[caption id="" align="aligncenter" width="444"] Gambar: Jokowarino [/caption] Tulisan ini ditulis oleh Dr. Suryadi, dosen dan peneliti pada Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Universiteit Leiden, Belanda. Masyarakat Minangkabau masa lampau pernah merasakan pengalaman pahit akibat radikalisme agama. Di awal abad ke-19, demikian catatan sejarah, dekadensi moral masyarakat Minang sudah tahap lampu merah. Golongan ulama kemudian melancarkan gerakan kembali ke syariat, membasmi bid’ah dan khurafat. Mereka melakukannya dengan pendekatan persuasif melalui dakwah dan pengajian. Namun, kemudian muncullah seorang yang radikal dan militan di antara mereka: ia bersama pengikutnya memilih jalan kekerasan. Akibatnya, pertumpahan darah antara sesama orang Minangkabau tak terhindarkan, yang menorehkan lembaran hitam dalam sejarah Minangkabau. Siapa lagi ulama yang radikal itu kalau bukan Tuanku Nan Renceh. Ingat nama Tuanku Nan Renceh, ingat pada Perang Pade