Langsung ke konten utama

MODUL 2 UNDANG DAN HUKUM ADAT MINANGKABAU & Pendahuluan

MODUL 2


UNDANG DAN HUKUM ADAT MINANGKABAU


DESKRIPSI UMUM


Modul ini memuat materi tentang undang dan hukum adat Minangkabau yang pada dasarnya tercakup dalam Limbago Nan Sapuluah: 1) Cupak Nan Duo, 2) Kato Nan Apek, dan 3) Undang Nan Apek. Untuk mengatar ke pemahaman tentang undang dan hukum adat, modul ini juga menyinggung tentang falsafah, ideologi dan teologi adat Minangkabau, serta sumber hukum adat Minangkabau.


TUJUAN PENGAJARAN


Tujuan Umum


Secara umum, tujuan modul ini adalah meningkatnya wawasan dan pemahaman peserta (pamangku adat) tentang undang dan hukum adat Minangkabau.


Tujuan Khusus:


Secara khusus perserta dapat menjelaskan tentang:




  • Falsah, Ideologi, dan teologi adat Minangkabau

  • Sumber Hukum Adat Minangkabau

  • Hirarkhi Adat Minangkabau

  • Limbago Nan Sapuluah

  • Sumbang Cando Parampuan Nan Duo Puluah



PENDAHULUAN


Inti dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Minangkabau adalah nagari. Nagari yang yang dimaksud dalam pengertian kesatuan MHA tersebut adalah nagari induk (nagari asli) yang berjumlah 544 nagari. Dalam nagari induk sebagai kesatuan MHA terdapat setidaknya 4 (empat) suku yang dapat disebut sebagai komunitas. Jika satu nagari diasumsikan terdiri dari paling sedikit empat suku, maka jumlah komunitas MHA Minangkabau adalah 2176 komunitas.  Walaupun jumlah nagari bertambah (sebagai nagari mekaran, desa dan kelurahan), yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pemerintahan, jumlah Masyarakat Hukum Adat Minangkabau tidak berubah. Pemekaran nagari untuk pemerintahan NKR masih sedang berlangsung sesuai dengan tingkat kebutuhan pelayanan pemerintahan terendah di Sumatera Barat.


Nagari sebagai kesatuan Masyarakat Hukum Adat memiliki hak-hak tradisional sesuai asal usul. Di antara hak tardisional tersebut adalah ideologi, falsafat, undang dan hukum, adat salingka nagari serta sako–pusako salingka kaum. Keberadaan dan penerapannya diakui dan dihormati oleh Negara seperti diamanatkan UUD 1945, Pasal 18b ayat (2), sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perinsip NKRI yang diatur dalam Undang Undang.


Secara etimologis, istilah “adat” berasal dari bahasa Arab ’adat, yang bermakna kebiasaan masyarakat yang tumbuh dengan sendirinya, atau tumbuh akibat hasil kesepakatan. Kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang lalu menjadi kebiasaan yang tetap dihormati oleh orang yang melakukan kebiasaan tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan adat sebagai aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dulu kala; cara (kelakukan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum dan aturan yang satu dengan yang lain saling berkaitan  menjadi sebuah sistem.


            Dari penjelasan di atas kita memahami bahwa inti dari adat, pada dasarnya, adalah sistem aturan yang mengatur atau mengarahkan prilaku anggota masyarakat tersebut sehingga mereka bisa menjalankan kehidupan mereka secara  teratur. Rangkaian dari aturan ini disebut dengan undang atau undang-undang. Apa bila undang-undang ini sudah disepakati dan mengikat anggota masyarakat tersebut untuk taat mengikutinya dan dijatuhi sanksi apabila melanggarnya maka undang tersebut menjadi dasar pertimbangan menjatuhkan hukuman.


            Sebagai sebuah etnik yang menjunjung tinggi adat, Minangkabau memiliki aturan kehidupan dan telah menjadi “dasar”, “undang” dan “hukum” di Minangkabau. Dasar, undang dan hukum adat Minangkabau itu telah teruji sepanjang zaman dapat mengatur tertib sosial MHA. Perkembangannya berjalan seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat Minangkabau yang puncaknya adalah deklarasi Sumpah Satia Bukik Marapalam. Inti dari Sumpah ini adalah bahwa semua aturan, undang dan hukum yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau harus merujuk ke syari’at (hukum) Islam, akidah dan akhlak Islami. Sumpah Bukit Marapalam itu merupakan janji yang kemudian menjadi falsafah yakni Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah (ABS – SBK).


            Modul ini memuat uraian tentang undang dan hukum adat Minangkabau yang mencakup falsafah, ideologi dan teologi adat Minangkabau, sumber hukum adat Minangkabau, tingkatan atau hirarkhi adat Minangkabau, Limbago Nan Sapuluah dan Sumbang Salah Nan Duo Puluah bagi perampuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katam Kaji

[caption id="attachment_779" align="alignright" width="300"] Salah satu gambar yang kami dapat dari kampung[/caption] Terdengar oleh kami telah tiba pula musim Katam Kaji [1] di kampung kita. Pada hari Ahad yang dahulu (22 Juni 2013) kami dengar kalau orang di Surau Tapi yang ba arak-arak. [2] Kemudian pada hari Kamis yang lalu (27 Juni 2013) tiba pula giliran orang Joho dan sekarang hari Ahad (30 Juni 2013) merupakan tipak [3] orang Koto Panjang yang berarak-arak. Memanglah pada pekan-pekan ini merupakan pekan libur sekolah bagi anak-anak sekolah. Telah menerima rapor mereka. Memanglah serupa itu dari dahulu bahwa Katam Kaji dilaksanakan oleh orang kampung kita disaat libur sekolah. Namun ada juga yang berlainan, seperti orang Dalam Koto yang akan melaksanakan selepas Hari rayo Gadang [4] dan Orang Taluak yang kabarnya akan mengadakan selepas Hari Raya Haji . [5] Kami tak pula begitu jelas pertimbangan dari kedua kampung tersebut. Mungkin engku dan

29. Tata Upacara Adat Minangkabau: Upacara Batagak Pangulu

UPACARA BATAGAK PANGULU Salah satu upacara atau alek ( ceremony ) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Pangulu atau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala .  Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak. Upacara adat ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah mengingatkan: Sesungguhnyan orang-orang yang menukar janji ( nya dengan Allah ) dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit maka mereka itu tidak mendapat bahagian dari ( pahala ) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kahirat dan tidak ( pula ) akan menyucikan mereka. Bagi mereka adalah azab yang pedih (QS:3:77). Pada bagian lain Allah juga mengingatkan: “ Dan janganlah kamu mengikuti orang yang selalu bersumpah, lagi yang hina ” (QS 6

Luak Gadang & Luak Kaciak

Luak , begitu sebagian orang Minang menyebutnya. Atau orang sekarang lebih mengenalnya dengan sebutan sumua atau sumur. Luak adalah sumber untuk mengambil air bagi sekalian orang, sebelum dikenalnya sistim penyaluran air oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sekarang. Pada masa sekarang, hampir sekalian rumah di Kamang memiliki luak namun tidak demikian pada masa dahulu. Dahulu luak hanya dimiliki oleh sebagian keluarga dan itupun tidak berada di dekat rumah melainkan agak jauh dari rumah. sehingga menyebabkan untuk mengambil air orang-orang harus berjalan agak jauh. [caption id="attachment_749" align="alignleft" width="300"] Luak Gadang[/caption] Adalah Kampuang Lubuak sebuah kampung di Jorong Nan Tujuah di Kamang. Kampung ini memiliki luak kampung yang bernama Luak Gadang dan Luak Kaciak. Kedua luak ini memiliki kegunaan (fungsi) yang berbeda. Luak Gadang berguna untuk mencuci dan mandi sedangkan Luak Kaciak berguna untuk mengambil air minum