Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2012

Surau Ampang

Masjid Al Wustha [caption id="attachment_54" align="alignleft" width="300"] Masjid Wustha Sekarang[/caption] Masjid Al Wustha atau Masjid Wusta lazim disebut oleh orang Kamang dengan sebutan Surau Ampang, merupakan masjid yang terletak di Kampuang Ampang (atau biasa disebut dengan sebutan Ampang saja oleh penduduk) tepatnya di depan bangunan Panti Asuhan Aisyiyah. Berbeda dengan masjid lainnya di Nagari Kamang yang dimiliki oleh masyarakat suatu jorong, maka Masjid Wustha dimiliki oleh masyarakat lima jorong. Adapun kelima jorong itu ialah Jorong Ampek Kampuang, Limo Kampuang, Pintu Koto, Nan Tujuah, dan Joho. Al Wustha dalam Bahasa Arab berarti Tangah atau Tengah. Maksud dinamakan seperti ini karena masjid ini didirikan di Nagari Kamang Bagian Tengah. Menurut tutua orang tua-tua, sesungguhnya Nagari Kamang ini terbagi atas tiga patah yakni mudiak (Mudik), tangah (Tengah), dan hilia (Hilir). Yang dimaksud dengan Patah Mudiak ialah daerah yang masuk di dal

Hilia, Tangah, jo Mudiak

 Nagari Kamang Nan Patah Tigo   Nagari Kamang dibagi atas tiga  patah  atau bagian yakni Patah Mudiak, Patah Tangah, dan Patah Ilia (Hilir). Pembagian ini merupakan pembagian secara geografis. Pada penduduk Kamang generasi tua masih ditemukan kata-kata semacam ini “ Aden ka pai ka iliah cah sabanta.. ” Adapun pembagian tersebut ialah sebagai berikut: Pertama  Patah Mudiak , yang terdiri atas Jorong Koto Panjang, Dangau Baru, Dalam Koto, Batu Baraguang, dan Bancah. Adapun  Patah Tangah  termasuk ke dalamnya Jorong Joho, Pintu Koto, Ampek Kampuang, Limo Kampuang, dan Nan Tujuah. Terakhir ialah  Patah Ilia  yang terdiri atas Jorong Koto Nan Gadang, Balai Panjang, Koto Kaciak, Guguak Rang Pisang, Ladang Darek, Binu, dan Solok. Banyak anak-anak Kamang masa sekarang yang tidak faham mengenai perkara sederhana ini. Lagi pula penyebutan  ilia dan mudiak  sudah mulai menghilang pada masa sekarang. Sebut saja dalam perkara sederhana, untuk lebih gampangnya kami berikan salah satu contoh kasus ke

Rumah Gadang di Kamang

Rumah Gadang nan Lah Lapuak   [caption id="attachment_44" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu rumah gadang lama di Jorong Dangau Baru"] [/caption] Pernahkah engku mendengar orang yang mengeluh “ Ah..zaman sekarang sudah tak ada lagi Rumah Gadang di Ranah Minang. Ditukar dengan rumah batu yang tak ada bedanya dengan rumah-rumah yang terdapat di rantau. Kemana kekhasan Minangkabau hendak dicari? Ke Kabun Binatang di Bukittinggi atau ke Istano Basa Pagaruyuang di Batusangka..? ” Katakan tuan, apakah benar hal yang semacam itu yang sedang berlaku di negeri kita pada saat sekarang ini? Rumah gadang yang telah lapuk dibongkar lalu ditukar dengan rumah baru, rumah batu yang atapnya persegi tiga atau limas. Banyak memang alasan orang enggan mendirikan rumah gadang. Mulai dari susah atau banyaknya ritual adat yang harus dijalani, kemudian mahalnya upah membuat gonjong, atau tidak moderen menurut sebagian orang Minangkabau pandir yang salah

Kenapa Malu dipanggil "Sutan"..?

Sutan..oh sutan.. Adalah suatu kelaziman di Nagari Kamang (tidak hanya di Nagari Kamang) saat ini, para lelaki yang sudah menikah tak suka jika mereka dipanggil dengan gelar sutan yang telah mereka sandang ketika dijemput ke rumah isteri mereka dahulu. Kebanyakan dari mereka lebih suka dipanggil dengan nama kecilnya ataupun dengan nama atau julukan dalam pergaulan mereka sehari-hari semasa berkawan-kawan di kampung. Jika ditanya mereka tak hendak memberi tahu “Panggil nama saja..” jawab mereka. Mereka beralasan, bahwa terasa jauh hubungan jika dipanggil dengan nama gelar mereka. Mungkin beginilah dunia zaman sekarang, perasaan semacam itu lahir dan tumbuh sebagai akibat dari perkembangan zaman yang arahnya tak dapat kita terka. Pada hal banyak orang-orang di luar Minangkabau berkeinginan menyandang gelar “sutan”. Terkadang mereka merasa bangga, “telah berasa menjadi orang Minangkabau pula” mungkin begitu kira-kira perasaan hati mereka. Sebenarnya tak ada salahnya “Si Sutan” dipanggil d

Cerita Rakyat Nagari Kamang

Bongkahan Emas di Gunuang Haru   Semasa kecil dahulu pernah terdengar oleh kami perihal cerita dongeng bahwa terdapat bongkahan emas sebesar kuda di Gunuang Haru. Gunuang Haru merupakan nama daerah berbukit di kaki Bukit Barisan sebelah utara dari Nagari Kamang. Termasuk ke dalam wilayah Jorong Batubaraguang, dari sini jika tuan memandang ke bawah maka niscaya tuan akan mendapati pemandangan yang menakjubkan. Rangkaian sawah milik anak nagari saling jalin-menjalin menyajikan pemandangan yang takkan pernah tuan lupakan. “Sungguh besar keaguangan Allah, karya seni dari sang Pencipta Alam” mungkin begitu pendapat tuan-tuan yang masih beriman. Tapi jika tuan-tuan yang begitu memuji cara berfikir matrealisme (liberal) maka tuan tentunya berpendapat bahwa “hal tersebut merupakan fenomena alam luar biasa yang tercipta berkat buah karya manusia. Bukankah rangkaian petak-petak sawah ini dibuat oleh nenek moyang kita dahulu?!..” Diceritakan bahwa bongkahan emas itu terdapat dalam perut bukit  di

Tugu Perang Kamang Bahagian.3

[caption id="attachment_51" align="alignleft" width="300" caption="Tugu Perang Kamang di Kamang Mudiak."] [/caption] Sesungguhnya Tugu Perang Kamang tidak hanya ada satu saja, yakni seperti yang dapat kita lihat di Simpang Pintu Koto sekarang. Melainkan tugu peringatan Perang Kamang ada tiga buah. Tahukah engku dimana letaknya yang dua buah lagi? Kami yakin ada diantara engku yang dapat menjawab, dan ada pula yang tidak. Marilah kami terangkan.. Tugu yang kedua ada di daerah Tangah di Nagari Kamang Mudiak sekarang. Daerah ini merupakan berbatasan dengan Jorong Koto Panjang di Kamang Hilir. Kenapa di sini dibangun tugu peringatan Perang Kamang? Sebab menurut orang Kamang Mudiak, di Kampuang Tangah inilah terjadi Perang antara mereka dengan Belanda. Dimana orang Kamang Hilir hanya “membantu saja” ke sana… Konon kabarnya, tugu ini dibangun di dekat rumah isteri Haji Abdul Manan sebab menurut versi orang Kamang Mudiak, ke rumah isterinya inilah Haji

Tugu Perang Kamang_Bahagian.2

  [caption id="attachment_30" align="alignleft" width="300" caption="Tugu Perang Kamang yang terletak di Simp. Pintu Koto Nagari Kamang Hilir foto diambil dari arah Pakan Salasa"] [/caption] Tahukah engku apa gerangan makna dari keempat patung yang terdapat pada tugu yang ada di Pintu Koto? Pada awalnya sayapun tak faham mengenai perkara tersebut. Namun setelah membaca sejarah Perang Kamang maka semakin terasa teranglah semuanya. Adakah engku tahu mengenai sejarah Perang Kamang? Sungguh sangat menyedihkan nasib negeri kita, tak ada yang berminat mendalami sejarah negeri. Bagaimana kan faham sejarah Negara kalau sejarah negeri sendiri saja tak tahu. Dan yang paling menyakitkan ialah, kita juga basipakak banak terhadap Sejarah Islam. Makanya banyak yang tak faham agama pada masa sekarang, sangat mudah beralih keyakinan ataupun memiliki keyakinan menyimpang. Faham engku maksud saya dengan Keyakinan Menyimpang ? Iaitu faham-faham semacam Sekularisme

Tugu Perang Kamang_Bagian. 1

[caption id="attachment_27" align="alignleft" width="225" caption="Kamang War Monument 1908"] [/caption] Di Jorong Pintu Koto terdapat sebuah tugu, terletak tepat di tengah simpang yang merupakan tugu dengan empat buah patung. Masing-masing patung berdiri bertolak punggung, dengan tinggi kira-kira 2 m. sedangkan tinggi patung dari tanah kira-kira 3 m. Kenapa saya katakan megah? Sebab pada bangunan tugu ini juga terdapat air mancur, kalau tak salah terdapat enam buah air mancur beserta lampu yang menyorot ke empat patung pabila malam. Ditengah-tengahnya terdapat kolam air dua tingkat, pada tingkat bawah dipelihara ikan hias. Sungguh indah dan megah kampung kita, bukankah begitu engku? Namun sayang beribu sayang, hal yang saya gambarkan semacam itu hanya pernah berlaku di masa awal tugu itu berdiri atau di masa awal tugu itu selesai dibangun. Berselang beberapa lama setelah itu, keadaan tugu mulai tak terawat, kotor, berlumut, air mancur mulai mati

Nama Jalan di Nagari Kamang

Asal Mula Nama Jalan di Kamang   Pada peringatan Perang Kamang tahun 2011 yang dahulu diadakan beragam acara untuk memeriahkan perayaan ini. Seperti memecahkan rekor Muri, awalnya hendak diadakan makan bajamaba namun sayang sudah didahului oleh Kota Sawahlunto. Kemudian dialihkan dengan membuat seribu lapek. Rekor Muri memang terpecahkan, panitia mendapatkan penghargaan, dan lalu bagaimana setelah itu? Hanya sampai disanakah gemanya, nikmatnya mendapatkan rekor muri? Dapatkah engku memberitahu saya? Selain memecahkan rekor Muri juga diusulkan untuk memberi nama jalan di Nagari Kamang. Akhirnya tiga jalan utama di Nagari Kamang akhirnya bernama. Patokan untuk memberi nama jalan itu diambil pada Simpang Pintu Koto dimana di tengah-tengah simpang ini terdapat tugu peringatan Perang Kamang. Jalan arah ke Mudiak diberi nama dengan Jalan Haji Rijal Abdullah. Mungkin pertimbangannya ialah karena di lokasi Sekolah SMU sekarang dahulunya pernah berdiri sekolah yang bernama SMP Islam kepunyaan

Ado-ado Sen

Pakan Salasa atau Pakan Magek     Di Jorong Pintu Koto, tepatnya pada perbatasan antara Nagari Kamang dengan Nagari Magek terdapat sebuah pasar atau biasa disebut pakan oleh anak nagari. Pakan ini merupakan pasar serikat yang penyelenggaraannya diadakan oleh kedua nagari. Pasar ini diadakan setiap hari Selasa dan Jum’at, sehingga lazim juga disebut dengan Pakan Salasa. Memang sudah menjadi kelaziman di beberapa nagari di Minangkabau pasar mereka diberi nama sesuai dengan hari penyelenggaraannya. Seperti Pakan Sinayan di Kamang Mudiak, Pakan Kamih di Aua Tilatang, Pakan Akaiak, dan Pakan Raba’a. Namun sudah semenjak beberapa lama terdengar suara kalau Nama Pakan Salasa sudah diubah menjadi Pakan Magek. Yang mempopulerkannya tentunya beberapa orang anak Nagari Magek. Secara resmi memang nama “Pakan Salasa” masih dipakai, namun dalam percakapan sehari-hari ataupun kalau ada yang bertanya “ Apa gerangan nama pakan ini? ” Maka akan dijawab oleh orang Magek “Nama pakan ini ialaha Pasa Mage

Mengenal Nagari Kamang Darussalam

Nagari Kamang atau biasa dipanggil dengan sebutan “Kamang” saja merupakan sebuah nagari yang terletak di Luhak Agam sekitar 12 Km dari Kota Bukittinggi. Secara administratif nagari ini termasuk kepada Kabupaten Agam yang semenjak 22 tahun lalu beribukota di Lubuak Basuang. Sesungguhnya Kamang tak obahnya dengan nagari-nagari lain yang ada di Minangkabau. Hidup dekat dengan alam, bersahabat dengan alam, dan bergaul dengan alam. Namun sayangnya pada masa sekarang banyak orang Kamang yang tidak menyadari hubungan mereka yang begitu erat dengan alam. Kamang adalah salah satu nagari di Minangkabau yang telah menyentuh kemajuan. Posisi Kamang yang berada tidak jauh dari Kota Bukittinggi telah menyebabkan Kamang dan beberapa nagari lainnya di Minangkabau yang mengalami nasib serupa agak sedikit lebih maju kehidupannya. Kebanyakan jalan-jalan kampung telah diaspal ataupun dicor dengan semen. Bangunan rumah penduduk banyak yang permanen. Hampir seluruh rumah di Nagari Kamang telah dialiri listr