Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Badia-badia Garigiak

[caption id="attachment_884" align="alignleft" width="300"] Salah satu jalan di kampung kita pada malam hari. Maaf engku dan encik, gambar tak bersesuaian dengan tulisan.[/caption] Telah mulai pula kanak-kanak bermain petasan dan kembang api. Memanglah pada bulan puasa ini mereka mendapat kesempatan untuk bermain. Sebenarnya kesempatan ada setiap waktu, namun tampaknya segala sesuatu haruslah ada moment-nya. Begitulah kata orang, momen, atau kesempatan yang memungkinkan/ yang membuat meriah/ yang membuat berarti kalau dilakukan pada saat tersebut. Serupa dengan orang-orang Islam yang merayakan tahun baru masehi, mereka pergi keluar pada malam pergantian tahun bukan untuk merayakan, melainkan karena merayakan momen dimana mereka bersama keluarga, kawan-kawan, ataupun orang-orang terkasih menikmati moment tersebut. Karena hanya ada pada satu malam dalam setahun. Hanya ada satu malam dalam setahun bagi mereka untuk meninggalkan kenangan yang berbekas. Na

Tabuah..

[caption id="attachment_836" align="alignright" width="229"] Tabuah[/caption] Puaso, tabuah, & garitiak.. merupakan tiga hal yang tak dapat dipisahkan. Tidak hanya di kampung kita melainkan dimana-mana di Minangkabau ini. Biasanya yang mangguguah tabuah ialah kanak-kanak dan anak bujang. Beragam kepandaian bagaritiak mereka perdengarkan, biasanya hal ini telah mereka mulai disaat Orang Balimau, malam pertama Ramadhan. Pada masa sekarang, sebagian anak-anak muda di Minangkabau ini telah pula latah meniru-niru orang Jakarta dengan menyebut tabuah dengan bedug. Sungguh menyedihkan karena Anak Minangkabau semakin asing dengan budaya nenek moyangnya sendiri.

Musabaqah Ramadhan 1434 H / 2013

[caption id="attachment_408" align="alignright" width="300"] Surau Kubang Putiah Gambar: Zaldi Heriawan[/caption] Kami dengar informasi sementara, ada tiga surau yang mengadakan Musabaqah di kampung kita. Surau-surau itu ialah Surau Ladang Darek pada hari Jum'at tanggal 18 Ramadhan 1434 H / 26 Juli 2013. Kemudian esok Sabtunya Surau Pintu Koto yang kabar-kabarnya akan mengadakan selama tiga hari yakni dari Tanggal 19-21 Ramadhan (27-29 Juli). Selepas itu Surau Kubang PUtiah pada Hari Sanayan Tanggal 21 Ramadhan (29 Juli). Tampaknya berdekatan antara surau yan satu dengan surau yang lain. Kamipun belum juga tahu apakah masih ada surau-surau yang lain di kampung kita yang mengadakan Musabaqah ini? Berkenanlah engku dan encik memberi tahu kami..  

Moesabaqah Dahoeloenja

[caption id="attachment_877" align="alignright" width="300"] Surau Taluak Sekarang. Tidak Sama dengan Surau Taluak Masa Perang Kamang. Gambar: Zaldi Heriawan[/caption] Musabaqah Tilawatil Qur’an, merupakan suatu kegiatan yang meramaikan malam-malam pada Bulan Ramadhan ini. Hampir setiap nagari di Minangkabau ini selalu mengadakannya, termasuk di kampung kita Nagari Kamang Darussalam dahulunya pun begitu jua. Semaraklah malam bulan puasa ini dibuatnya, bertambah kainginan  anak bujang dan gadis untuk belajar Mengaji Irama. Dahulu di kampung kita, musabaqah ini diadakan bukan oleh Jorong melainkan Nagari. Yang menjadi panitia ialah seluruh anak-anak bujang dan gadis di Nagari Kamang. Acara ini biasanya diadakan di Surau Ampang di Patah Tangah. Maka akan ramailah sekalian orang ke sana dari berbagai jorong dan kampung di nagari kita. Layaknya masa sekarang, suraupun dihiasi. Podium tempat mengaji dibuat di dalam surau, kalau dibuat di luar, tak tahan dengan

Berjualan Kacang di Bulan Puasa

[caption id="attachment_818" align="alignright" width="300"] Salah satu rumah gadang di Taluak. Maaf gambar tak ada hubungan dengan tulisan[/caption] Salah satu kekhasan di beberapa kampung di Minangkabau ini ketika bulan puasa ialah ramainya orang berjualan. Begitu juga di kampung kita ini, ramai orang  menjual kacang goreng pada masa dahulunya. Yang menjual biasanya anak-anak bujang . Mereka mulai berjualan selepas Ashar, berjalan-jalan keliling kampung menjual kacang yang diletakkan di dalam karung yang terbuat dari daun mansiro . [1] Cara mereka mempromosikan dagangan mereka ialah dengan cara berteriak-teriak di tengah jalan “ Kaacang goreeeeeeeeeeeeeng..! ” Serupa agaknya dengan kanak-kanak yang berjualan gorengan di beberapa kota di negeri kita ini.

Manjalang Saha

[caption id="attachment_869" align="alignleft" width="224"] Seorang amai-amai sedang berjalan di jalan di Kubang Kaciak[/caption] Ada banyak adat di kampung kita, adat ini mengatur segala perilaku dan tata cara kehidupan kita orang Kamang. Hendaknya tentram dan damailah kampung kita agaknya. Sebab segala adat yang telah dibuat dan digariskan tersebut, pada sesungguhnya mendatangkan faedah kepada kita. Pada tulisan yang dahulu, telah kami terangkan perihal adat Maanta Kanji . Maka pada tulisan ini kita akan membahas mengenai adat Manjalang Saha. Adat ini merupakan adat yang diperkenankan kepada mertua untuk menunaikannya. Bagaimanakah kiranya adat ini sebenarnya? Selepas menantu maanta kanji , maka tentulah hal tersebut mendatangkan kewajiban untuk mertua. Si mertua kemudian akan pergi menjinjiang kampia ke rumah menantu, manjalang saha namanya. Si mertua akan datang selepas zuhur, sebab kalau selepas ashar orang (kaum perempuan) telah sibuk di dapur.

Maanta Kanji (Ma-anta Kanji)

[caption id="attachment_860" align="alignleft" width="300"] Kantor Wali Jorong Koto Kaciak yang telah lama tak terpakai.[/caption] Bagi kebanyakan orang-orang sekarang, berbagai acara adat [1] yang biasa dan telah lama berlaku di kampung kita ialah membuang-buang waktu, tak berguna, tak berfaedah, menyusahkan, dan lain sebagainya. Bagaimana kiranya pendapat engku dan encik sekalian, benarkah demikian? Sesungguhnya, berbagai acara adat yang berlaku di kampung kita [2] berguna untuk memupuk rasa persaudaraan, memperhalus budi-bahasa, mengajari kita akan hubungan berkarib-kerabat, memperpanjang silaturahim, dan lain sebagainya. Dengan saling jalang-manjalang [3] maka hubungan kekerabatan akan semakin dekat, budi bahasa akan semakin halus. Itulah pertanda kita “Orang Beradat”. Coba engku dan encik tengok orang sekarang yang sudah tidak ada lagi mempedulikan hal tersebut, tidak menunaikan segala ketentuan yang telah digariskan oleh adat kita. Seperti apakah

Tucak Kacang

[caption id="attachment_820" align="alignright" width="300"] Gunuang Marapi diambil dari Luak Jaban. Maaf Gambar tak ada hubungan dengan tulisan.[/caption] Kisah ini merupakan penuturan beberapa orang tua di kampung kita. Dapat saja hal yang berlainan berlaku, karena pengalaman hidup masing-masing orang tidaklah sama. Bulan puasa merupakan bulan yang penuh cerita. Pada masa dahulu, kanak-kanak lelaki di kampung kita menghabiskan masa menanti berbuka dengan batucak . Mereka bermain tucak kacang, [1] yakni kacang yang dijadikan sebagai taruhan. Jenis permainannya rupanya masih sama dengan jenis permainan kanak-kanak pada masa tahun 1990-an. Yakni terdiri atas tucak garis dan tucak panah , kacang-kacang inilah yang menjadi atak. Selepas itu, pada malam hari kacang-kacang ini dimakan. Siapa yang menang tentulah ia yang memakan paling banyak. Kalau orang sekarang manakan mau, sebab menurut mereka kacang-kacang tersebut telah kotor terkena tanah.

tarawiah di surau (2)

[caption id="attachment_845" align="alignright" width="200"] Masjid Taqwim. Gambar: Maizal Chaniago[/caption] Pada tulisan yang telah lampau kami berkisah perihal percakapan kami dengan salah seorang engku. Sebenarnya yang kami tampilkan ialah satu potongan percakapan saja. Percakapan kami yang lainnya ialah masih perihal perkara yang sama, yakni perihal Shalat Tarawiah pada masa dahulu. " Tentulah hanya orang Tangah saja yang shalat ke Surau Ampang. Kalau kamu hendak tahu juga buyuang, kan terfikirkan sendiri oleh mu bahwa pada masa dahulu hanya masjid yang digunakan untuk shalat.." Jelas engku tersebut kepada kami . " Berarti di Koto Panjang orang shalat sendiri di masjid mereka? " tanya kami penasaran padahal berdekatan dengan Dangau Baru yang juga memiliki masjid. Kamipun melanjutkan pertanyaan " Apakah di Dangau Baru mereka juga mendirikan shalat sendiri engku..? "

tarawiah di surau (1)

[caption id="attachment_803" align="alignright" width="300"] Masjid Wustha di Ampang. Foto: Zaldi Heriawan[/caption] Kami terkenang akan cerita semasa kami di kampuang dahulu. Kata beberapa orang tua-tua di salah satu kampung “ Dahulu, semua orang di Sidang Tangah menunaikan shalat lima waktu dan shalat tarawih pada bulan puasa ialah di Surau Ampang.. ” Kami tanya “ Kenapa serupa itu engku, belum adakah surau-surau (mushalla) itu di kampung-kampung dahulunya.. ” Si engkupun menjawab “ Tentulah ada, namun surau-surau tersebut hanya sebagai tempat mengaji dan tempat tidur bagi anak bujang dan prang lelaki yang tidak beristeri serta orang tua. Sedangkan untuk shalat lima waktu, ramai orang berjalan dari enam jorong itu ke Ampang.. ”

Sahur..sahuuur..

[caption id="attachment_832" align="alignright" width="300"] Pada masa dahulu belum ada listrik. Dikegelapan hari dan dinginnya pagi. Tak menyurutkan langkah. Kenapa sekarang dengan segala kemudahan justeru berkurang..?[/caption] Apabila sahur apa yang teringat oleh engku dan encik sekalian? Tentulah suara-suara dari orang-orang yang berteriak di hadapan microfon di surau “ jaagooolah.. sahuuuur… ” Terkadang semenjak dari pukul tiga pagi hari suara mereka telah terdengar. Ada yang sudah parau karena termakan usia ada juga yang masih kuat pertanda masih muda serta ada juga yang tegas berwibawa karena telah melewati masa muda.. Sungguh hebat engku-engku ini, sebelum orang jaga dari tidur lelap, mereka telah lebih dahulu jaga. Tanpa rasa takut mereka pergi ke surau di pagi yang dingin guna mencari amal berbuat baik, menjagakan orang yang sedang tertidur untuk sahur. Supaya jangan sampai ada yang talalok hingga datang masanya imsak nanti.

Makanan Khas

[caption id="attachment_824" align="alignright" width="300"] Tapai, dahulu dibungkus dengan daun pisang. Sekarang dibungkus dengan pelastik. Gambar: Internet[/caption] Entahkan kami atau engku dan encik sekalian juga merasakannya. Telah berubah peri kehidupan orang zaman sekarang. Kata salah seorang kawan kami “ perubahan yang terjadi di negeri kita, menyebabkan kita semakin jauh dari adat dan agama kita. Jati diri (identitas) sebagai orang Minangkabau semakin pudar. Semuanya bergerak menuju satu tujuan, Jakarta.. ” Suatu pernyataan yang sangat bernuansa putus asa sekali. Namun dalam hati kami membenarkan hal tersebut. Akan tetapi perubahan yang akan kami hendak bahas bukanlah perkara akhlak, perilaku, maunpun pola fikir. Melainkan masih berkisar perkara puasa ini juga engku dan encik sekalian..

Tadarus..

[caption id="attachment_839" align="alignright" width="300"] Surau Binu. Foto: Nadzif Hasjmi Maksum[/caption] Tadarus, merupakan salah satu amalan di bulan puasa ini. Pada masa dahulu semasa kanak-kanak kami juga pernah ikut bertadarus, mengaji bersama selepas Shalat Tarawih di surau. Riuh-rendah suara kami takala mengaji, ada yang tak sesuai makhrajnya adapula yang salah tajwidnya. Ditegur dan diluruskan bacaannya oleh Engku Guru. Semuanya menjadi pengalaman mengasyikkan. Bukankah begitu guna tadarus, memeriksa kembali bacaan Qur’an kita. Bukankah di masa dahulu, nabi kita menggunakan saat tadarus sebagai salah satu kesempatan untuk memeriksa hafalan dan bacaan Qur’an para sahabat. Tiap surau di kampung kita pastilah mengadakan tadarus, sangatlah ramai terasa malam Bulan Ramadhan. Itulah yang membedakan dengan malam-malam pada bulan lainnya. Terasa betul rahmat padanya.

Manjua Pabukoan

[caption id="attachment_827" align="alignright" width="300"] Pakan Salasa. Tempat orang-orang menjual pabukoan.[/caption] Semenjak beberapa puasa ini di kampung kita telah lazim pula orang menjual pabukoan . Pusat penjual pabukoan semenjak beberapa puasa ini ialah Pakan Salasa hingga menyentuh sebagian kawasan Jorong Pintu Koto. Beragam hidangan yang dijual oleh orang sebagai kawan untuk berbuka nantinya. Banyak orang kampung kita bahondoh-ondoh pergi berbelanja ke sana. Kebanyakan para pedagang ialah berasal dari Nagari Magek, walau terdapat juga beberapa dari Kamang dan nagari lain. Namun tetap pedagang dari Magek yang dominan.

Lagu Islami di Bulan Ramadhan

Salah satu kebiasaan pada bulan puasa ini ialah bagi sebagian kaum muda muslim mencari lagu-lagu Islami terbaru. Ya.. engku dan encik sekalian, Bulan Ramadhan merupakan kesempatan dan telah menjadi  momen bagi sebagian umat Islam untuk hidup lebih Islami (religius). Walau dicemooh sebagian muslim karena "hanya pada Bulan Ramadhan saja hidup Islami selepas itu kembali berlumur dosa.." Opick http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=X8v4Z7xzIqw Di Indonesia pernah terkenal "Opick" dengan lagu-lagu Islaminya. Beberapa Ramadhan yang lalu, Opick dan lagu-lagunya behasil menjadi kawan setia muslim Indonesia dalam menjalani puasa. Kemudian ada juga Haddad Alwi. Sebelumnya pernah pula terkenal beberapa grup nasyid terutama dari Malaysia sebut saja Raihan dan Saujana serta Snada untuk Indonesia.

Kenangan Masa Kanak-kanak..

[caption id="attachment_803" align="alignright" width="300"] Masjid Wustha di Ampang. Foto: Zaldi Heriawan[/caption] Apa yang terkenang oleh engku dan encik apabila Bulan Puasa menjelang? Tatkala kanak-kanak dahulu kami terkenang akan perilaku pandir kami. Begitu memasuki Bulan Puasa kami langsung bermuram durja sebab selama sebulan penuh takkan ada makan tengah hari, tidak ada balanjo bali kulek (jajan), makan es, dan sirup. Dengan pandangan sayu kami pandangi Imsakiyah yang tertempel di dinding. Menghitung dari akhir bulan, tinggal berapa hari lagi puasa kiranya? Sungguh lawak sangat, karena seharusnya bahagia dan senang dengan kehadiran Bulan Puasa namun justeru sebaliknya. Disuruh berpuasa, enggan dan terasa berat, disogok pakai hadiah baru hendak. Kalau tak tahan maka akan mencuri-curi minum air ke dapur atau memakan samba sisa sahur yang tersimpan di dalam lemari samba ataupun dalam songkok nasi . Malamnya bermain di surau, kena marah dan lari pul

Barantam

[caption id="attachment_775" align="alignright" width="300"] Maafkan kami engku dan encik, ilustrasi gambar tak ada hubungan dengan tulisan.[/caption] Apa yang terfikirkan oleh engku dan encik apabila mendengar kata itu? Biarlah kami terka saja, pastinya ialah cakak banyak, batinju, dan sejenisnya. Bukankah begitu engku dan encik sekalian? Sama agaknya dengan kami dahulu tatkala mula-mula mendengar perkataan ini. Kami dapati perkataan ini dari salah seorang inyiak kami. Masa itu kami sedang bertanya perihal peri kehidupan orang dahulu. Maka tersebutlah oleh beliau kata “barantam” tersebut. Makna dari “barantam” sama kiranya dengan mampasamokan atau sama-sama memperoleh sesuatu . Makna kata barantam bagi masyarakat Kamang pada masa dahulu ialah suatu perkara atau adat kebiasaan yang dilakukan sebelum memasuki Bulan Puasa dan Hari Raya. Barantam ialah membantai beberapa ekor bantiang yang kira-kira dapat memenuhi kebutuhan orang sekampung. Bahkan kalau ber

Manjalang ka rumah mintuo

[caption id="attachment_782" align="alignright" width="300"] Salah satu Sudut Nagari Kamang Darussalam. Maaf gambar tak ada hubungan dengan tulisan[/caption] Pada masa dahulu, inyiak-inyiak [1] kita memiliki banyak sekali kebiasaan (adat) [2] yang pada masa sekarang sudah banyak ditinggalkan, tidak dipakai, dan dilupakan. Bahkan banyak diantara kita sekarang yang merasa asing apabila disebutkan salah satu adat kebiasaan di kampung kita. Karena tidak pernah mendengar, melihat, dan mengerjakannya. Salah satu adat bagi orang kampung kita pada masa dahulu ketika hendak memasuki Bulan Ramadhan ialah “ Manjalang ka Rumah Minto ”. Serupa apa pula adat ini engku dan encik sekalian? Menurut curaian [3] yang kami dapat bahwa pada hari terakhir Bulan Sya’ban atau sehari sebelum tanggal 1 Ramadhan. Maka seorang menantu perempuan akan datang ke rumah mertuanya dengan membawa pinggan gadang [4] dengan isi sipuluk sapinggan, limpiang bugih duo baleh, pinyaram duo ba

Adat orang Kamang sebelum Puaso

[caption id="attachment_785" align="alignright" width="300"] Salah satu Rumah Gadang dari Kayu yang masih tersisa di Kamang Darussalam. Maaf gambar tak bersesuaian dengan tulisan[/caption] Sudah hampir pula kita akan memasuki bulan puasa, hitungan hari saja lagi. Kabar-kabarnya basigalau [1] pula awal puasa tahun ini. Namun jangan pula menjadi masalah bagi kita orang Kamang, sebab beberapa tahun yang lalu, saling sindia dan hujatlah yang terjadi, sungguh tak patut. Bukankah begitu engku dan encik sekalian..? Tahukah engku adat kita orang Kamang dalam menyambut bulan suci ini? Kalau kami tak salah ingat, dahulu di kampung ketika orang akan balimau [2] sudah menjadi adat bagi sebagian orang di kampuang kita maimbau urang [3] untuk datang ke rumah guna mandu’a sabalum puaso. [4] Ada yang mengadakannya secara besar-besara dimana tidak hanya karik-kabiah [5] saja yang diundang, melainkan juga orang sesuku, tuo kampuang, dan beberapa orang lainnya. Namun