Sebagai sebuah suku bangsa yang sudah berperadaban tinggi, orang Minangkabau telah menjalin hubungan dengan bangsa luar, termasuk Tamil (India Selatan).[1] Hubungan dengan Tamil ini ada yang menyebut abad ke-3 M dan ada pula yang menyebut abad ke-14 M. Hubungan dengan Tamil ini sebagian besar dalam bentuk perdagangan dan kemudian hubungan pengadaan tenaga kerja. Sungguh pun demikian, hubungan ini mempengaruhi peradaban dan kebudayaan bahkan saling mempengaruhi dalam bentuk difusi, akulturasi dan asimilasi.
Difusi adalah penyebaran unsur kebudayaan oleh sebuah bangsa misalnya pengaruh bahasa Tamil di Minangkabau. Akulturasi adalah pertemuan dua unsur kebudayaan membentuk budaya baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Asilmilasi adalah bercampur dua unsur kebudayaan sehingga terbentuk kebudayaan baru seperti terbentuknya adat tradisi.
Hubungan kekerabatan berdasarkan garis keturunan yang dihitung dari ibu yang telah ada sebelumnya semakin diperkuat. Wilayah pemukiman dijadikan Nagari yang dipimpin oleh penghulu dari kaum tersebut yang disebut dengan Datuak (Sanskerta: datu, dato’ terdiri dari dua suku kata: da berarti yang mulia dan to berarti orang atau raja atau pimpinan).
Hanya saja di Minangkabau, Datuak dan Raja dibedakan. Datuak atau Penghulu adalah pimpinan kaum suku-suku di nagari-nagari luak nan tigo. Datuak di kaumnya disebut Datuak Andiko. Datuk yang memayungi datuak beberapa kaum disebut Datuak Pucuak. Sedangkan rajo adalah pemimpin di rantau Minangkabau. Pengangkatannya sakato alam berdasarkan sakato kaumnya yang juga mengikuti garis ibu.
Interakasi budaya Minangkabau dengan budaya Tamil tidak saja mempengaruhi pembentukan budaya baru dan percampuran unsur budaya, juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat Minangkabau pada masa itu meskipun tidak besar. Pada masa itulah pengaruh ajaran agama Hindu-Budha memperlihatkan bentuk sinkretis dan mewarnai tradisi masyarakat Minangkabau. Di antara pengaruhnya itu seperti kepercayaan bahwa roh atau arwah bisa pindah dari satu jasad ke jasad lain atau ke satu benda lain, terdapat tradisi meratapi mayat, kepercayaan terhadap reinkarnasi dan sebagainya. Bangsa Tamil juga mendirikan tempat-tempat ibadah (Biara) yang sampai sekarang, wilayah tersebut masih tersisa di daerah Bukittinggi sampai sekarang daerah itu bernama Biaro. Beberapa bangunan atap surau dan masjid terdapat tipe berundak-undak, adalah memperlihatkan pengaruh sinkretise Hindu-Buda.
Kehadiran bangsa Tamil dan segala pengaruhnya di Minangkabau diikuti kedatangan Bangsa Sanskerta abad ke-6 M. Dari interakasi dengan bangsa Tamil dan Sanskerta, adat Minangkabau tidak mendapat pengaruh yang terlalu besar kecuali dalam bahasa pada penggunaan istilah-isitlah. Penggunaan istilah “datuak”, “niniak mamak”, “nagari” dan bahkan kata “adat” (di samping Bahasa Arab, ‘adat) diambil dari bahasa Tamil dan Sanskerta. Namun tatanan kehidupan dan adat kebiasaan masyarakat Minangkabau tidak begitu pula banyak terpengaruhi. Tatanan kehidupan dan kebiasaan sehari-hari masih banyak mempertahankan adat yang telah berkembang sebelumnya. Ajaran yang paling menonjol warisan bangsa Tamil dan Sanskerta adalah ajaran samsara (tanassukhil arwah). Ajaran ini menyakini bahwa roh dan makhluk ghoib (jin dan syeitan) dapat bersemayam pada benda lain, baik benda hidup seperti pohon, batu dll, maupun benda hidup seperti binatang dan manusia.
_________________________________
Catatan Kaki:
[1] Suatu kelompok etnis dari Bangsa Dravida yang berasal dari Asia Selatan.
Komentar
Posting Komentar