Langsung ke konten utama

Monografi Nagari Kamang 1980_7

Asal Usul Penduduk Nagari Kamang

Menurut Sejarah yang diterima dari perantara tutua (tutur) dari yang tua-tua yang mereka turunkan secara beranting dari nenek turun kepada mamak, seterusnya sampai kepada kemenakan-kemenanakan, bahwa penduduk pertama yang datang dan mendiami nagari Kamang ini berasal dari Nagari Minang Kabau Luhak Tanah Data[1] sekarang.


Pada kira-kira abad ke X sesuai dengan cara-cara dahulu itu, setelah berkembang pada suatu tempat/ daerah yang mereka diami, maka mereka berusaha mencari tempat pemukiman yang baru yang mereka anggap menyenangkan untuk tempat mereka yang baru, begitulah seterusnya.


Pedoman yang mereka pakai dalam perjalan mencari tempat baru itu adalah matahari terbit dan terbenam atau arah Timur dan Barat yang menjajaki (melalui) batang air[2] yang mereka tinjau dan lihat dari perbukitan/ tempat tinggi. Untuk menelusurinya  baik kearah muaranya maupun arah hulunya sesuai pula dengan keinginan mereka yang mengembara mencari tempat baru.


Demikianlah menurut tutua (tutur) orang tua-tua. Serombongan penduduk dari Nagari Minang Kabau disebutkan diatas, berangkat melalui Nagari Tabek Patah sampai ke Bukit Lantak Koto (Dekat PLTA sekarang). Di Bukit Lantak Koto ini mereka beristirahat, disamping melepaskan lelah dalam perjalanan, juga mereka melakukan pembagian rombongan mereka yang besar menjadi beberapa rombongan.


Rombongan pertama yang dahulu berangkat meninggalkan Bukit Lantak Koto ini adalah rombongan yang mencapai Batang Air di daerah Simarasok sekarang. Setelah lebih dahulu mereka mengarungi hutan belukar. Sesampainya mereka di pematang batang air yang mengalir dari arah Barat ke Timur, mereka lanjutkan pengembaraannya hendak mendapatkan hulunya. Dengan batang air inilah mereka berpedoman untuk mencapai tujuannya disamping mempedomani matahari tersebut diatas. Akhirnya mereka sampai di suatu tempat dimana air keluar dari arah terowongan bukit yang berbatu-batu.


Memperhatikan  hal yang demikian itu, mereka akhirnya mendaki bukit itu dan sampai diatasnya.


Rombongan pertama yang mendahului rombongan-rombongan lainnya di Bukit Lantak Koto disebutkan diatas, disanalah mereka beristirahat/ bermufakat guna untuk melanjutkan perkalanan ke arah tujuan mereka. Disamping itu diatas bukit mereka melihat air berputar-putar dan dengan itu tahulah mereka bahwa sumber air yang keluar dari terowongan yang mereka lihat pertama asalnya dari air yang berputar-putar ini.


Dan diatas bukit inilah mereka menyusun Pasukuan dan kelompok rombongan itu berdasarkan pasukuan-pasukuan yang mereka bawa dari Minangkabau dengan susunan yang sampai sekarang masih berlaku. Pada umumnya penduduk Kamang  mempunyai dan tergabung dalam empat Pesukuan Adat, Induk, kemudian ada Paruiknya dan sebagainya sesuai dengan pepatah yang berbunyi :


Inggirih bakarek kuku,
Dikarek jo pisau siraut,
Paruik Batang Tuonyo,
Rang Kamang baampek suku,
Dalam suku babuah paruik,
Dalam paruik ado tunyo.


Keempat Pesukuan adat itu dipecah lagi menjadi tiga belas pesukuan.


Tetapi Pesukuan induk itu mempunyai Pimpinan menurut Hirarkhinya, bajanjang naiak batangga turun, babasa nan barampek, bapucuak nan duo puluah duo, bungka nan tangah delapan puluah.


Empat Pesekuan induk dan pecahannya itu adalah sebagai berikut :




  1. Pesekuan Ampek Ibu, tergabung dalam :

  2. Pesukuan Pisang

  3. Pesekuan Guci

  4. Pesukuan Budi dan Chaniago[3]

  5. Pesukuan Simabur dan Payobada


Dalam pesekuan ampek ibu ini, dipimpin oleh satu orang Basa[4] empat orang Pangulu Pucuak[5]




  1. Pesekuan Sikumbang, tergabung didalamnya :

  2. Pesekuan Sikumbang Gadang

  3. Pesukuan Sikumbang Mansiang

  4. Pesukuan Sikumbang Tali Kincia


Dalam pesekuan Sikumbang ini dipimpin oleh satu orang pengulu basa nan barampek, tiga orang penghulu pucuak, disebutkan juga Sikumbang nan sambilan.




  1. Pesekuan Jambak tergabung didalamnya :

  2. Jambak Pasia dan Jambak Kubang

  3. Jambak Puhun dan Jambak Katik Anyia

  4. Jambak Tangkamang, Jambak Ujuang Tanjuang, dan Jambak Tanjuang Mangkudu


Pesekuan Jambak ini dipimpin oleh satu orang penghulu basa nan barampek, tujuh penghulu pucuak, disebut juga Jambak Nan Batujuah.




  1. Pesukuan Koto, tergabung didalamnya :

  2. Koto Tangkamang Nan Batigo

  3. Koto Sariak dan Koto Kepoh

  4. Koto Rumah Tinggi, Koto Rumah Gadang dan Koto Tibarau


Pesukuan ini dipimpim oleh satu orang penghulu basa nan barampek, delapan penghulu pucuak, disebut juga Koto Nan Salapan.


Penghulu nan barampek, juga penghulu pucuak atawa, penghulu nan duo puluah duo jua, Nagari Kamang alamnyo barajo-rajo, penghulu basa nan barampek, gadang sendirinyo, turun  temurun, demikian suriah, barih dan babaleh, dari dahulunya dengan istilah lain “Karambia Tumbuah Dimatonyo.”


Sesuai dengan barih nan babaleh, janjang naik tanggo turun menurut adat, maka yang dimaksudkan dalam paruik ado tuonyo itulah penghulu pangka nan  tangah delapan puluah, lanjutnya Kampuang Batuo, Rumah Batungganai.


Selanjutnya rombongan yang diatas bukit itu menamakan bukit itu Bukit Kubuang Tigo Baleh sampai sekarang, itulah nama bukit itu.


Setelah mereka mengatur nama pesukuan, nama bukit itu dan sambil berfikir-fikir selanjutnya maka mereka dapat menyusun kalimat demi kalimat yang hasilnya merupakan sebuah pantun yang berbunyi :


Kubuang tigo baleh tabiangnyo landai
Aia baputa dalam lubuak
Duduak tamanuang cadiak pandai
Bapikia-pikia sambia duduak


Selesai dengan rancana-rencana rombongan berangkat melanjutkan pengembaraannya mencari tempat pemukiman yang mereka idam-idamkan menuruni batang air menjajaki hulunya dan akhirnya rombongan sampai di tempat batu-batu yang banyak menjulang (antara batas Kampung Binu dengan Kampung Koto nan Gadang sekarang).


Disamping matahari telah condong ke barat menandakan hari telah sore dan untuk menyeberang batang besar pula, maka istirahat pulalah mereka ditempat ini sambil melihat-lihat tempat yang ketinggian untuk bermalam. Sambil duduk itu keluarlah perintah kepala rombongan yang diucapkan dengan kata pantun yang berbunyi :


Batu bajulang aia no dareh
Suliklah kito manyubarang
Capeklah kito naiak kateh
Harilah barambang patang


Nama Batu Manjulang itu kemudian  disebutkan Batu Bajolang, yang namanya sampai sekarang demikianlah tidak ada perobahan. Bahkan dikemudian hari di tempat itu dibangun bendungan darurat oleh penduduk dan dinamai Kepala Bandar Batu Bajolang. Akhir-akhir ini oleh Pemerintah, bangunan Kepala Bandar ini ditukar dengan Waduk untuk pengairan persawahan di Sawah Laweh.


Sesudah mereka menerima perintah dari kepala rombongan untuk naik ke atas, maka mereka mendapat di tempat yang tertinggi dimana sebatang pohon kayu besar merupakan Gobah, (gobah maksudnya tinggi dan tertinggi dari yang lain) dan mereka bermalam di bawah pohon kayu besar dan tinggi tersebut. Kemudian pohon tersebut mereka namakan dengan nama Kayu Kamang. Oleh karena itu kemudian tempat dimana mereka merasa aman dan tentram serta dekat pula dengan batang air mereka jadikan sebagai tempat menetap. Kemudian tempat yang mereka namakan Gobah, sampai sekarang demikian halnya terletak di Kampung Koto Nan  Gadang sekarang.


Disinilah mereka mula-mula merambah, melatiah, mencencang, manaruko dna membuat Taratak Pertama. Lama kelamaan masa berganti masa mereka berkembang dan dari sinilah mereka memperluas daerahnya secara berangsur-angsur. Dimana sementara itu berdatangan pulalah rombongan demi rombongan lainnya yang menurut keterangan dan tutur yang diperdapat berasal dari dan melalui Sariak Sungai Puar, Canduang Koto Laweh, Banuhampu, Biaro Mungka, Kapau Tanjuang Alam, Sungai Janiah dan sebagainya. Baik mereka yang telah ada hubungannya dengan pendatang pertama dan sebagainya.


Demikianlah nenek moyang dahulu itu mulai memperkuat Taratak, dusun, mulai dari Gobah, Ujuang Tanjuang, Rumah Tinggi, Tanjuang Mangkudu, Larak, Balai Panjang, Tarok Basarihan, Luak Anyia, Kubang, Tapi, Koto Sariak, Ladang Darek, Tangah, dan Mudiak seluruhnya, sehingga merupakan satu nagari yang mereka namakan Kamang. Berikut dengan susunan pemerintahannya yang dikatakan Pemerintahan Adat.


Pada waktu mereka membangun nagari inilah dahulunya orang-tua-tua menyebutkan bahwa yang dikatakan Nagari Kamang ialah dataran yang membujur dari Gurun Capo diatas Salo sampai ke Pandan Balian di batas Kamang Mudik sekarang. Sedang sebelah kirinya berbatas dengan Nagari Magek dan Bukit Barisan atau lain perkataan :


Sebelah barat berbatas dengan Nagari Kamang Mudik
Sebelah Timur berbatas dengan Nagari Bungo Koto Tuo
Sebelah Selatan berbatas dengan Nagari Magek
Sebelah Utara berbatas dengan Bukit Barisan


_________________________________________________________


Catatan Kaki:


[1] Pada naskah asli tertulis: Kabupaten Tanah Datar sekarang. Kami sengaja menukarnya karena dalam penulisan nama tempat dan keadaannya hendaknya mengacu kepada kebudayaan kita. Supaya orang-orang yang datang setelah kita tidak silap dalam memandang dan menilai. Nama tempat sebaiknya memakai nama asli bukan nama yang diindonesiakan. Memang benar ketiga Luhak telah menjadi Kabupaten dan sebagian besar dari kita acap menyamakan antara Luhak dan Kabupaten, terutama dalam segi keadaan wilayah. Hal ini sesungguhnya tidak tepat karena wilayah kabupaten sekarang tidaklah sama dengan wilayah Luhak. Sebagai contoh ialah Nagari Pandai Sikek yang pada saat sekarang termasuk kepada Kabupaten Tanah Datar, namun silap apabila dikata kalau Nagari Pandai Sikek juga termasuk kepada Luhak Tanah Data karena nagari tersebut  merupakan bagian dari Luhak Agam. Entah mengapa orang dahulu dalam membagi wilayah administratif moderen tidak mengacu kepada Kearifan Lokal. Contoh lain ialah Kota Bukit Tinggi bukan bagian dari Kabupaten Agam karena dalam hal pemerintahan mereka setara namun apabila dikata Luhak Agam maka Kota Bukit Tinggi atau Nagari Kurai termasuk kepadanya.


[2] Sungai


[3] Orang Chaniago berninik kepada Orang Budi demikian juga dengan Orang Payobada berninik ke Orang Simabua


[4] Pucuk yang memimpin keempat suku yang berada di bawah suku Ampek Ibu


[5] Penghulu Pucuk memimpin setiap suku pecahan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum