Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Keluarga di Minang

[caption id="" align="aligncenter" width="605"] Gambar: http://visualheritageblog.blogspot.co.id [/caption] Dahulu mungkin engku, rangkayo, serta encik sekalian acap mendengar orang tua-tua di kampung kita, apabila mereka bersua dengan orang di luar kampung, bertanya perihal nagari asal, suku, dan kemudian gelar. Apabila orang nan ditanya rupanya bersuku sama dengan mereka maka orang tua-tua di kampung kita akan berujar "Hah, kamanakan saya engku muda ini rupanya.." Atau kalau tidak, semisal bersukukan sama dengan ayahanda mereka maka akan dijawab "Bako saya engku ini rupanya.."

Adat Melahirkan dahulunya

[caption id="" align="alignright" width="255"] Gambar: http://jejakislam.net/680/[/caption] Sebelum kita mengenal bidan dan dokter, bagaimanakah perempuan masa dahulu melahirkan? Bersyukur kita yang hidup dimasa sekarang, karena dimasa dahulu angka kematian ibu dan anak sangatlah tinggi disebabkan kurangnya peralatan yang dapat mendukung si ibu dalam melahirkan. Belum ada operasi sesar dahulunya. Untuk itu kami mendapat dua buah kisah dalam hal adat kelahiran pada dua nagari di Luhak Agam ini dahulunya. Marilah kita simak, semoga dapat menjadi gambaran kasar bagi kita bagaimana orang dahulu dan di Kamang ini jalannya proses melahirkan tersebut. Adat kelahiran di Nagari Matur sesuai dengan yang digambarkan oleh salah seorang guru Melayu: Setelah bayi itu mulai tampak, maka disuruhnya perampuan itu menghajan kuat-kuat sehingga anak itu terpancar keluar dengan pusatnya yang panjang. Setelah itu, maka pusatnya yang panjang itu dipotonglah oleh dukun itu denga

Rumah Gadang by Rafles

[caption id="" align="aligncenter" width="810"] Gambar: http://madeupinbritain.uk [/caption] Catatan Sir Thomas Stamford Rafles tentang Rumah Gadang (1818): Rumah-rumah biasanya besar dan dibangun dengan baik, jarang yang kurang dari 18 meter, interiornya, satu ruang panjang, dengan beberapa kamar di ujung berpintu ke arah ruang itu. Di depan rumah biasanya ada dua lumbung sama seperti yang ada di Jawa, tapi jauh lebih panjang dan lebih kukuh, tidak kurang dari 14 meter dan sanggup menampung jumlah besar sekali. Banyak diantaranya sangat terhias, berbagai bentuk bunga dan gambar diukir di tiang dan balok lintang, ada yang diwarnai. Selera untuk hiasan tidak terbatas hanya pada lumbung-lumbung, bahan kayu, sebagian besar rumah diukir, dan diwarnai merah, putih, dan hitam. Balok bubungan rumah-rumah, lumbung-lumbung, dan sebagainya. Punya penampakan yang khas, sangat cekung, ujung atau titikdari lengkung sabit itu sangat tajama. Di rumah-rumah lebih besar t

Mendirikan rumah di Palembayan

[caption id="" align="aligncenter" width="336"] Gambar: KITLV / Tropen Museum[/caption] Di bawah ini ialah salah satu catatan seorang engku guru Sekolah Rendah yang bernama Si Sati gelar Maharaja Sutan di Nagari Palembayan perihal pembuatan sebuah rumah gadang. Catatan ini berasal dari tahun 1892 dan ditulis dengan Bahasa Minang. Sangat aneh membaca catatan ini karena pembangunan rumah hanya dimufakatkan oleh tiga orang bersaudara bersama sumando mereka saja, pada hal kita sama-sama tahu bahwa adat mendirikan sebuah rumah gadang sangat panjang dan rumit. Berikut catatan si engku guru: Adolah urang batigo badunsanak saibu-sabapo, baduo urang laki-laki surang padusi. Nan tuo sakali laki-laki bagala Bagindo Hitam, nan manangah bagala Bagindo Kuniang, kaduono karajono baniago kain. Nan bunsu sakali padusi lah maadoan (memiliki) anak tigo urang padusi samiang katigono. Nan tumpanganno (suami) digalakan urang Pak Rumin karano anakno nan tuo bana banamo Si Upiak