Berbincang-bincang dengan inyiak-inyiak amatlah mengasikkan, setidaknya demikianlah nan kami rasakan setelah beberapa kali mengalaminya. Terutama kisah mengenai peri kehidupan orang dahulu nan berlainan sekali dengan peri kehidupan orang sekarang.
Salah satu yang kami dapat dari mengawani salah seorang inyiak[1] kami pada suatu tengah hari di hari Ahad ialah mengenai keberadaan Pos Polisi dan Pasanggrahan di sempadan kampung kita. Letaknya ialah di kawasan SMP sekarang. Entah kedua-duanya berdiri beriringan atau salah satu silih berganti didirikan orang.
Tampaknya Pos Polisi itu peninggalan masa kolonial dan demikian juga pasanggarahan. Kemungkinan mulai tak ada ialah sekitar tahun 1960an atau 1970an.
Hal mana membuat kami terkenang dengan salah satu karangan nan ditulis oleh Engku Suryadi pada blognya nan berjudul Jalan Presidentslaan, Fort de Kock. Pada karangan tersebut Tuan Pengarang memuji orang Belanda dalam membangun negeri karena berpanjang akal. Pada tiap-tiap jarak tertentu dibuatlah tempat berhenti atau lebih dikenal dengan nama Pasanggarahan yang berguna sebagai tempat para pengguna jalan apakah itu pejalan kaki atau nan membawa kareta[2] berehat.
Cobalah tuan berjalan atau bakareta agak beberapa puluh meter sahaja, pastilah letih badan tuan itu. Orang tua kita dahulu berkilo-kilo meter berjalan dan bakareta. Dan Kompeni itu membuatkan tempat berehat dan kami yakin tempat berteduh dikala hujan.
Mengenai Pos Polisi dan Pasanggarahan tersebut, tak dapat oleh kami kisah lanjutannya. Mungkin sahaja tuan memiliki kabar serupa nan lebih lengkap? Dengan senang hati kami mendengarnya. Marilah tuan..
__________________________________
Catatan Kaki:
[1] Inyiak berarti kakek, orang Minangkabau memiliki beragam panggilan selain inyiak yang banyak dipakai di Luhak Agam juga ada Datuk atau Atuak yang banyak dipakai di Luhak Limo Puluah Koto. Juga ada antan dan entah apa lagi..
[2] Sepeda
Komentar
Posting Komentar