadian tersebut kepada salah seorang orang tua yang ada di sini, beliau hanya tersenyum masam “Tak adakah engkau mendengar perihal Peringatan Perang Kamang tahun ini dari kampung?” tanya si engku kepada kami “Sudah semenjak tahun nan lalu upacara peringatan Perang Kamang tak dilega[1] lagi melainkan dilaksanakan di halaman Kantor Camat Kamang Magek. Selepas upacara langsung dibawa ke Mudiak guna berziarah ke makam pahlawan di sana serta tugu perang Kamang disana. Adapun di kampung kita? Engkau tanya sajalah ke kampung!” perintah si engku “Sudah penat pemuda kampung menghias-hias, namun orang Kamang berhasil dengan sukses dipecundangi..”
Kami memang pernah mendengar keadaan peringatan Perang Kamang tahun ini, tersenyum saja kami mendengarnya. Bukannya tak kesal dan sedih melihat orang kampung dipecundangi melainkan merasa ganjil saja. Selama ini orang-orang di Mudiak berkata hendak menyatukan visi perihal Perang Kamang. Namun pada kenyataannya mereka tetap tanpa raso jo pareso keras kepala perihal Haji Abdul Manan, dan terakhir dalam peringatan tahun ini semakin mengukuhkan niat mereka sebenarnya.
Salah seorang kawan pernah mengeluh “Orang-orang meanggap nan Kamang itu Kamang Mudiak sedangkan nagari kita ini dikatakannya Magek..!!” ya memang demikianlah adanya pada masa sekarang. Sudah semenjak lama Pakan Salasa ditukar oleh orang namanya dengan “Pakan Magek” dan kita nan di Kamang ini tiada berdaya.
“Sebenarnya bukannya tiada berdaya, melainkan karena orang Kamang itu Orang Berakal jadi tak suka mencari rusuh dengan orang lain..” dalih seorang kawan “Seperti kata orang tua-tua; Nan berakal itu Nan Mengalah..”
Cemas kami akan berlakukah kiranya Cupak dituka urang manggaleh, Jalan dialiah urang lalu.
[1] Digilir
Beberapa hari nan lalu kami bersua dengan salah seorang orang yang dapat dikatakan “sekampung” dengan kita. Maksudnya sekampung disini tentulah asalkan sama-sama berasal dari Bukit Tinggi Salingka Agam maka sudah sekampung itu namanya. Kami ditanya dimana kampung kami, lalu kami jawab “Di Kamang engku..”
Si engku tampanya merasa kenal, lalu dilanjutlah untuk bertanya “Dimanakah Kamanya itu?”
“Kamang Ilia engku..” jawab kami.
Segera si engku membalas “O.. dekat Tarusan itukah..?”
Kami hanya tersenyum karena ini bukan kali pertama kami mendapat prasangka yang demikian “Bukan engku, itu Kamang Mudiak, nagari awak berbatasan dengan Nagari Salo dan Magek..”
Si engku rupanya tak hendak menyerah “O, dekat Magek itukah?” tanya si engku kembali.
“Ya engku, sesudah Magek itulah Nagari Kamang kampung kami engku..” jawab kami pasrah.
Dengan segera si engku kembali membalas “Bukankah itu Nagari Magek namanya?”
Untuk kesekian kalinya kembali kami menahan kesal “Bukan engku, itu ialah Kamang, Kamang Ilia sedangkan Tarusan itu di Kamang Mudiak..”
Kami kisahkan kejadian tersebut kepada salah seorang orang tua yang ada di sini, beliau hanya tersenyum masam “Tak adakah engkau mendengar perihal Peringatan Perang Kamang tahun ini dari kampung?” tanya si engku kepada kami “Sudah semenjak tahun nan lalu upacara peringatan Perang Kamang tak dilega[1] lagi melainkan dilaksanakan di halaman Kantor Camat Kamang Magek. Selepas upacara langsung dibawa ke Mudiak guna berziarah ke makam pahlawan di sana serta tugu perang Kamang disana. Adapun di kampung kita? Engkau tanya sajalah ke kampung!” perintah si engku “Sudah penat pemuda kampung menghias-hias, namun orang Kamang berhasil dengan sukses dipecundangi..”
Kami memang pernah mendengar keadaan peringatan Perang Kamang tahun ini, tersenyum saja kami mendengarnya. Bukannya tak kesal dan sedih melihat orang kampung dipecundangi melainkan merasa ganjil saja. Selama ini orang-orang di Mudiak berkata hendak menyatukan visi perihal Perang Kamang. Namun pada kenyataannya mereka tetap tanpa raso jo pareso keras kepala perihal Haji Abdul Manan, dan terakhir dalam peringatan tahun ini semakin mengukuhkan niat mereka sebenarnya.
Salah seorang kawan pernah mengeluh “Orang-orang meanggap nan Kamang itu Kamang Mudiak sedangkan nagari kita ini dikatakannya Magek..!!” ya memang demikianlah adanya pada masa sekarang. Sudah semenjak lama Pakan Salasa ditukar oleh orang namanya dengan “Pakan Magek” dan kita nan di Kamang ini tiada berdaya.
“Sebenarnya bukannya tiada berdaya, melainkan karena orang Kamang itu Orang Berakal jadi tak suka mencari rusuh dengan orang lain..” dalih seorang kawan “Seperti kata orang tua-tua; Nan berakal itu Nan Mengalah..”
Cemas kami akan berlakukah kiranya Cupak dituka urang manggaleh, Jalan dialiah urang lalu.
[1] Digilir
Komentar
Posting Komentar