Langsung ke konten utama

PPAM: Pendahuluan

PENDAHULUAN


 Penguatan adat dan pemangku adat adalah amanah konstitusi yang harus dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menekankan pengakuan Negara terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Pasal 28I, ayat (3) Undang-Udang Dasar Negara Republik Indoneisa Tahun 1945, secara tegas menyatakan: “Identitas budaya dan hak-hak tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat  Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia menegaskan pula bahwa pengakuan dan perlindungan kepada masyarakat hukum adat merupakan bagian dari penghormatan terhadap hak azasi manusia. Ketetapan MPR ini dipertegas dengan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manuasi yang menyatakan: “Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman”. Dengan demikian penguatan terhadap adat dan pemangku adat adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota.


            Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Pasal 5 menetepkan sepuluh objek pemajuan. Sepuluh Objek Pemajuan Kebudayaan tersebut adalah: 1) tradisi lisan, 2) manuskrip, 3) adat istiadat, 4) ritus, 5) pengetahuan tradisional, 6) teknologi tradisional, 7) seni, 8) bahasa 9) permainan rakyat, 9) olah raga tradisional. Pasal ini mengaskan bahwa urusan pelestarian dan penguatan adat dan pemangku adat harus dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Kota. Unntuk mengatur urusan Pemerintah Daerah dan hubungannya dengan Pemerintah Pusat, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 12 Ayat (2) menetakan kebudayaan sebagai urusan wajib, bersifat konkuren yang tidak berhubungan dengan kebutuhan dasar. Ini mengadung makna bahwa urusan kebudayaan yang mencakup penguatan adat dan pemangku adat harus dijalankan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota.


Secara sederhana, Masyakat Hukum Adat (MHA) dapat difahami sebagai sekelompok orang yang hidup dan membangun kehidupannya dalam sebuah tatanan adat. Secara lebih kompleks, masyarakat hukum adat didefinisikan sebagai komunitas manusia yang patuh pada aturan dan ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan satu sama lain baik berupa kemenyeluruhan dari kebiasaan dan prilaku dan kesesuaian  yang benar-benar hidup karena diyakini dan dianut, dan jika dilanggar, maka pelakunya mendapat sanksi dari penguasa adat. Salah satu Perda tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) mendefinisikan MHA sebagai sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya. Secara formal, Pasal 1 angka (31), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup mendefinisikan Masyarakat Hukum Adat sebagai kelompok masyarakat yang secara turun temurun, bermukim di wilayah geografis tertentu, karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.


 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan sinyal arahan tentang kepedualian Pemerintah terhadap penataan mayarakat hukum adat. Pasal 96 Undang-Undang yang dikenal dengan Undang-Undang Desa ini mengamanahkan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat dengan syarat-syarat sebagaimana dituangkan dalam Pasal berikutnya (Pasal 97). Syarat-syarat tersebut adalah:




  1. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional;

  2. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan

  3. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Secara lebih rinci, Undang-Udang Desa mengatur bahwa Kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup tersebut harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya: a) masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; b) pranata pemerintahan adat; c) harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau d) perangkat norma hukum adat. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila: a) keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang berlaku sebagai pencerminan perkembangan nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik undang-undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral; dan b) substansi hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat yang bersangkutan dan masyarakat yang lebih luas serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara Kesatuan Republik lndonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuan hukum yang: a). tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik lndonesia; dan b). substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


            Secara eksplisit, Pasal 103 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengatur tujuh kewenangan Desa Adat. Petama, adalah kewenangan mengatur dan melaksanakan pemerintah berdasarkan susuana asli. Kedua dalah kewenangan pengaturan dan pengurusan tanah ulayat ataua wilayah adat. Ketiga adalah kewenangan pelestarian nilai sosial budaya. Keempat adalah kewenangan. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah. Kelima adalah kewenangan penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keenam adalah kewenangan pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat. Dan Ketujuh adalah kewenangan pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat.


            Dari uraian diatas dapat difahami bahwa untuk menjalankan amanah konstitusi dan undang-undang yang telah diuraikan diatas perlu sebuah upaya serius, terarah dan terencana terkait dengan penguatan pemangku adat di nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Minangkabau.


 VISI DAN MISI PEMBANGUAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT


Misi pertama pembangunan daerah dalam RPJP Provinsi Sumatera Barat sampai dengan tahun 2025, sebagaimana tertuang dalam dokumen RPJMD Provinsi Sumatera Barat adalah mewujudkan kehidupan beragama dan berbudaya berdasarkan falsafah ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat tahun 2016-2021 ditetapkan bahwa misi pertama pembangunan Sumatera Barat adalah “Meningkatkan tata kehidupan yang harmonis, agamais, beradat, dan berbudaya berdasarkan falsafah Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah. Tujuan dari misi tersebut adalah 1) Meningkatkan pelaksanaan pembangunan mental dan kehidupan masyarakat madani yang aman, damai, tentram, harmonis, beriman dan bertaqwa dengan mengamalkan nilai universal keagamaan dalam kehidupan 2) Meningkatkan kesalehan sosial dan penguatan kelembagaan agama dan adat, 3) Meningkatkan pengetahuan dan pengamalan nilai-nilai kearifan lokal, adat dan budaya ditengah kehidupan masyarakat.


Visi


Visi pembangunan jangka menengah daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 2016-2021, sebagaimana tertuang dalam Perda nomor 6 tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan  Jangka Menengah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021 adalah:


TERWUJUDNYA SUMATERA BARAT YANG MADANI DAN SEJAHTERA


Misi


Misi pembangunan jangka menengah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021, sebagaimana tertuang dalam Perda nomor 6 tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan  Jangka Menengah Provinsi Sumatera Barat  Tahun 2016-2021 adalah sebagai berikut:




  1. Meningkatkan tata kehidupan yang harmonis, agamais, beradat, dan berbudaya berdasarkan falsafah ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.


Misi ini diarahkan untuk perubahan sikap mental yang lebih baik sesuai nilai-nilai agama, adat, budaya dan kearifan lokal ditengah kehidupan masyarakat, peningkatkan kesalehan sosial, penguatan kelembagaan agama, adatdan budaya




  1. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan professional.


Misi ini diarahkan untuk membanguntata pemerintahan yang baik, bersih dan professional untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan.




  1. Meningkatkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter, dan berkualitas tinggi


Misi ini diarahkan untuk membangun sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter, berkualitas tinggi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologidan berdaya saing dengan berlandaskan kesetaraan gender.




  1. Meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis kerakyatan yang tangguh, produktif, dan berdaya saing regional dan global, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pembangunan daerah;


Misi ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang lebih tinggi dan  merata dengan mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih produktif berbasis kerakyatan, mendorong sektor unggulan daerah dan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk yang berdaya saing.




  1. Meningkatkan infrastruktur dan pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.


Misi ini diarahkan untuk penyediaan infrastruktur bagi peningkatan kegiatan ekonomi, pengembangan wilayah dan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan tata ruang daerah.


“Bumi Sanang          (lingkungan lestari), Padi masak (jaminan ekonomi), Jaguang maupiah (jaminan ekonomi), Taranak bakambang biak (jaminan ekonomi, Bapak sati (wibawa pemimpin), Mande batuah (wibawa pemimpin), Mamak disambah urang (wibawa pemimpin), Kamanakan dipinang urang pulo (kualitas masyarakat, Nagari aman santoso (han/kamtibmas)”.


 VISI DAN MISI DINAS KEBUDAYAAN


Dinas Kebudayaan yang berdiri sejak Desember 2016 memiliki visi sebagai berikut:


Terwujudnya Tata Kehidupan yang Berbudaya Berdasarkan Falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”


Yang dimaksud dengan tata kehidupan yang berbudaya berdasarkan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” adalah :




  • Tata Kehidupan adalah praktik kehidupan dalam rumah tangga (keluarga), suku (kaum), nagari dan masyarakat pada umumnya yang teratur.

  • Berbudaya yakni, hasil cipta karsa dan rasa, serta nilai-nilai luhur (norma-norma) masyarakat Sumatera Barat (khususnya Minangkabau).


Adat Basandi Syarak, syarak Basandi Kitabullah nilai-nilai luhur keminangkabauan yang mendasarkan perikehidupannya pada agama (Islam) disebut adat nan sabana adat (adat nan babuhue mati), dan adat nan babuhue sentak (terdiri dari adat istiadat, adat nan teradat, serta adat nan diadatkan). Keterkaitan antara Visi, Misi dan Tujuan Strategis Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat terlihat pada Tabel berikut.


Keterkaitan Visi, Misi dengan Tujuan StrategisDinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat 2016-2021





































































   VISI   :  Terwujudnya tata kehidupan yang berbudaya          berdasarkan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak  Basandi Kitabullah
M1Meningkatkan penguatan dan pelestarian adat & nilai-nilai tradisionalT1Terwujudnya penguatan dan pelestarian adat & nilai- nilai tradisional
M2Mewujudkan penelusuran dan penulisan Sejarah MinangkabauT2Terwujudnya penelusuran dan penulisan sejarah Minangkabau
M3Meningkatkan pengembangan dan pelestarian budayaT3Mendorong dan menfasilitasi peningkatan pengembangan dan pelestarian budaya
M4Meningkatkan pengembangan dan perlindungan Bahasa MinangkabauT4Meningkatkan pengembangan dan perlindungan Bahasa Minangkabau
M5Meningkatkan perlindungan warisan budaya dan cagar budayaT5Terlaksananya peningkatan perlindungan warisan budaya dan cagar budaya

            Khusus dalam hal penguatan adat di nagari, sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 1 (T1) untuk  Tujuan Meningkatnya upaya penguatan dan pelestarian ABS-SBK dan Adat Salingka Nagari (ASN) & Pusako Salingka Kaum terlihat pada Tabel berikut.






















S1.1Tersedianya SDM Pelaku Adat yang kompeten
S1.2Terkoordinasinya dan terfasilitasinya lembaga adat
S1.3Tercapainya pengamalan ABS- SBK dan penguatan adat salingka nagari (ASN) pusako salingka kaum
S1.4Terwujudnya pelestarian dan aktualisasi nilai- nilai matrilineal

 LANGKAH STRATEGIS PENGUATAN ADAT DI NAGARI


Untuk mencapai tujuan penguatan adat di nagari, Dinas Kebudayaan Provinisi Sumatera Barat menetapkan 4 (empat) langkah strategis: 1) Penguatan Personal, 2) Pengutana  Fungsional, 3) Penguatan Sruktural dan 4) Penguatan Kultural. Penguatan Personal adalah upaya peningkatan kapasitas, wawasan, dan komitmen para pemangku adat yang langsung bersentuhan dengan anak-kamanakan di nagari. Mereka terdiri dari pangulu suku/kaum yang tersistem dalam struktur Urang Ampek  Jinih (Pangulu, Manti, Malin dan Dubalang) dan Urang Bajinih nan Apek (Katik, Imam, Kadi, dan Bilal). Penguatan Fungsional adalah langkah strategis yang berkaitan dengan penguatan peran pemangku adat sesuai tugas dan fungsinya dalam sistem adat Minangkabau. Penguatan Struktural adalah upaya mendudukkan para pemangku adat sesuia dengan tugas dan fungsinya menurut ketentuan adat Minangkabau dalam strukur pemerintah formal sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal-Pasal yang mengatur tentang Desa Adat. Sedangkan Penguatan Kultural adalah upaya strategis untuk menjadikan adat dan sistem tatanan adat Minangkabau menjadi sistem kehudupan bernagari di seluruh Sumatera Barat sesuai dengan aturan dan ketentuan adat.


 ISI MODUL


Secara umum, modul ini memuat pengetahuan dan informasi tentang adat Minangkabau yang dikelopokkan atas tujuh bagian. Modul 1 memuat tentang sejarah perkembangan adat Minangkabau mulai dari awal kedatangan manusia ke daratan Minangkabau yang ketika itu belum bernama sampai ke puncak kesempurnaan adat Minangkabau—Sumpah Satia Bukik Marapalam. Mudul 2 memuat uraian tentang udang dan hukum adat Minangkabau yang tersimpul dalam Limbago Nan Sapuluah. Modul 3 memuat bahasan tentang peradilan adat Minangkabau yang intinya adalah proses pencarian perdamaan terhadap sebuah kesalahan dan sengketa. Modul 4 meuta uraian tentang Limbago Adat Miangkabau. Modul 5 membahas tentang tata upacara adat minangkabau yang pada dasarnya berkaitan dengan daur hidup manusia. Modul 6 memuat informasi tentang hakikat, sifat,tugas, fungsi dan kewajiban pangulu. Modul 7 membahas tentang makna simbolik dari pakain adat Pangulu dan Bundo Kanduang.


 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum