Tatkala sedang seorang diri, bermenung diri memikirkan kerinduan nan tiada surut akan kampung halaman nan tercinta. Terkadang malam nan tiada hening karena bunyi gemuruh kendaraan bermotor itu membuat kami semakin rindu akan malam-malam di kampung kita. Sunyi-senyap, tiada terdengar bunyi kendaraan bermotor yang ada justeru pekatnya malam ditingkahi oleh suara para makhluk malam nan sedang bersenandung ria.
Terkenang kami dengan kisah nan pernah kami dengar dan kami baca. Perihal perasaian para petani tembakau di salah satu daerah nan terkenal sebagai penghasil tembakau di republik ini. Sangkaan kami bahwa para petani ini hidup makmur berlimpah harta namun sesungguhnya tidak. Perlahan-lahan telah tercipta jaringan mafia perdagangan tembakau yang sangat ketat jaringannya. Tiada dapat dimasuki sembarang orang.
Para petani ialah para budah nan kerjanya hanyalah bertanam tembakau, memanen, dan kemudian menjual hasil panen mereka dengan harga murah kepada para toke. Dan sebagian besar toke itu ialah berkebangsaan C*na. Toke-toke ini akan mejual dengan harga mahal kepada gudang-gudang yang dimiliki oleh pabrik rokok.
Apabila petani sendiri nan mengantarkannya maka gudang tiada hendak menerima. Kecuali bagi para petani - dimana jumlahnya hanya sedikit - yang telah kenal baik, memiliki atau mungkin masuk ke dalam jaringan mafia ini. Baru mereka dapat menjual hasil panen mereka dengan harga mahal.
Coba engku bayangkan, betapa tinggi kebutuhan akan tembakau setiap harinya bagi pabrik rokok ini. Setiap hari orang merokok, bahkan adan nan berbungkus-bungkus. Tiada kenal musim, setiap hari semakin tinggi. Dan kebun-kebun tembakau besar nan dimiliki oleh pabrik-pabrik rokok ini tiada dapat memenuhi kebutuhan produksi mereka setiap harinya kalau tiada pasokan tembakau dari para petani.
Inilah nan dimanfaatkan oleh para mafia tembakau yang bergerak secara terang-terangan. Tiada nan membela para petani, nasib mereka tetap serupa dengan petani biasanya.
Hal inilah nan kami takutkan akan berlaku di kampung halaman kita Kamang duhai engku, rangkayo, serta encik sekalian. Jangan sampai ada mafia serupa itu dalam setiap jenis produksi pertanian ataupun industri kecil di kampung kita. Jadi sapi perahan kata orang-orang.
Hendaknya mulai dari kini kita fikirkan perkara ini, mesti dihambat (diantisipasi) agar jangan sampai berlaku. Marilah sekalian orang Kamang nan memiliki uang (modal) bersyarikat (berkooporasi) mendirikan sebuah perusahaan penyalur segala hasil produksi di negeri kita. Kalau tidak, tunggu sajalah, perlahan-lahan para mafia akan membangun jaringan mereka, melilit kuat-kuat, dan tiada membuka celah bagi kita untuk melawan. Apabila masa itu telah sampai, maka tiada guna usaha orang berduit dan memiliki kuasa di negeri kita sebab pemegang kekuasaan sebenarnya di republik ini ialah para KAPITALIS.
Marilah engku, rangkayo, serta encik sekalian kita mulai bergerak. Jangan sampai tertarung dahulu makanya akan sadar. Apabila demikian maka sudah terlambat kita, ibaratkan kaji sudah di tenggorokan nyawa itu baru taubat terucap, tiada akan diterima oleh Allah Ta'ala taubat nan terlambat itu.
Komentar
Posting Komentar