Langsung ke konten utama

Hubungan Paruik, Jurai, Payuang (Kaum), & Suku


  1. Ilustrasi Gambar: DisiniSaparuik


Ialah sekelompok manusia yang saling berhubungan dan pada umumnya tinggal dalam satu rumah. Secara harfiah saparuik ini dapat diartikan orang-orang yang berasal dari satu kandungan yang sama. Yang dimaksudkan dengan “kandungan” disini ialah satu ibu yang sama dan merupakan unit yang paling penting dari segi fungsinya.


Saparuik biasanya mengarah kepada kepada sekelompok orang yang tinggal di satu rumah gadang. Rumah mengacu kepada induk (ibu, nenek) yang sama dan secara teori, satu rumah dapat menampung beberapa perempuan yang telah menikah bersama anak-anaknya. Adapun dengan para lelaki yang masih membujang tinggal di surau, bagi yang sudah menikah tinggal (bermalam, tidur) di rumah isterinya.


Sedangkan suami, menurut aturan adat lama (sekarang sudah jarang berlaku lagi) hanya pulang ke rumah isterinya tatkala hari sudah malam ketika hendak tidur. Dan akan pergi dari rumah isterinya di pagi hari selepas Shalat Subuh.


Kepala atau pemimpin dari satu rumah gadang ialah “tungganai” atau “mamak rumah” (pengetua rumah) yang biasanya lelaki tertua dalam rumah tersebut. Biasanya kalau saudara lelaki dari nenek masih hidup maka dialah yang menjadi Tungganai. Tugasnya ialah bertanggung jawab atas perilaku, keselamata, dan keselarasan keluarga saparuik tersebut. Tidak hanya itu selain bertanggung jawab ke dalam dia juga bertanggung jawab ke luar. Dengan kata lain, tugas Tungganai ialah sebagai koordinator terutama bagi anggota keluarga saparuik yang laki-laki.




  1. Jurai


Ada yang menerangkan bahwa selepas Paruik maka proses pembentukan lainnya ialah Jurai atau ada juga yang menamainya Toboh. Pada tulisan lain dari Paruik langsung melompat kepada Payuang. Kepada kearifan pembaca kami serahkan penilaiannya.


Apabila anggota paruik telah bertambah banyak dan berkembang, maka paruik itu akan membelah diri menjadi unit unit yang berdiri sendiri, unit unit ini disebut Jurai dan ada juga yang menyebutnya Toboh. Ia merupakan satu kesatuan keluarga kecil yang sadapua (sedapur).


Pimpinannya di namakan mamak rumah atau tungganai. Jabatan tungganai juga dipegang oleh seorang laki laki yang tertua dari saudara ibu, jadi tidak melalui pemilihan. Semua anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga itu memanggilnya mamak, dan sebaliknya menyebut kemenakan. Salah satu aturan dari ketentuan itu adalah “kemenakan saparintah mamak (Kemenakan diperintah oleh mamak). Pengertian perintah di sini bukan kekuasaan tetapi merupakan tanggung jawab.


Mamak mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kemenakannya. Corak dan sifat hubungan bermamak kemenakan ini tersirat dalam fatwa adat sbb :


Kemenakan manyambah lahia
Mamak manyambah batin
Kemanakan bapisau tajam
Mamak badagiang taba
Tagangnyo bajelo-jelo
Kanduonyo badantiang-dantiang




  1. Sapayuang[1]


Ada juga yang menyebutnya dengan istilah Kaum atau Sakaum, ialah sekelompok rumah[2] yang saling berhubungan dan berada di bawah pengawasan kepala kelompok (penghulu). Terbentuknya sapayuang ini ialah apabila generasi telah bertambah dan rumah gadang lama dirasa tiada lagi mencukupi atau dapat menampung pertambahan anggota keluarga saparuik maka dibuatkanlah rumah gadang baru di tanah pusako milik keluarga.


Sapayuang ialah sekelompok orang yang berada pada beberapa rumah dan berada di bawah perlindungan (pimpinan) seorang penghulu. Keberadaan seorang penghulu tidak menghapuskan keberadaan Tungganai yang ada pada setiap rumah. Penghulu tidak langsung menangani masalah yang terjadi pada satu rumah secara langsung melainkan mendapatkan limpahan pekerjaan dari Tungganai apabila suatu persoalan tidak dapat dipecahkan oleh paruik tersebut. Kadang kala untuk lingkungan internal, seorang penghulu bertindak (berfungsi) sebagai seorang hakim.




  1. Sasuku


Ialah gabungan kelompok matrilineal yang mempunyai satu nenek moyang perempuan yang sama, yang namanya tidak dikenal lagi yang masing-masingnya memiliki nama tersendiri. Suku memiliki beragam arti, seperti dalam takaran, sasuku itu ialah satu seperempat oleh karena itulah maka syarat nagari minimal memiliki empat buah suku.


Satu suku terdiri atas beberapa payuang, jumlah dari payuang tersebut sangat bergantung dari pengembang biakan setiap paruik. Namun anggota suku tidak melulu berasal dari satu keturunan yang sama sebab setiap suku dapat dan boleh menerima anggota baru dari luar yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Penerimaan anggota baru dari suku tersebut biasanya dilakukan dengan mengadakan serangkaian upacara adat tertentu.


Apabila orang yang datang tersebut memiliki suku yang sama dengan salah satu suku yang terdapat di nagari yang dia tuju maka ia meminta pertalian (malakok) dengan suku tersebut. Apabila tidak maka akan dicarikan suku yang terdapat dalam nagari tersebut yang berada dalam kelompok besar sukunya. Misalnya, apabila orang datang itu bersukukan Sikumbang dan suku tersebut tidak ada di nagari yang dituju maka kemungkinan besar ia akan dimasukkan ke dalam suku yang berada dalam keluarga besar suku Piliang seperti Suku Piliang atau Guci bukan oleh Suku Koto dan jauh sekali kemungkinannya oleh Suku Bodi atau Caniago.


Demikianlah hierarki pembetukan sebuah masyarakat yang dimulai dari satu kelurga atau satu keturunan di Minangkabau ini


__________________________


Catatan Kaki:


[1] Ada juga yang memakai istilah kampung untuk Payuang, seperti Patrick Edward de Joselin de Jong (lebih dikenal dengan nama Joselin de Jong) seorang profesor pada Antropologi Budaya di Universitas Leiden Belanda. Dia menjabat sebagai kepala Bidang Studi semenjak tahun 1957 – 1987. Dia mengkhususkan penelitiannya tentang Minangkabau. Lahir pada tanggal 8 Juli tahun 1922 dan meninggal pada tanggal 1 Januari tahun 1999. Untuk lebih lengkap silahkan kunjungi https://en.wikipedia.org/wiki/P.E._de_Josselin_de_Jong


[2] Sekelompok rumah yang dimaksud disini tidak mesti tinggal dilokasi yang sama atau berdekatan jarak rumahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum