Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Bonjo

[caption id="attachment_1131" align="alignright" width="300"] Bonjo, kawasan ini sedang ditumbuhi semak belukar. Di hadapan, terdapat Tabek Masjid Wustha.[/caption] Apakah yang terkenang oleh engku dan encik apabila kami sebutkan kata “Bonjo”? Pastilah Perang Pederi dan Tuanku Imam Bonjol. Benarlah engku dan encik sekalian, sama sekali tiada salah. Sebab demikianlah pengetahuan kita semua perihal kampung sendiri. Namun sesungguhnya duhai engku dan encik sekalian di Alam Minangkabau ini banyak kampung ataupun nagari memiliki nama yang sama. Serupa Nagari Kamang yang juga memiliki kembaran di Sijunjuang (terlepas apakah terdapat hubungan sejarah dari kedua nagari ini). Serupa dengan nama Solok, merupakan nama sebuah kota dan kabupaten di daerah Kubung Tigo Baleh. Pastilah engku dan encik sekalian tahu akan hal ini. Dan sebagai mana engku dan encik ketahui pula, nama Solok juga terdapat di kampung kita yakni nama sebuah jorong. Lebih populer di kalangan anak

Main Galah

[caption id="attachment_1115" align="alignright" width="300"] Salah satu jambatan di kampung kita. Tahukah engku dan encik dimanakah letak jambatan ini?[/caption] Terdapat banyak permainan yang dimainkan kanak-kanak pada masa kecil di kampung kita. Segala permainan tersebut sesungguhnya mengajarkan banyak hal. Sosialisasi, kerjasama antara pribadi, ketangkasan, kesabaran, melatih jiwa kepemimpinan, dan banyak hal lain. Namun yang terutama ialah interaksi yang tercipta antara peribadi sehingga melatih jiwa sosial. Sangat berlainan dengan masa sekarang dimana kanak-kanak sibuk bermain game online. Mereka berhadapan dengan mesin bukan manusia sehingga raso jo pareso ( sensitive ) mereka terhadap orang lain dan lingkungan menjadi berkurang. Salah satu permainan yang melatih sifat kerja sama antara priabdi, koordinasi, kesabaran, dan ketangkasan ialah Main Galah. Permainan ini membutuhkan paling sedikit dua pasang pemain, artinya empat orang. Permainan ini d

Engku Mantri

[caption id="attachment_1101" align="alignleft" width="300"] Sebuah Masjid Tua di Kampuang Kuruak Nagari Salo[/caption] Dahulu di kampung kita ada beberapa orang mantri [1] yang pernah sangat terkenal karena mengobati banyak orang di kampung kita. Mereka itu ialah Engku Saidi yang digelari oleh orang dengan gelar “Saidi Suntik” karena sering menyuntik orang. Yang kedua Rangkayo Khadijah seorang bidan yang dahulunya berdinas di Solok. Dan yang terakhir ialah Engku Majo Indo yang dahulunya berdinas di Rumah Sakit Tentara Bukittinggi. Engku Saidi berasal dari Suku Jambak di Nagari Salo. Beliau beristerikan orang bersukukan Guci di kampung kita tepatnya di Jorong Koto Panjang. Beliau menjadi mantri di Puskesmas di nagari kita yakni di Simpang Koto Panjang dahulunya. Sekarang Puskesmas tersebut telah lama tiada. Sedangkan Rangkayo Khadijah (bersukukan Sikumbang) yang berasal dari kampung kita yakni di Tapi Jorong Nan Tujuah, semenjak dibawa oleh anaknya ke ra

Main Kasti

[caption id="attachment_1093" align="alignleft" width="300"] Permainan baseball Ilustrasi Gambar: Internet[/caption] Kenalkah engku dan encik dengan permainan yang bernama Base Ball . Kalau kami tak salah merupakan salah satu permainan atau olah raga yang sangat digemari di Amerika dan Jepang. Permainan ini dimainkan oleh sekelompok orang (9 orang per tim), dimana masing-masing dari mereka mendapat kesempatan untuk memukul sebuah bola [1] sebesar kepalan tangan dengan menggunakan tongkat pemukul. [2] Dahulu, kanak-kanak di kampung juga mengenal permainan yang kurang lebih sama, namanya ialah “ Main Kasti ”. Namun kami tak faham, apakah permainan ini merupakan permainan asli orang Indonesia? Sebab ditemukan permainan yang hampir serupa dengan aturan yang berbeda di negara lain. [3] [caption id="attachment_1094" align="alignright" width="214"] Denah Permainan Kasti Ket: I. Rumah atau tempat para pemain berkumpul. II. Tempat p

Kuciang Lari

[caption id="attachment_1062" align="alignleft" width="300"] Salah satu "rumah tingga" di kampung kita di Tarok. Maaf engku dan encik gambar tak ada hubungan.[/caption] Dahulu ada sebuah plaster sebagai pengobat luka apabila berdarah digunakan oleh orang, Handy Plast namanya. Plaster ini digunakan kepada luka berdarah seperti kena sayat atau luka yang mengeluarkan cukup banyak darah. Disinilah fungsi Handy Plast sebagai pengobat dan penutup luka. [1] Namun bukan kisah mengenai plaster obat luka itu yang hendak kami bagikan kepada engku dan encik sekalian. Melainkan perihal sebuah permainan yang dahulu pernah dimainkan oleh kanak-kanak di kampung kita. Kami menjadi penasaran dibuatnya, bagaimana permainan ini bisa hadir dan dimainkan oleh kanak-kanak dan kenapa namanya Handy Plast. Serupa pula dengan nama plaster obat luka itu..? Namun terdengar oleh kami bahwa ada juga yang menamainya dengan nama “Kuciang Lari”. Permainannya dimainkan oleh sekel

Main polok

[caption id="attachment_1087" align="alignright" width="300"] Seorang anak di kampung kita sedang bermain di sawah mengawani orangtuanya.[/caption] Ada suatu permainan yang acapkali dimainkan oleh anak-anak perempuan di kampung kita pada masa dahulu. Namun terkadang ada jua anak lelaki yang ikut memainkannya. Walau diteriaki bencong oleh anak lelaki yang lain. Hal ini karena permainan ini sesungguhnya merupakan permainan yang mengasyikkan. Juga memberikan tantangan, walau pengertian “tantangan” antara kita berbeda-beda. Kalau kami tak salah, namanya main polok. Masihkah engku dan encik ingat dengan tucak gambar-gambar dimana pada salah satu jenis permainannya ada yang disebut dengan nama tucak polok . Karena telah kami jelaskan pada tulisan sebelumnya,  maka tak kami ulang lagi. Harapan kami engku dan encik sekalian telah membaca tulisan kami perihal batucak tersebut. Pada permainan polok ini, batu yang digunakan ialah kurang lebih sebesar tutup bot

Manangkok Sipatuang

[caption id="attachment_1078" align="alignleft" width="300"] Maaf engku dan encik sekalian. Yang ada di kami ialah gambar karirawai. Diambil pada salah satu perak di kampung kita.[/caption] Masihkah engku dan encik ingat dengan jenis permainan ini? Indah bukan, kalau kita berkawan baik dengan alam. Saling memberi dan saling menerima, sungguh sesuatu yang serasi, sepadan, dan kata orang seimbang. Namun tak pula patut pabila dikatakan ini semacam permainan, walau kenyataannya tatkala melakukan hal ini, kita lakukan dengan penuh kesenangan, kegembiraan, dan rasa tertantang. Yang melakukan ialah lelaki dan perempuan. Melatih kesabaran, ketangkasan, dan keberanian sebab tidak semua anak sanggup melakukannya. Bahkan ada yang takut dan tidak berani hanya untuk sekadar menyentuh sipatuang. Berkat permainan ini pulalah kita faham bagaimana caranya memegang sipatuang itu. Di kampung kita pada masa itu ada musimnya. Tidak setiap saat sipatuang berterbangan di kamp

Main Gatan

[caption id="attachment_1062" align="alignleft" width="300"] Salah satu "rumah tingga" di kampung kita di Tarok. Maaf engku dan encik gambar tak bersesuaian.[/caption] Masih ingatkah encik dengan permainan ini? Masih adakah anak gadis kaciak kita di kampung pada masa sekarang memainan ini? Kalau kami tak salah, permainan ini khusus dimainkan oleh anak perempuan. Merupakan suatu permainan yang melatih ketangkasan seorang anak. Sungguhlah kalau dapat dan hendak memahami dengan hati lapang dan bersih. Maka akan kita dapati bahwa segala permainan yang kita mainkan pada masa kanak-kanak sangat berfaedah bagi kehidupan kita setelah dewasa. Permainan ini menggunaan bola dan atak. [1] Bola nya terbuat dari daun bayua   dimana dikulipehi [2] selapis kemudian kulipehi nya tersebutlah yang dililitkan hingga membentuk sebuah bola. Atau dapat juga digunakan kajai [3] yang dililitk hingga membentuk kumpalan serupa bola. Atau anak-anak masa kemudiannya me

Kuciang Mandok

[caption id="attachment_1059" align="alignleft" width="224"] Maaf gambar tak ada hubungan dengan tulisan engku dan encik. Namun gambar ini diambil pada salah satu perak di kampung kita[/caption] Bilakah terakhir kalinya engku dan encik bermain kuciang mandok dengan kawan-kawan sama gedang? Kalaulah sekarang kita lakukan juga permainan ini, tentulah akan digelakkan orang kita ini. “Sudah tak patut..” kata mereka. Adalah suatu keanehan tatkala kita menengok di televisi, bahwa rupanya kanak-kanak di Jakartapun melakukan permainan yang serupa “Awak kira, hanyalah di awak saja ada permainan ini..” Namun, bentuk permainan mereka ada berbeda. Selain nama yang juga berbeda yakni Petak Umpet. Petak ialah sama dengan pamehaman kita di Minangkabau ini yakni persegi atau persegi panjang, dapat pula tempat, atau kawasan, dan lain-lain pengertian. Sednagkan umpet berarti sembunyi sama dengan mandok dalam bahasa awaknya. Permainan mereka ialah satu orang menutup ma

Anak Bawang

[caption id="attachment_1055" align="alignleft" width="300"] Parak Maaf engku dan encik, gambar tak ada hubungan dengan tulisan. Setidaknya gambar ini dari kampung kita.[/caption] Istilah ini kalau kami tak salah merupakan istilah yang dipakai umum dalam segala keadaan. Memang lazim kita temui dahulu masa kanak-kanak kita dahulu dalam bermain permainan anak nagari. Payah kami dahulu berfikir kenapa sampai digelari oleh orang dengan “anak bawang”. Maksudnya apakah gerangan? Kemudian barulah kami menyadari akan maksudnya, dimana orang yang digelari anak bawang ini sesungguhnya ialah orang-orang yang tak dianggap. Keberadaannya tidak menggenapi hitungan dan ketiadaannyapun tidak mengurangi hitungan pula. Agak lebih baik tampaknya kalau katimun/mantimun bungkuak, sebab ianya dapat menggenapi hitungan, penukuak [1] yang terkurang. Terkenang oleh kami semasa kanak-kanak, bahwa anak-anak yang digelari dengan anak bawang ialah anak-anak yang masihlah kecil sa

Main Congkak

[caption id="attachment_1047" align="alignleft" width="300"] Papan Congkak, bukan Papan Sombong. duhai.. engku dan encik sekalian..:-)[/caption] Congkak , masihkah encik ingat? Bukan sombong, melainkan nama sebuah permainan yang juga pernah dimainkan oleh kanak-kanak perempuan di kampung kita. Tidak hanya di kampung kita saja melainkan juga di daerah lainnya di republik ini. Sebenarnya kami tak pula faham dengan permainan ini karena kami tidak pernah memainkannya. Kami hanya pernah melihat anak perempuan sama gedang bermain ini. Tatkala kami sedang asyik membuat lubang untuk bermain kalereang, anak perempuan ini malah asyik pula membuat lubang di tanah. Tidak satu ataupun tiga lubang yang mereka buat, melainan tujuh pasang lubang dengan dua lubang besar di pujuk dan pangkalnya. Namun kami heran, yang manakah pucuk dan mana pula pangkalnya. Ada pula orang yang membuatnya dari kayu, bahkan ada yang dijual. Kalau yang dijual tidak hanya dari ayu melainkan

Batanun di Kamang dahulunya

[caption id="attachment_1012" align="alignright" width="224"] Salah satu Rumah Gadang nan telah Lapuak di Kamang. Kalau kami tak salah caliak, sekarang telah dirobohkan orang. Maaf gambar tak bersesuaian.[/caption] Batanun (bertenun), apakah yang terfikirkan oleh engku dan encik apabila kami perdengarkan kata-kata tersebut? Tentulah nama Nagari Pandai Sikek ataupun Silungkang yang terkenang oleh engku dan encik sekalian. Memang benarlah sebab kedua nagari tersebut sajalah yang masih mempertahankan tradisi menenun di Alam Minangkabau ini. Mungkin ada juga beberapa nagari di Luhak Limo Puluah Koto, Tanah Data, dan Rantau Sijunjuang yang juga masih ada tersisa kebiasaan menenun itu. Namun tahukah engku dan encik sekalian bahwa dahulu sekali, di kampung kita, di Nagari Kamang Darusalam ini juga pernah hidup tradisi menenun. Dahulu sekali, sehingga tak seorangpun jua mengingatnya. Sampai pada suatu ketika kami bercerita-cerita dengan salah seorang inyiak aki

Si Kumboh

[caption id="attachment_1025" align="alignleft" width="300"] Rimbo di Solok, adakah pada Ahad ini terdengar Si Kumboh Mahiruak di Kampuang kita engku dan encik sekalian?[/caption] Hari Ahad ini, terkenang oleh kami akan suasana kampung di rantau ini semasa kanak-kanak dahulu. Tatkala hari Ahad dimana kampung kita sunyi-senyap, terdengar oleh kami suara Si Kumboh bersahutan di tepi rimbo di kampung kita. Sungguh merdu nian suara mereka itu, menghiasi hari Ahad kita dahulunya. Sebenarnya tidak hanya pada hari Ahad, pada hari biasapun terdengar jua suara mereka. Namun pada hari Ahad itulah suara mereka yang menjadi. Apakah mereka juga sedang menikmati hari Ahad? sedang berlibur pula mereka, bersenda-gurau sesama mereka? Kami tak pula faham betul apakah mereka itu karo [1] atau Si Amang? Atau kedua nama tersebut merujuk pada binatang yang sama? Sudilah kiranya engku dan encik memberi tahu  kami. Memanglah beruntung kita karena kampung kita di kaki bukit ba

Ba-Band (katanya: "Hiburan Rakyat")

[caption id="attachment_953" align="alignleft" width="300"] Salah satu sudut Simpang Pintu Koto[/caption] Dahulu sekali di tahun 1990-an pernah sangat digemari sekali oleh kampung kita suatu jenis hiburan yang akan selalu digelar pada peringatan 17 Agustus ataupun hari-hari besar lainnya. Suatu jenis hiburan yang hingga masa sekarang di beberapa daerah masih tetap disemarakkan orang. Suatu jenis hiburan yang sangat bertentangan dengan Adat dan Syara’ kita karena memang bukan berasal dari kebudayaan. Bak kata orang intelek “ Suatu jenis hiburan yang lahir dari perzinahan kebudayaan Barat yang hedonis dengan sisa-sisa kebudayaan pangan [1]  di daerah.. ” Engku dan encik yang hidup dimasa tahun 1990-an tentulah ingat dengan jenis hiburan yang satu ini. Karena kami yakin pastilah ikut menikmatinya, tenang saja engku dan encik sekalian kami juga menikmatinya dahulu. Beramai-ramai bersama kawan-kawan menonton orang baben , tertawa riang, karena memang pada masa