OLeh: Hirwan Saidi
dimuat diblog beliau: kamangnagariperjuangan.blogspot.co.id
[caption id="" align="alignright" width="457"] Lambang Luhak Nan Tigo Sumber Gambar: Disini[/caption]
Nagari Kamang yang letak geografisnya membujur di kaki bukit barisan dibagian timur laut Kabupaten Agam sangat terkenal kerevolusioneran rakyatnya. Perjuangan yang telah ditunjukan rakyatnya untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan cerminan Perjuangan Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Bagaimana perjuangan yang telah dilakukan rakyat di Kamang tersebut, secara ringkas dapat dilihat dari sekilas sejarah; Perang Paderi, Perang Kamang 1908, Pemberontakan Kamang 1926 dan Mempertahankan Kemerdekaan.
Sebelum kita membicarakan Kamang sebagai Nagari Perjuangan, alangkah baiknya penulis sampaikan kepada pembaca asal usul Nagari Kamang sebagai suatu nagari. Secara etiomologi asal usul nama Nagari Kamang dapat ditelusuri, dimana menurut Tambo Nagari Kamang yang disesuaikan dengan sejarah Kerajaan Minangkabau, penduduk Kamang berasal dari Nagari Pagaruyung. Setelah melalui berbagai liku-liku perjalanan, mereka sampai pada batuan yang menjulang tinggi.
Beberapa laki-laki naik ke puncak batu untuk melihat tempat yang baik untuk bermalam. Batu itu tersebut mereka namai Batu Bajolang. Setelah menerima petunjuk dari pimpinan rombongan mereka menuju sebuah dataran tinggi dimana disana tumbuh batang kayu besar bagaikan gobah, yang akhirnya daerah ini dinamai Gobah. Mereka merasa betah tinggal disini, lalu mendirikan pondok-pondok. Mereka mulai mencancang-malateh, manatak dan manaruko.
Biasanya setiap sore mereka berkumpul dibawah kayu tersebut sambil bermusyawarah untuk segala sesuatu demi kelanjutan hidup. Pimpinan rombongan biasanya meminta pendapat kepada yang hadir “kamanga awak lai”. Dengan asal istilah “kamanga” ini pohon kayu tersebut mereka namai Kayu Kamang. Setelah melalui proses sekian lama nama kamang mereka pakai untuk nama wilayah yaitu NAGARI KAMANG. Sementara itu berdatangan pulalah rombongan demi rombongan dari daerah lain, seperti Sariak Sungai Pua, Candung, Koto Laweh, Biaro, Sungai Janiah dan lain-lain. Semuanya mereka tata dengan hukum adat. Seiring dengan perputaran waktu, pada perkembangan selanjutnya mereka telah dapat membuat kata sepakat untuk menentukan batas-batas nagari dengan cara “kamananam aua nan sarumpun di ateh tanah nan sabingkah”.
Adapun tempat aur ditanam disepakati; Sebelah timur di bukit Baka, sebelah Barat di gurun capo, sebelah Selatan mulai dari perbatasan dengan Salo sampai Parak Rajo (perbatasan dengan Kamang Mudiak sekarang), sebelah Utara di puncak Bukik Panjang. Itulah kawasan yang mereka jadikan sebagai wilayah Nagari. Dalam kehidupan sehari-hari semuanya mereka tata dengan hukum adat. Untuk menghilang pengaruh Perang Kamang supaya nagari lain disekitar Agam tidak meniru Kamang pada tahun 1913 pemerintah kolonial belanda menukar nama Nagari Kamang menjadi Aua Parumahan. Ini berlangsung sampai berakhirnya pendudukan Jepang. Setelah Kemerdekaan oleh Kerapatan Adat Nagari pada waktu itu nama nagari dikembalikan kepada nama aslinya yakni Kamang.
Sewaktu perang mempertahankan kemerdekaan tahun 1949 sedang berkecamuk. Kamang termasuk basis utama para pejuang, diantara tokoh-tokoh waktu itu yang hanya mengatasnakan anak nagari antara lain Saidi St.Lembang Alam, Ak.Dt Gunung Hijau, Patih A, Muin Dt.Rky.Maradjo, dalam suatu rapat di Anak Air Dalam Koto Kamang, sepakat untuk menambah Hilir dibelakang Kamang, sehingga menjadi Kamang Hilir, sedang Nagari Surau Koto Samiak dirobah menjadi Kamang Mudiak. Yang menjadi subyek sejarah disini adalah Kamang yang ada pada waktu itu yaitu Kamang Hilir sekarang. Namun dibalik itu semua perjuangan rakyat yang terjadi disana juga tidak terlepas dari pihak luar Kamang yang ikut berperan aktif sebagai pelaku sejarah.
PERANG PADERI.
Nama Nagari Kamang mulai dicatat sejarah setelah terjadinya gerakan pemurnian ajaran agama di Minangkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuangku nan Tuo dari Cangkiang Ampek Angkek dan mengambil bentuk yang lebih tegas menjadi Gerakan Padri setelah Tuangku Nan Renceh mendapat kawan sepaham dengan Haji dari Mekah yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang pada tahun 1803. Dari data sejarah yang diperoleh, Tuangku Nan Renceh berasal dari Bansa-Pauh (Nagari Bukik = sekarang Kamang Mudiak). Tuangku Nan Renceh bersama-sama dengan 7 orang Tuangku lainnya; Tuangku Koto Tuo, Tuangku Lubuak Aua dari Canduang, Tuangku Galuang dari Sungai Pua, Tuangku Ladang Laweh, Tuangku Barapi juga dari Bukik Canduang, Tuangku Biaro dan Tuangku Kapau, berhasil membentuk suatu kelompok militan yang dikenal dengan “Harimau Nan Salapan”. Semenjak tahun 1803 Nagari Kamang termasuk salah satu pusat gerakan Kaum Paderi hasil gemblengan tokoh-tokoh “Harimau Nan Salapan”. Sekarang timbul pertanyaan, mengapa Nagari Kamang yang dijadikan salah satu pusat gerakan kaum paderi? Ada beberapa alasan yang mendasari kamang dijadikan sebagai pusat gerakan paderi;
- Masyarakat Kamang telah banyak mempelajari dan menyebarkan ajaran Islam. Adapun tempatnya adalah di Mesjid Taluak.
- Boleh dikatakan tidak ada pertentangan antara pemimpin agama dengan pemimpin adat, sehingga ulama tidak ada menemui hambatan dalam menyebarkan ajaran islam.
- Faktor alam: para pemimpin paderi pada waktu itu juga telah memperkirakan segala kemungkinan yang akan terjadi dari kegiatan mereka, yaitu peperangan. Dilihat dari alamnya di sekeliling Nagari Kamang ditumbuhi oleh aur berduri yang ditanam oleh nenek moyang mereka dahulu sebagai batas nagari.
Menyinggung kita kembali Mesjid Taluak. Mesjid Taluak adalah mesjid yang pertama kali dibangun di Kamang pada tahun 1800 atas prakarsa ulama termasyhur waktu itu yang bernama Tuangku Labai Diaceh. Pada awalnya mesjid ini digunakan oleh masyarakat Kamang untuk Shalat Jum’at.dan sekaligus tempat pendidikan agama. Setelah bangkitnya kaum paderi, mesjid tersebut dijadikan tempat bermusyawarah pimpinan paderi. Di sinilah Tuangku Nan Renceh, H.Piobang dan H.Sumanik, pernah menggembleng beberapa orang perwira Paderi, diantaranya Peto Syarif yang kelak dikenal dengan nama Tuangku Imam Bonjol dan Tuangku Rao yang dalam perjuangannya kemudian berhasil meng-islamkan tanah Batak Selatan. Sebagai Imam Besarnya di mesjid ini adalah Tuangku Bajangguik Hitam. Beliau adalah penduduk Kamang asli dilahirkan di Taluak dari pasukuan Jambak. Semasa mudanya hingga akhir hayat merupakan tokoh santri yang sering memberikan dakwah kepada masyarakat dan kader paderi. Selain ulama pemberi dakwah beliau juga adalah pimpinan yang sangat disegani.
Pada saat perang terbuka diseluruh Minangkabau melawan Belanda, Kamang juga menjadi ajang pertempuran. Pimpinan langsung dipegang oleh Tuangku Bajangguik Hitam. Dia langsung mengangkat senjata dan menjadikan mesjid Taluak pusat komando perjuangan. Disinilah Tuangku Bajangguik Hitam selalu mengadakan pertemuan dengan pemuka paderi Agam lainnya untuk saling bertukar fikiran maupun mengatur strategi. Untuk menaklukan Kamang bukanlah hal yang mudah. Ada 2 (dua) faktor penting yang saling mendukung dalam menghadapi gerak maju pasukan Belanda. Pertama faktor Fanatis, dibawah panji-panji Islam rakyat seolah-olah mempunyai kekuatan gaib menghadapi perang menempuh maut tampa ragu. Kedua adalah faktor yang cukup unik yang tidak tercamtum dalam file strategi medan yaitu faktor Benteng Alam berupa tumbuhan aur berduri yang tumbuh subur sepanjang selatan Kamang. Serangan Belanda ke Kamang pada Bulan Agustus 1822 dibawah pimpinan Letkol Raaff dapat dipatahkan oleh pasukan Paderi. Untuk membobolkan benteng ini Belanda juga memakai teknik yang unik yaitu dengan melemparkan uang pecahan logam yang banyak disepanjang aur berduri. Tampa disadari masyarakat di sekitar mulai merambah aur sebagai benteng mereka sendiri untuk mendapatkan uang logam. Pintu benteng mulai terbuka. Pintu benteng yang pertema terbuka adalah di perbatasan Salo dengan Kamang, sehingga daerah tersebut mereka namai dengan Kubualah. Dengan demikian serangan pasukan Belanda pada tahun 1832 dibawah pimpinan Vermeui Krieger setelah mendapat perlawanan yang gigih dari pejuang Paderi berhasil masuk ke Kamang, pertempuran menjalar sampai ke kampung-kampung, yang banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Belanda terus meningkatkan serangan, tetapi tidak berhasil menemukan Tuangku Bajangguik Hitam. Karena kesal Belanda membakar Mesjid Taluak.
Residen Letnan Kolonel Elout di Padang sangat marah mendapat laporan dari medan pertempuran di Kamang, dan memutuskan untuk melakukan serangan besar-besaran. Tidak kurang dari 8 kapal mengangkut tentara dari Jawa yang dipimpin oleh seorang Mayor Jenderal yang membawahi 3.500 tentara ditambah 12.000 tentara bantuan. Kamang diserang dari 4 jurusan :
- Dari Bukittinggi melalui Koriri (Kuliriak, Tilatang) dipimpin oleh Mayor De Buus.
- Dari Suliki Suliki melalui Bukit Barisan untuk menikam dari belakang dipimpin oleh Mayor De Quay.
- Dari Bukittinggi melalui Baso-Salo dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout.
- Ditambah satu Detasemen untuk memancing perhatian pasukan Paderi bergerak dari Magek dibawah pimpinan Van der Tuuk.
Benteng Kamang dipertahankan mati-matian oleh pasukan paderi dibawah pimpinan Tuangku Bajangguk Hitam yang bermarkas di Mesjid Taluak ditepi Batang Agam. Serangan hari pertama pada tanggal 9 Juli 1833 gagal karena pasukan dari Suliki terlambat datang. Barulah pada tanggal 10 Juli 1833 Kamang dapat diduduki oleh Belanda setelah terjadi parang basosoh selama 2 hari di suatu tempat tidak jauh dari mesjid Taluak. Disinilah bergelimpangan mayat tentara kedua belah pihak. Pihak Belanda tewas 100 orang diantaranya 3 Perwira termasuk Mayor De Buus. Karena banyaknya darah tentara yang tertumpah disana, untuk beberapa lama daerah ini berbau anyir, sehingga masyarakat menamai daerah itu “Pasia Anyia”. Dalam pertempuran kali ini walaupun Tuangku Bajangguik Hitam telah berjuang sekuat kemampuan akhirnya gugur sebagai Pahlawan Perang Paderi. Jenazahnya dimakamkan didepan mesjid yang telah dibakar Belanda (sekarang telah menjadi Komplek Makam Palawan Perang Kamang 15 Juni 1908, masih terawat dengan baik). Dengan gugurnya Tuangku Bajangguik Hitam sebagai Pahlawan Paderi di Kamang, secara fisik maka berakhirlah perlawanan kaum paderi di Kamang, namun watak anti penjajahan masih tumbuh subur dalam jiwa rakyat Kamang.
PERANG KAMANG 1908
Perang Kamang yang terjadi 15 Juni 1908 adalah merupakan sejarah heroik dan patriotik yang pernah dicatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah Republik Indonesia. Dimana pada waktu itu telah terjadi perlawanan rakyat yang sangat gigih dan sengit dengan senjata utamanya adalah semangat yang membara untuk menentang penjajah. Peristiwa ini terjadi karena mulai diberlakukannya peraturan Pungutan Pajak (Incomstan Blastting) pada tanggal 1 Maret 1908 untuk seluruh wilayah Indonesia. Peraturan ini ditolak dengan tegas oleh masyarakat. Pemerintah Belanda gagal merebut pengaruh Laras untuk pelaksanaan Blastting. Kemudian pada tanggal 16 Maret 1908 Tuan Luhak Agam J.WESTENNENK memanggil semua Laras di Agam Tuo ke kantornya. Dalam pertemuan tersebut J.WESTENNENK menekan para Laras supaya Blastting segera dilaksanakan. Dari sekian banyak Laras yang hadir hanya Laras Kamang Garang Dt.Palindih yang menyanggah dengan tegas dan gigih bahwa Blastting tidak bisa dilaksanakan karena membebani rakyat. Rapat menjadi kacau, tidak ada keputusan pelaksanaan Blastting. Para Laras berjanji akan membicarakannya dengan Ninik Mamak, alim ulama dan cerdik pandai terlebih dahulu. Garang Dt.Palindih bersama dengan cerdik pandai yang bernama Abdul Wahid Kari Mudo membawa masalah ini kepada Basa nan Barampek seterusnya dibawa dalam sidang lengkap Ninik Mamak Kanagarian Kamang. Atas dasar cupak nan salingka suku, adat nan salingka nagari, dimana Kamang sebagai penerus adat Koto Piliang, Hearkhinya adalah Basa nan Barampek, Pucuak nan Duo Puluah duo, Bungka nan Tangah Lapan Puluah merupakan pimpinan tertinggi tradisional ditengah-tengah masyarakat, akhirnya dalam sidang Kerapatan Adat Nagari sepakat “MENGANGKAT M. SALEH Dt. RADJO PENGHULU SEBAGAI PIMPINAN PERLAWANAN MENGHADAPI BELANDA”. Dt.Radjo Penghulu sebagai “the man behind the gun nya” perang Kamang dalam waktu singkat berhasil menarik H.Abdul Manan seorang tokoh ulama, yang juga merupakan rang sumando oleh Dt.Radjo Penghulu. Mereka bertiga dengan Wahid Kari Mudo berhasil menggelorakan semangat kaum muda, mereka berikrar memusatkan perlawanan dan memekikan anti penjajahan.
Pada tanggal 2 Juni 1908 diadakan rapat bersama di Mesjid Taluak (di Kamang) yang dihadiri oleh utusan dari Agam Tuo, Lubuak Basuang, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar dan lain-lain, dengan kebulatan tekad menentang Belanda, dan sekaligus menentukan tugas masing-masing.
Pada hari Senen tanggal 15 Juni 1908 seorang warga Magek datang ke Kantor Laras untuk membayar Blastting, ia langsung dihadang oleh sekelompok warga setempat diancam akan dibunuh jika ia tetap membayar blastting karena ia melanggar tekad bersama untuk menentang Belanda. Laras Magek (yang bernama Warido) marah, segera menyampaikan hal ini kepada J.Westennenk dan meminta supaya pembangkang ditangkap. Westennenk menghubungi Gubernur Hecler untuk meminta petunjuk, hanya sepatah kata yang diucap Hecler sesuai perintah Gubernur General Van Heutez yaitu “serbu”. Westennenk mengerahkan 160 pasukan, 30 orang masuk dari Gadut yang dipimpin oleh Letnan Heyne dan Cheriek;. 80 orang masuk dari Tanjung Alam dipimpin oleh J.Westennenk; 50 orang masuk lewat Biaro dipimpin oleh Letnan Boldingh dan Letnan Schaap. Disepanjang perjalanan terjadi perlawanan rakyat, diantaranya yang cukup hebat adalah di Magek yang dipimpin oleh Dt.Perpatih.
Pada senja hari Belanda mengepung rumah H.Abdul Manan untuk menangkapnya. H.Abdul Manan berhasil meloloskan diri dan segera menemui Dt.R.Penghulu ke Kamang untuk berkonsultasi. Bertiga dengan Kari Mudo dan beberapa orang pemuka lainnya mengadakan rapat kilat membahas perkembangan yang kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan perang sabil. Setelah ditinggal pergi oleh H.Abdul Manan, pukul 00.00 diterima informasi bahwa pasukan Belanda berkumpul di Kampung Tangah . Dari segi militer daerah ini memang strategis. Ini disadari benar oleh Dt.Rajo Penghulu, dia mulai menyiapkan pasukan tempur; beduk, tong-tong dan bunyian lainnya dibunyikan pertanda perang akan dimulai.
Pasukan rakyat langsung dipimpin oleh M.Saleh Dt.Rajo Penghulu terlebih dahulu berkumpul di Mesjid Taluak untuk menerima penjelasan. Setelah selesai Shalat berjemaah lalu ditutup dengan pekik Allahu Akbar, Laaillahaillallaah, mereka menuju Kampung Tangah menyerang pasukan Belanda.yang berada disana. Dalam rombongan tersebut ikut 2 (dua) orang wanita yaitu Siti Asiah istri Dt.Rajo Penghulu dan Siti Anisah istri Nan Basikek. Dikampung Tangah inilah terjadi “parang basosoh” antara pasukan rakyat dengan sedadu Belanda. Pada serangan gelombang pertama pasukan rakyat memperoleh kemenangan, membuat banyak sedadu Belanda yang tewas, pasukan Belanda kucar-kacir. Setelah terjadi serangan gelombang pertama oleh pasukan rakyat Kamang, pasukan rakyat dari Bansa yang digerakan oleh H.Abdul Manan ikut bergabung dengan pasukan rakyat kamang menyerang tentara belanda. Westennenk berhasil menyelamatkan diri dan meminta bantuan ke Bukittinggi. Pada waktu datang bantuan inilah pasukan rakyat mengalami banyak korban karena mendapat lawan yang yang banyak dan masih segar. Jadi disini jelaslah yang disebut Perang Kamang itu ialah: ‘Suatu pertempuran yang kejam, parang basosoh di Kampung Tangah antara pasukan Belanda yang beristrahat di sana dengan pasukan rakyat yang datang menyerbu dari Kamang dibawah pimpinan M.Saleh Dt.Rajo Penghulu”. Realitanya memang begitu, begitulah jalan sejarah tidak mungkin dirubah-rubah lagi.
Jumlah pahlawan yang gugur sebanyak 70 orang terdapat 2 orang Srikandi Kamang yaitu Siti Asiah dan Siti Anisah. Semuanya dimakamkan dekat mesjid Taluak (sekarang telah resmi jadi Makam Pahlawan) Beberapa pejuang lainnya seperti Garang Dt.Palindih, Kari Mudo, Dt.Siri Marajo, Pandeka Sumin, H.M.Amin, H.Ahmad Marzuki dan lain-lain ditangkap Belanda, kemudian ditahan diberbagai penjara seperti: Padang, Magelang, Makasar, Batavia. Para pemimpin ini meninggal dalam pembuangan, Dt.Siri Marajo meninggal di penjara Glodok, Pandeka Sumin di penjara Makasar, A.Wahid Kari Mudo di Jakarta.
PEMBERONTAKAN KAMANG 1926
Setelah Perang Kamang 1908 rakyat Kamang dalam menentang penjajahan tidak lagi ingin hanya mengadu kekerasan tetapi sudah mulai dengan melalui hidup berorganisasi untuk menyalurkan kehendak. Dengan terinspirasi dari sepak terjang Serikat Dagang Islam (SDI) para pemuka masyarakat Kamang mendirikan organisasi. Salah satu organisasi yang telah didirikan pada tahun 1916 adalah Serikat Mati yang diprakarsai oleh Labai Sampono dkk. Pada awalnya organisasi ini adalah mengurus kematian, tetapi pada hakekatnya merupakan langkah diam-diam sebagai wadah gerakan kaum islam untuk pembaharuan. Dalam perkembangan selanjutnya menjelang tahun 1920 telah berhasil membentuk sebuah sekolah agama yang bertempat di Balai Nagari. Tujuan pendidikan ini pada dasarnya adalah memupuk jiwa persatuan lewat Ketuhanan dan mencari nafkah untuk diri sendiri serta membantu rakyat dalam pergerakan. Adapun guru utamanya Zainudin El Yanusi dari Padang Panjang, Buya rasyad dan Rasul Hamidi dari Payakumbuh, Syeh Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Pada tahun 1924 anak Siti Anisah (Srikandi Perang Kamang) yang bernama “Ramaya” setelah pergi merantau sekian lama menuntut ilmu kembali kekampung dengan tujuan untuk menggerakan aksi perlawanan sesuai dengan teori yang didapatnya. Dia berhasil menggelorakan semangat rakyat serta kader muda Kamang. Bersama-sama dengan tokoh Ulama, tokoh Adat dan cerdik pandai dia berhasil membentuk sebuah serikat aksi yaitu “Serikat Hitam”. Organisasi ini menganut aliran keras, Radikal dan Fanatis dengan sasaran utamanya adalah melenyapkan penjajahan serta semua penjilat-penjilat dan pengkhianat bangsa. Dalam sepak terjangnya berobah kearah konsep gerakan Sabotase dan rencana teror. Pada tahun 1926 Serikat Hitam memulai aksinya yang mendapat sokongan dari seluruh lapisan masyarakat yang dikenal dalam sejarah Pemberontakan Kamang 1926.
Dalam pertemuan tokoh-tokoh Serikat Hitam yang dihadiri oleh Ramaya, Jamaludin Malin Sutan, Dt.Sipado, H.Malik, A.Dt.Rajo Pangulu, Dt.Kodoh dan pemuka masyarakat lainnya, telah diambil kata sepakat yaitu “membersihkan Nagari Kamang dari antek-antek Kolonial” dengan nama-nama yang telah diseleksi secermat mungkin. Pilihan utama jatuh pada oknum Hakim Lumbung Pitih Nagari Dt.Tanang Sati, dimana menurut penyelidikan Serikat Hitam dia terindikasi kuat memiliki hubungan rahasia dengan Pemerintah Belanda. Pada suatu malam tahun 1926 Serikat Hitam berhasil menghabisi Dt.Tanang Sati, dan menguburkanya didekat Batu Bajolang. Untuk beberapa hari kehilangan Dt.Tanang Sati tidak menimbulkan reaksi Belanda karena seluruh masyarakat memberikan jawaban bahwa ia pergi ke Kuok. Setelah Belanda menerima informasi dari Kuok bahwa Dt.Tanang Sati tidak ada kesana, barulah Belanda mulai curiga akan kehilangan Dt.Tanang Sati. PID dan pegawai-pegawai Demang mulai menyelidiki kematian hakim lumbung pitih Nagari tetapi tidak berhasil. Akhirnya Belanda mengerahkan ratusan tentaranya untuk menangkapi penduduk Kamang, mereka dikumpulkan di pekan Magek, dirantai satu sama lain dan disiksa. Karena tidak tahan akan siksaaan yang kejam akhirnya terbongkar juga sebab kematian Dt.Tanang Sati. Semua tokoh-tokoh Serikat Hitam ditangkap dan dibuang keberbagai penjara, seperti ke Digul, Suka Miskin dan Madura.
MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, diketahui oleh masyarakat Kamang pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dibawa oleh Miral Manan (cucu dari Abdul Wahid Kari Mudo, Tokoh Perang Kamang 1908) dari Padang. Miral Manan mengkondisikan tokoh-tokoh masyarakat dan memberikan penjelasan seperlunya. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, maka pemuka masyarakat Kamang mengambil pula beberapa kebijakan antara lain:
- Menggambleng pemuda-pemuda dalam wadah Organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) Ranting Kamang yang diketuai oleh Miral Manan sendiri. Adapun organisasi dimaksud adalah : Barisan Istimewa (BI), Putri Kesatria
- Mengadakan rapat-rapat akbar untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang arti kemerdekaan dan tanggung jawab semua warga negara yang merdeka.
- Mendorong para pemuda untuk turut serta membela negara dalam wadah barisan-barisan yang ada, seperti BKR, Barisan Sabilillah.
Pada Agresi militer II Belanda menganggap Republik Indonesia telah bubar, tetapi ini diluar dugaan dimana sebelumnya Presiden Soekarno telah mengirim kawat kepada Syafrudin Prawiranegara sebagai Menteri Kemakmuran Rakyat yang sedang berada di Bukittinggi, untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dalam serangan 19 Desember 1948 tersebut Bukittinggi sebagai ibu kota Kabupaten Agam diduduki Belanda. Pada hari Senen tanggal 20 Desember 1948 pukul 03.00 dinihari, Kolonel Dahlan Jambek sebagai penguasa militer daerah terpaksa membumi-hanguskan dan meninggalkan Bukittinggi. Bersama dengan staffnya dia mengungsi ke Kamang. Kolonel Dahlan Jambek di pengungsian segera mengadakan konsolidasi guna mempertahankan Koto Tinggi sebagai Ibu Kota PDRI. Diantara langkah yang diambil adalah mengaktifkan seluruh Jawatan Fungsional yang ada, dan memperkuat garis pertahanan menuju Kamang seperti Bukik Kawin, Bukik Kuliriak. Setelah melalui rapat kilat di Jorong Koto Nan Gadang dapat dihasilkan rencana penting:
- Menetapkan rumah Mardiun di Batu Baraguang sebagai markas Komando Pertempuran Agam (KPA) dengan Komandan Kolonel Dahlan Jambek.
- Sekaligus Mengangkat Kolonel Dahlan Jambek sebagai Bupati Militer Agam, yang berkedudukan di Jorong Koto Nan Gadang, Miral Manan sebagai Sekretaris, Yunizar sebagai Camat Militer Tilatang Kamang.
- Mengangkat Baharudin Jamil sebagai Wedana yang berkantor di Jorong Balai Panjang.
- Menunjuk D.Dt.Rajo Marah sebagai Wali Nagari dan Sahar sebagai Sekretaris berkantor di Koto Nan Gadang.
- Menempatkan Kantor Penerangan di Jorong Binu, tepatnya di rumah R.Pakiah Nagari. Tidak beberapa lama kemudian disini juga dibentuk Markas Pertahanan Daerah yang angota-anggota terdiri dari unsur-unsur kepengurusan Partai seperti Harun Yunus, Anwar Kadir dan sebagainya. Mereka ini segera menerbitkan semacam buletin bernama “Berita Front” dan mendirikan sebuah pemancar darurat yang diputar dengan dinamo.
- Untuk Rumah Sakit KPA ditetapkan rumah Dt.Sinaro di Cegek Jorong Dalam Koto
- Menetapkan Kantor Polisi Militer di Jorong Ladang Darek, dan kantor Polisi di Jorong Guguak rang Pisang
- Menempatkan tokoh-tokoh penting lainnya, seperti Dt.Palimo Kayo, Syarif Usman, Drajat Daud, Anwar Kadir dan lain-lain di berberbagai jorong yang ada di Kamang.
Pada tanggal 24 Desember 1948 sebelum Belanda melakukan penyerangan ke Kamang, satu pleton CPM dengan Komandan Letnan Bakhtiar bergerak dari Markas KPA di Jorong Batu Baraguang menuju Pos di Pintu Koto. Pintu Koto satu-satunya jalan masuk ke Batu Baragung yang dapat dilalui dengan kendaraan. Dengan strategi yang matang Letnan Bakhtiar, Sofyan, Jamaan Tembak, Zulkarnain dan bersama-sama dengan anggota lainnya dapat memukul mundur Pasukan Belanda kembali ke Bukittinggi. Begitu juga dengan serangan-serangan selanjutnya.meskipun ditebus dengan beberapa jiwa Prajurit dan rakyat.
Sebagaimana telah disebutkan alasan mengapa Kamang dijadikan tempat tujuan mengungsi dari Kolonel Dahlan Jambek memang terbukti. Dukungan yang optimal dari masyarakat menjadikan Kamang sebagai daerah yang menentukan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di daerah Agam, bahkan merupakan front terdepan di daerah barat untuk menlindungi Koto Tinggi sebagai Pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Hal ini sangat disadari oleh pemerintah Pusat di Koto Tinggi, lalu memperkuat front Kamang dengan mengirim pasukan tambahan yang dilengkapi dengan persenjataan berat. Bersamaan dengan itu diawal tahun 1949 di Kamang terbentuk suatu unit gerilya yang bernama Pasukan Mobil Teras. (PMT). Anggota PMT ini berasal dari pemuda yang telah mendapat latihan militer dari tentara Jepang dahulu, yang berjiwa militan berhaluan keras dan berani mati. Setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perjuangan Republik Indonesia dan Dewan Perjuangan Daerah, mereka langsung melancarkan aksinya. PMT ini benar-benar dapat memporak-porandakan pasukan Belanda. Untuk mengantisipasi sergapan PMT Belanda meningkatkan tekanan militer terus menerus. Serangan dimulai dini hari kemudian esoknya didukung oleh pasukan mobil lapis baja dan beberapa truk pasukan infantri yang dilindungi oleh pesawat tempurnya. Di Jorong Batu Baraguang markasnya KPA pernah dijatuhkan Bom 2 kali yang banyak menimbulkan kerugian bagi penduduk setempat.
Pada hari Jum’at tanggal 15 April 1949 kira-kira pukul 14 WIB. Belanda berhasil menemukan dan mengepung salah satu markas para pejuang kita yaitu Rumah Gadang Angku Lareh yang terletak di Jorong Pintu Koto. Beberapa Perwira antara lain Letkol M.Dahlan Jambek, Mayor A.Thalib, Mayor Burhanudin, Kapten Mukhdar, dan beberapa staffnya sempat meloloskan diri dari kepungan Belanda. Empat orang pejuang ditangkap. Rumah dibakar, empat pejuang tadi ditembak mati, tanpa mengenal peri kemanusiaan mayat pejuang tadi dilemparkan ke dalam kobaran api. Beberapa buah rumah kediaman kemenakan M.Shaleh Dt.Rajo Pangulu (pemimpin Perang Kamang 1908) dibakar. Pada hari itu juga rumah kediaman Tuangku Lareh yang dijadikan tempat pengajian Syekh Jamil Jambek (surau nyiak Jambek) yang terletak di Jorong Joho juga dibakar. Seakan-akan dendam Westennenk kepada Angku Lareh dan M.Shaleh Dt.Rajo Pangulu diwariskan sampai kepada anak cucu. Mengingat kekuatan musuh begitu kuat, Kolonel Dahlan Jambek memerintahkan anggotanya untuk mundur ke perbukitan. Walaupun demikian semangat barisan pejuang yang telah menyatu dengan tentara dalam mempertahankan kemerdekaan semakin menyala. Tekad mereka hanya satu “Hidup Terhormat Sebagai Bangsa Yang Merdeka Atau Mati Sabagai Syuhada”, maka berjatuhan korban. Sebagian dari mereka ini terbaring di Makam Pejuang 1945 – 1950 di Jorong Koto Nan Gadang Kamang. Selama Agresi Milirter II ini tercatat 47 penduduk Kamang tewas ditembus peluru Belanda; 23 rumah dibakar, termasuk Surau, Sekolah Rakyat, Balai Adat dan rumah Angku Lareh.
Dengan peningkatan serangan Belanda tersebut akhirnya pada tanggal 3 Juli 1949 Pintu Koto (Kamang) jatuh ketangan Belanda. Walaupun PMT dan Pasukan Beruang Agam telah berusaha mati-matian untuk merebut kembali namun tidak berhasil. Pendudukan Belanda ini berakhir pada tanggal 7 Juli 1949 bertepatan diumumkannya Gencatan Senjata antara Belanda dengan Indonesia.
Untuk mengingat pahit getirnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan untuk mengingat jasa para pahlawan yang gugur serta mengingat bahwa Kamang pernah tempat Kedudukan Kantor Bupati Militer Agam (Tahun 1948 – 1949). Berkat usaha keras yang dilakukan oleh Bapak Adnan Sutan Samiak dan kawan-kawan yang ikut menyaksikan sejarah tersebut. Di Kamang (Kamang Hilir) Pemerintah Daerah Kabupaten Agam telah membangun 2 (dua) buah Tugu (Monumen), yaitu Tugu Komando Pertempuran Agam (KPA) di Jorong Batu Baragung dan Tugu Peringatan Kantor Bupati Militer Agam di Jorong Koto Nan Gadang. Disamping membangun 2 (dua) monumen tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Agam juga telah merehab makam para pejuang yang gugur dalam mempertahankan Kemerdekaan di Kamang. Bertepatan dalam rangka memperingati Hari Bela Negara (HBN) pada tanggal 19 Desember 2009 Bapak Bupati Agam Aristo Munandar meresmikan kedua Monumen tersebut. Pada hari yang sama, makam para pejuang yang gugur dalam pempertahankan kemerdekaan yang terletak di Jorong Koto Nan Gadang tersebut juga diresmikan menjadi Makam Pahlawan dengan nama MAKAM PAHLAWAN PERANG KEMERDEKAAN.
Dari rangkaian sejarah sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa di Kamang telah terjadi beberapa periode perjuangan rakyat untuk mengusir penjajah dan terakhir mempertahankan kemerdekaan, dimana dengan perjuangan tersebut telah melahirkan banyak tokoh pejuang yang termasyhur baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional. Mereka banyak yang tewas di medan tempur dan hukum buang. Untuk mengabadikan sejarah tersebut dan untuk mengingat kembali apa yang telah terjadi di Kamang selama penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan, di Kamang sekarang telah berdiri 3 (tiga) monumen (tugu) perjuangan, dan sebagai bukti sejarah bahwa masyarakat Kamang pernah berperang dengan tentara belanda disini ditemui 2 (dua) Makam Pahlawan. Berdasarkan data sejarah dan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan tidaklah berlebihan rasanya jika dijuluki KAMANG NAGARI PERJUANGAN.
Sebagai penutup naskah tentang Kamang Nagari Perjuangan ini mari kita maknai nilai yang terkandung dialamnya untuk dilaksanakan pada masa sekarang dan direfleksikan pada masa yang akan datang. Dahulu para pemimpin/pejuang kita berjuang untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan dengan segala resiko mereka hadapi walau maut sekalipun. Sekarang kita juga masih berjuang, yaitu berjuang untuk pembangunan nagari disegala bidang kehidupan. Kami yakin dan percaya bahwa 2 (dua) orang Anggota Dewan Terpilih dan para tokoh cendikiawan lainnya baik yang berada di kampung maupun diperantauan mereka pasti mewarisi semangat para tokoh Kamang yang silam seperti Tuangku Bajangguk Hitam, Kari Mudo, Dt.Rajo Pangulu, Siti Asiah dan lain-lain. Sehubungan dengan itu kami dari anak nagari Kamang (Kamang Hilia) sangat berharap banyak kepada Bapak/Ibu untuk dapat lebih mempercepat proses pembangunan nagari kita. Kepada Bapak-bapak dan Ibu-lah nagari ini kami titipkan untuk proses pembangunan yang kita inginkan. (Dikutip dari berbagai sumber)
Komentar
Posting Komentar