Langsung ke konten utama

21. Undang & Hukum Adat Minangkabau: Kato Nan Ampek

Kato Nan Ampek


Kato Nan Ampek adalah rujuakan adat Minangkabau yang mengatur prilaku dan hubungan msyarakat berupa pernyataan adat baik berupa petatah-petitih, mamang adat, pantun, bidal gurindam dan sejenisnya. Karena kategorinya atau tingkatannya ada empat, maka pernyataan adat ini disebut dengan istilah kato nan ampek yang terdiri dari: 1) Kato Pusako, 2) Kato Mufakat, 3) Kato Dahulu, dan 4) Kato Kudian. Dalam penyelesaian perkara, Kato Nan Ampek dijadikan pedoman dalam proses peradilan dan penetapan keputusan.


            Kato Pusako dalah semua ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk petatah-petitih adat yang telah ada sejak sejak zaman nenek moyang orang Minangkabau (Dt. Katumangguangan dan Dt. Parpatiah Nan Sabatang) yang diwariskan secara turun temurun—kato pusako diwarihkan. Petatah-petitih ini adalah fatwa, yang membimbing (manatah), dan menjadi titian yang akan ditempuh (manatih) masyarakat Minangkabau dalam berprilaku dan membuat keputusan adat. Hakikat atau karakteristik Kato Pusako adalah ringkas, tegas, lugas dan tidak multi makna—bakato sapatah sadang. Dengan kata-kata yang ringkas, lugas dan tegas tersebut semua persoalan kecil maupun besar dapat diselesaikan—Nan gantiang putuih-Nan biang tambuih. Tidak ada kompromi dan tidak ada toleransi, karena kato pusako merujuk ke hukum alam dan Syariat Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah S.A.W. Dalam menyelesaikan sebuah sengketa, hakim yang mengadili perkara harus memperhatikan kato pusako nan diwarihkan. Beberpa contoh dari kato pusako adalah sebagai berikut:


            Nan babarih-nan balabeh
            Nan Baukua-nan bajangko
            Mamahek manuju barih-Manabang manuju pangka
            Malintang manuju tangkai-Tangtang buah ka rareh
            Tangtang bana lubang ka tabuak
            Kok manggayuang sabana putuih-malantiang sabana lareh
            Sako tumbuah diateh pusako


Pulai batingkek naiak, maninggakan rueh jo buku
Manusia batingkek turun maningga adat jo pusako
Mati gajah tingga gadiangnyo. mati harimau tingga balang
Mamaek manuju barih, tantang bana lubang ka tambuak
Malantiang manuju tangkai. tantang bana buah ka rareh
Manabang manuju pangka, tantang bana rueh ka rabah


Tantang barih makanan paek.
Tantang ukua makanan kabuang.
Tantang sakik lakek ubek.
Tantang aia lapeh tubo.
Tantang kapua-kapua lakek parmato.


Sasuai mangko takanak.
Saukua mangko manjadi.


          Kato Mufakat  adalah semua ketentua dan kesepakatan yang diambil dari hasil musyawarah; Kato Mufakat adalah buah atau hasil dari sebuah proses musyawarah. Kato Mufakat mencerminkan bahwa adat Minangkabau adalah suatu yang dinamis (tidak statis) dan sangat demokratis (tidak otoriter). Semua ketentuan dan keputusan adat harus melalui proses musyawarah untuk menghasilkan mufakat. Bila sebuah proses musyawarah (proses demokrasi) telah melahirkan kesepakatan (Kato Mufakat), maka semua masyarakat Minangkabau harus tunduk dan terikat dengan kesepakatan tersebut—Kok lah dampek kato sabuah, nan bulek pantang basuduik, nan pipiah pantang basandiang;  Tapauik makan lantak, takuruang makanan kunci. Sehingga dalam proses demokrasi Minangkabau, tidak dikenal mekanisme pemilihan suara (voting) untuk menentukan suara terbanyak. Kato Mufakat diambil dari sebuah musyawarah dengan mempertimbangkan semua kepentingan, semua aspek, dan semua rujukan khususnya Kato Pusako, sehingga wajib dipatuhi oleh semua masyarakat Minangkabau—Kato  Mufakat dipatuahi. Berikut ini adalah beberapa petatah petitih terkait dengan kato mufakat.


Kato surang dibulati, kato basamo dipaiyokan.
Duduak   surang   ba sampik-sampik, duduak basamo ba lapang-lapang. Baiyo-iyo jo adiak, ba tido-tido jo kakak.


Dibulekkan aia ka  pambuluah, dibulekkan kato ka mufakat.
Bulek baru digolekkan, pipih baru dilayangkan.
Bulek indak basuduik, pipih indak basandiang.


Data balantai papan, licin balantai kulik/ camin.
Tapawik makanan lantak takuruang makanan kunci


 Dalam mencari kata mufakat perbedaan pendapat diantara para peserta musyawarah sangat dihormati dan dihargai karena perbedaan pendapat menurut adat merupakan suatu hal yang lumrah terjadi  dalam hidup bermasyarakat karena perbedaan latar belakang pendidikan dan pengalaman hidup, serta pemahaman yang tidak sama. Pantun adat tentang pendapat pribadi mengatakan:


Nak urang Tanjuang Ampalu
Manyubarang Batang Ombilin
Kapalo samo babulu
Pandapek balain-lain
Walaupun  inggok nan mancakam.
Kuku nan tajam tak baguno.
Bago mamegang tampuak alam.
Kato mufakat nan kuaso


             Kato Dahulu adalah semua ketentuan dan kesepakatan yang telah disepakati dan diputuskan sebelumnya dan telah diterapkan secara turun temurun dalam Masyarakat Minangkabau. Secara hakiki, dapat diyakini bahwa kesepakatan dan ketentuan yang telah dibuat pada masa lalu sudah sangat sempurna mengatur tatanan hidup orang Minangkabau, karena ketentuan dan kesepakatan tesebut dibuat dari hasil proses musyawarah yang melahirkan Kato Mufakat yang tidak boleh bertentangan dengan Kato Pusako dan tidak mungkin bertentangan dengan Syara’—Adat basandi syara’-syara’ basandi kitabullah. Dengan demikian, Kato  Dahulu harus diikuti dan ditepati oleh masyarakat Minangkabau tanpa ragu-ragu—Kato Dahulu ditapati. Oleh karena itu, dalam memutuskan sebuah perkara, hakim harus mempedomani, mematuhi dan menepati Kato Dahulu.


Selain itu, ada yang memahami Kato Dahulu sebagai perkataan yang telah diucapkan (diikrarkan), atau perjanjian yang telah dibuat   secara bersama-bersama wajib untuk ditepati  dan dilaksanakan oleh mereka yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian Kato Dahulu harus ditepaiti—kato dahulu ditapati. Hal inilah yang disebut oleh ketentuan  adat  yang berbunyi


Suri tagantuang batanuni,
Luak taganang nan basauak
Kayu batakuak barabahkan.
Janji babuek, batapati


            Kato Kudian adalah ketentuan dan kesepakatan baru yang muncul karena adanya pemikiran dan pemahaman baru yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi masyarakat Minangkabau secara keseluruhan. Lahirnya Kato Kudian adalah sebuah kenyataan munusiawi yang sangat alamiah yang tidak mungkin sempurna sekali jadi—Pangana indak sakali tibo-pikiran indak sakali tibo. Pada dasarnya, Kato Kudian bukan kato (kesepatan/ ketentuan ) yang dibuat-buat secara mudah, tapi kato (ketentuan/ kesepatan) yang dibuat melalui proses musyawarah yang lebh intensif karena karena kato ini belum ada sebelumnya—Kato Kudian kato dicari. Artinya, untuk melahirkan Kato Kudian, Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai harus terlibat secara intensif. Kato  (ketentuan/ aturan/ kesepatan) ini tidak boleh bertentangan dengan Kato Pusako yang basandi syara’, dan dbuat atau dihasilkan melaui proses musyawarah untuk mencapai mufakat yang sangat serius. Dengan demikian, Kato Kudian dengan sendirinya menjadi Kato Mufakat. Dalam proses peradilan dan penentuan keputusan sebuah perkara, hakim harus memperhatikan Kato Kudian untuk memutuskan perkara yang belum ada ketentuan sebelumnya.


Selain itu, ada pula yang memahami bahwa Kato Kamudian berkaitan dengan musyawarah yang belum menghasilkan mufakat. Ketika dilaksanakan musyawarah untuk mengambil suatu keputusan, tetapi karena ada situasi dan kondisi tertentu proses musyawarah tidak dapat dilanjutkan sehingga belum jadi diambil keputusan. Namun disepakati akan dilaksanakan musyawarah kembali pada waktu lain. Dan waktu musyawarah dilanjutkan muncul pemikiran baru yang lebih baik dari rencana semula. Akhirnya pemikiran yang datang kemudian ini yang disepakati menjadi keputusan. Maka oleh sebab itu  disebut Kato Kamudian kato bacari.  Ketentuan adat tentang Kato Kamudian mengatakan“


 Manusia basifat khilaf, Tuhan  basifat qadim,
Pikiran indak  sakali tibo, agak-agak indak sakali datang,
Pipik indak sakali inggok,
Mako  Kato Kamudian kato bacari “.

Komentar

  1. Saya pikir Kato nan Ampek itu : Mandaki, Mandata Malereang, manurun, Ternyata bukan... :)

    BalasHapus
  2. Yang encik sebutkan itu benar jua, namun nan dijelaskan dalam tulisan ini lebih kepada perspektif Hukum dalam Adat kita di Minangkabau..:-)

    BalasHapus
  3. o gitu ya... udah lama mau bikin kato nan 4, mandaki mandata malereang manurun... gemes liat orang sekaramg udah ga paham, padahal seumur hidup tinggal di ranah minang.

    btw, pengen juga menghidupkan panggilan encik lagi... :)

    Kita buat komunitasnya, mau ngga Mamak?

    BalasHapus
  4. Maaf baru balas encik, tak muncul di notifikasi kami balasan encik.

    Betul sekali encik, sangat payah menemukan orang Minangkabau di Ranah Minang pada masa kini, keturunan Minang banyak mereka :-)
    Bagus nian niat encik itu, kami sangat bersetuju. tapi kami tak faham perkara komunitas itu encik.. :-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum