Langsung ke konten utama

Nan Mana Kamang?

[caption id="attachment_1739" align="alignleft" width="225"]anak aia anak aia[/caption]

Beberapa hari nan silam selepas libur tahun baru, beberapa orang kawan ramai bertanya kepada kami perihal keramaian di Tarusan Kamang. Kami jawab saja tiada tahu karena memang tiada pulang kampung, mesti masuk jua bekerja. Memanglah semenjak beberapa tahun ini, terutama sekali semenjak dipopulerkan oleh salah seorang fotografer asal Nagari Kurai, nama Tarusan Kamang menjadi terkenal. Padahal di kampung ia hanya dipanggil Tarusan saja.


Terkenang-kenang kembali oleh polemik nama kedua nagari ini, terdengar-dengar cerita dari kampung dan pernah pula dipostingkan oleh salah seorang kawan di fesbuk perihal asal mula maka ditambahkan nama “Hilir” pada Kamang. Menurut sebagian sumber menyebutkan pada tahun 1949 tiga orang bersua dan bermufakat. Ketiga orang itu ialah Saidi St. Lembang Alam (Kamang), A. K. Dt. Gunuang Hitam (Surau Koto Samiak), dan Patiah A. Muin Dt. Rangkayo Marajo (Surau Koto Samiak).


Mereka bermufakat di Kampuang Anak Aia nan termasuk kepada Jorong Dalam Koto dan berbatasan dengan Limo Kambiang di Surau Koto Samiak. Mereka sepakat menambahakan kata “Hilir” pada Kamang dan menjadikan Nagari Surau Koto Samiak menjadi Kamang Mudiak.


Sampai kini kami tiada tahu siapa gerangan ketiga engku ini namun dampak dari perbuatan mereka itu terasa hingga kini. Ngalau Durian menjadi Ngalau Kamang, Tarusan menjadi Tarusan Kamang. Dan entah berapa lagi..


Pernah suatu ketika seorang engku memperlihatkan kepada kami sebuah kata Tambo nan ditulis oleh H. Datoek Toeah dari Luhak Limo Puluah Koto. Pada tambo itu terdapat uraian mengenai Luhak Agam, begini uraiannya:


Adapun Luhak Agam memakai adat Koto Piliang dan Bodi Chaniago. Adapun Adat Koto Piliang dahulu pemimpinnya ialah Datuk Bandaro Panjang nan berkedudukan di Biaro. Kedua adat Bodi Chaniago dahulu pemimpinnya Dt. Bandaro Kuniang nan berkedudukan di Tabek Panjang Baso.


Nan masuk adat Dt. Katumangguangan adalah 16 Koto banyaknya, yaitu: Sianok, Koto Gadang, Guguak, Tabek Sarojo, Sarik, Sungai Pua, Batagak Batu Palano, Lambah Panampuang, Biaro Balau Gurah, Kamang, Bukit, Salo, Magek. (H. Datoek Toeah. Tambo Alam Minangkabau. Limbago. Payakumbuh, 1959. Hal. 38-39 pada cetakan nan lain terdapat pada hal.41)


Kitab tambo ini merupakan poto copy jadi agak kurang jelas, kami ragu apakah Kamang dipisahkan dengan Bukit sebab kami dengar pada beberapa sumber Bukit Kamang atau Kamang Bukit sering disatukan penafsirannya yakni Jorong Babukik di Surau Koto Samiak. Namun kalau kita lihat pada pembagian nagari berdasarkan lareh yang dianut maka tidaklah mungkin Babukik atau Bukik termasuk kepada Koto Piliang. Bukankah mereka di Surau Koto Samiak menganut Lareh Bodi Caniago?


Demikian pula pada masa dahulu, kalau orang nan dari Surau Koto Samiak hendak ke kampung kita maka mereka akan menjawab apabila ditanya “Hendak ke Kamang..” cobalah engku tanyakan kepada orang tua-tua di Babukik dan Pauh, siapa tahu mereka belum terkena amnesia.


Hal lain nan membuat heran ialah orang-orang pada masa sekarang sangat tergila-gila dengan Tarusan Kamang sehingga nagari kita dianggap tak ada dalam peta, bahkan ada nan mengatakan kalau nagari kita itu Magek. Duhai hancurnya hati ini mendengarnya. Namun tahukah mereka setiap tahun apabila sudah musim durian dan manggis, kemana dicari orang?


Kemana pula dahulu orang mencari Limau Kamang? Dimana orang membuat Perabot Kamang itu? Serta Kerupuk Kamang dimana pula dibuat oleh orang? Masih banyak lagi kalau engku hendak tahu.


Pernah kami bercerita dengan salah seorang engku dari salah satu nagari di Agam Tuo ini, sudah lima puluh tahunan umurnya “Dahulu nan terkenal di Kamang itu ialah orang membuat perabot semacam kursi dan almari serta meja..”


Kami penasaran “Kalau di Kamang dekat Tarusan itu apa nan terkenal dahulunya engku?” tanya kami.


“O,. mereka itu Tukang Batu, disana ada batu kapur bukan? Mereka ahli membuat rumah dari batu..” jawab si engku.


Adakah engku mengalami hal nan serupa?

Komentar

  1. […] Buah. Namun sayangnya mereka selalu salah mengira perihal Kamang, bagi mereka nan Kamang itu ialah Tarusan[2] dan […]

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum